Yaa Nahdlotal Ulama i Anti mahabbatii
Wa Mawaddatii Wamasanati Wa Na'maa'i
Yaa Nahdlotal ulamaa'i Anti Washilatii
Litamassuki Bijama'atil Ulamaa'i
Ya Nahdlotal Ulama'i Anti Syafinatun
Lisalaamati Wa Thariqotun linnamaa'i
Yaa Nahdlotal Ulamaa'i Anti Tijarotun
Robihat Bilaa khusrin ladal Uqolaa'i
Yaa Nahdlotal Ulamai Anti Ahabbu Lii
Min jauzati haqqon wa min Annaa'ii
Kam Fiiki Min Saadatinal ulamaa'i
Ma'a Ahli Baitil Mustofal Nubalaa'ii
Hukamaa'i Ahli Thoriqotil Shufiaai
Ju'amaai Waa ahli Siyyasaatii...
ilaaa aaakhirr...
SELAMAT HARLAH NU KE-86
Menamatkan pendidikan di Kampus Pembaharu Ciputat, belajar menulis saat terbata mengeja sya'ir ghazal Abu al-Atahiyyah dan menjadikannya karya akhir sebagai mahasiswa. Beberapa tulisan baru laku di Koran Radar Tasikmalaya (Jawa Pos Group) dan Koran Priangan (Pikiran Rakyat Group, Kompasiana.Com. Menulis semata-mata hobi dan niat Ibadah. Semoga bermanfaat....Salam....
Selasa, 31 Januari 2012
Minggu, 29 Januari 2012
Good Governance Dalam Persfektif Otonomi Daerah
Mengawali
tulisan ini, Saya ingin menggarisbawahi dua kata kunci dari judul diatas yaitu
Good Governance dan otonomi daerah. Dua istilah yang pada satu dasawarsa
terakhir mewarnai wacana dunia intelektual dan public yang menyangkut
kepemerintahan. Keduanya boleh jadi merupakan antitesis dari kondisi yang
selama ini berjalan diberbagai belahan dunia, sehingga desakan sebuah tata
kepemerinahan yang lebih berkeadilan, transparan, partisipatif mengemuka dengan
begitu derasnya.
Di Indonesia
sendiri sebagai bagian dari warga dunia tidak bisa melepaskan diri dari arus
perkembangan global tersebut, termasuk menyangkut nilai-nilai clean and good
governance atau tata pemerintahan yang baik dan bersih. Karena perjalanan
kenegaraan dan tata pemerintahan yang selama ini berjalan bersifat
sentralistik, militeristik, otoritarian, dan lekat dengan praktik KKN. meyakini
bahwa eksistensi, peran, tugas pokok dan fungsi Birokrasi sebagai pelayan
masyarakat dalam rangka mewujudkan segenap capaian dan target pemerintah daerah
sesuai visi dan misinya sangatlah menentukan. agaknya semangat dan kerja keras kalangan
birokrasi ini patutlah mendapatkan apresiasi yang selayaknya. Namun demikian
tentunya tuntutan untuk terus berupaya
meningkatkan kapasitas, kapabelitas, kerja keras dan cerdasnya dengan dilandasi
niat ikhlas mengabdi, demi kesejahteraan dan kemakmuran warga masyarakat
janganlah pernah berhenti. Bukankah Rasul mengatakan “ Khairunnaas Anfa’uhum
Linnaas” sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi
masyarakat. Sebagai abdi Negara yang berfungsi melayani, tentunya kemanfaatan
saudara-saudara sekalian haruslah benar-benar diwujudkan dengan memberikan yang
terbaik dari kedisiplinan sikap dan moral saudara, kemampuan ilmu dan
keterampilan kerja saudara, serta sikap melayani yang ramah dan penuh emphaty.
Sebagaimana kita
maklumi bersama, bahwa saat ini kita hidup dalam pusaran waktu yang bergerak
sedemikian cepat, perubahan demi perubahan seakan tak henti terjadi, termasuk
dalam hal pelaksanaan pemerintahan di Republik ini. Berbagai pola dan system
pemerintahan berlangsung silih berganti, berubah mengikuti semangat untuk terus
mengarah pada frame system pemerintahan yang ideal sesuai dengan perkembangan
masyarakat Bangsa kita. Setidaknya kita dapat membaca tiga UU menyangkut
Pemerintahan daerah, yaitu UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999 dan
terakhir UU No. 32 Tahun 2004 yang saat
ini menjadi acuan pelaksanaan pemerintahan daerah, bahkan kabarnya UU No. 32
ini pun saat ini ada upaya-upaya untuk direvisi kembali.
Hal yang paling
pokok dari UU No. 32 Tahun 2004 adalah pemberian otonomi luas kepada daerah
yang dimaksudkan sebagai upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan partisipasi masyarakat.
Selain itu pula melalui otonomi luas ini daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, kekhususan, potensi, dan keanekaragaman daerah dalam system
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai filosofis dan tujuan utama
desentralisasi dan otonomi daerah itu bermuara pada dua hal, yaitu :
Pertama,
Tujuan Politik yang memposisikan pemerintah daerah sebagai medium pendidikan
politik di tingkat local, regional, dan nasional atau demokratisasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karenanya dalam hal pemilihan Kepala
Daerah dilaksanakan secara langsung oleh Rakyat, tidak lagi oleh DPRD. Dipilihnya
secara langsung oleh rakyat ini tentunya merupakan salah satu bentuk tujuan dan
filosofi dari adanya system desentralisasi pemerintahan daerah, yang secara
politik juga menunjukan model pendidikan dan pemberdayaan politik rakyat.
Sehingga rakyat menentukan sendiri pilihan politiknya dalam rangka pelaksanaan
pemerintahan daerah.
Kedua,
Tujuan Administratif yaitu memposisikan pemerintahan daerah sebagai pelayan
masyarakat (birokrasi) yang effisien, effektif, ekonomis dan akuntabel. Dalam
tataran teknis, apa yang digambarkan dalam cermin besar, tema, dan visi misi
serta strategi program yang selama kampanye disampaikan kepada masyarakat
Kabupaten Tasikmalaya diimplementasikan dalam wujud kerja nyata yang dirancang
berdasar Rencana Strategis, Arah Kebijakan Umum, RPJMD dimana birokrasi
termasuk menjadi bagian penting di dalamnya. Oleh karena itulah, Jika sebagai Bupati/Walikota
maupun wakilnya memiliki tanggungjawab dan akuntabilitas Politik kepada Publik
sebagai pemilih, mewujudkan ekspektasinya, maka Birokrasi, selaku aparatur
pemerintahan memiliki tanggungjawab dan akuntabilitas public atas peran dan
pencapaian tujuan administrative dari berlangsungnya proses pemerintahan di
daerah sebagaimana telah digariskan dalam visi Bupati/Wakil Bupati Walikota/Wakil
Walikota terpilih yang kemudian menjadi visi pemerintahannya.
Perlu kita
pahami bersama, bahwa perkembangan dan tuntutan masyarakat semakin hari semakin
tajam. Kita sudah tidak bisa lagi main-main dalam hal mengimplementasikan
sebuah tata kepemerintahan yang baik dan bersih ( clean and good
governance). Konsep Good Governance berangkat dari perkembangan wacana
berbagai model pembenahan birokrasi dalam kaitannya dengan reformasi manajemen
pemerintahan. Pemerintahan yang bersifat
klasik menempatkan institusi pemerintah sebagai actor dominant dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Selain itu, urgensi perlunya melakukan reformasi manajmen
pemerintahan ini juga diperkuat dengan adanya kebutuhan untuk mengantisipasi
berbagai perubahan yang tidak dapat diprediksi dan berlangsung cepat dalam
lingkungan system politik. Dan Perubahan ini berlangsung baik dalam level
global, nasional maupun local.
Dalam tataran
global, pada dasarnya perubahan-perubahan penting berlangsung sejalan dengan
kebutuhan untuk meningkatkan akumulasi capital (modal), sejalan dengan
meluasnya isu globalisasi yang hampir mewarnai seluruh aspek interaksi social.
Prinsip dasar liberalisme dan kapitalisme global ini adalah bagaimana
merekonstruksi tata kenegaraan di negera-negara berkembang, dari yang tadinya
peran Negara begitu dominant, menuju pada model perwujudan peran dan ruang penyelenggaraan pemerintahan yang membuka
ruang yang lebih besar bagi masyarakat untuk berpatisipasi. Oleh karenanya,
dikembangkanlah isu-isu good governance, civil society, empowerment, dan
sebagainya. Dalam konteks kapitalisme global yang dibutuhkan adalah skema kerja pemerintahan yang bersih (agar dana
internasonal tidak dikorupsi), bertanggungjawab (agar dana pinjaman bisa
dikembalikan), dan transparan (agar masyarakat bisa melakukan control
Dan dengan demikian tidak terjadi ekses yang merugikan investasi).
Di Negara kita
tuntutan untuk terwujudnya Good governance ini juga kencang disuarakan. Saat
reformasi pertama kali bergulir pada Tahun 1998 pusaran tuntutan semakin
kencang, sementara hari ini kita mulai menemukan jejak-jejak pemetaan tata
pemerintahan yang lebih tertib dan ajeg dengan terus diciptakannya berbagai
aturan perundang-undangan yang mengatur pola dan system pemerintahan yang
memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas. Sepertinya sudah menjadi hal yang
mutlak bagi kita yang berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk
selalu memperhitungkan dan mempertanggungjawabkan “Apa kontribusi dari
setiap dana keuangan negara/daerah terhadap pencapaian tujuan bernegara”
sebagaimana diamanatkan undang-undang. Semangat perubahan paradigma
pemerintahan dari yang bersifat sentralistik kepada desentralisasi, dari
militeristik kepada pemerintahan sipil, dari totaliter kepada demokrasi
mengandung konsekwensi yang mempengaruhi pula terhadap perubahan Paradigma
pemerintahan. Yang tadinya aparat seolah menjadi abdi Negara yang justru harus
dilayani rakyat, menjadi pelayan rakyat. Dan agaknya paradigma pemerintahan
yang baik dan bersih atau clean and good governance itulah yang menjadi pilihan
semua Negara, termasuk Negara kita. Kita tak bias menghindari tuntutan kea rah
perbaikan system penyelenggaraan pemerintahan tersebut dengan mensyaratkan prinsip-prinsip pemerintahan yang bertumpu
pada “ Rule of the Law (Supremasi Hukum), kemanusiaan, keadilan, demokrasi,
partisipasi, transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas”, memiliki
komitmen tinggi terhadap tegaknya nilai dan prinsip “ desentralisasi, daya
guna, hasil guna, kepemerintahan yang bersih, dan bertanggungjawab dengan
berorientasi pada pengembangan system checks and balances”.
Dalam kaitannya
dengan proses pemerintahan daerah, aplikasi good governance dapat kita telaah
dari beberapa sisi diantaranya yaitu :Pertama, perspektif awal mengenai
persepsi dan proses kepemerintahan Good Governance dalam hal kedudukan
masyarakat sebagai sumber legitimasi pemerintah dengan proses melalui
perjanjian politik (PILKADA), dan mekanisme penyelesaian konflik melalui
dialogis dan mengembalikan penyelesaian pada peraturan/rule. Dari sini agaknya
kita harus benar-benar menempatkan bahwa posisi rakyat adalah tuan dari
kedaulatan Negara ini, pemilik sah dan bagian dari stakeholder pemerintahan
daerah yang harus menjadi pertimbangan utama. Rakyat yang harus dilayani oleh
kita, rakyat yang harus dijaga rasa amannya, dijamin kebebasannya, diberi
kesempatan untuk meraih kesejahteraan hidupnya. Good Governance akan membawa
pemerintahan daerah pada rule of the game pemerintahan antara proses timbal
balik antara kontrak politik yang rakyat berikan dengan terjaminnya sebuah tata
aturan yang menjadikan semua proses itu berlangsung dengan penghormatan
terhadap tegaknya aturan, bersumberkan pada kejernihan berpikir dan pola-pola
dialogis tanpa menggunakan pada “kekuasaan” semata.
Kedua,
hal-hal yang berkaitan dengan kerangka hubungan antar elemen kepemerintahan,
yakni dalam hal sifat masyarakat sebagai sumber legitimasi pemerintah, sifat
proses perjanjian politik, konsep struktur dan solidaritas masyarakat,
pendekatan hubungan antara pemerintah dan masyarakat, proses pembentukan
identitas dan makna kebersamaan, proses terjadinya kesepakatan, dan
keseimbangan sistemis dari pembagian peran para pelaku kepemerintahan.
Aplikasikan hal ini dalam kerangka membangun sebuah tatanan system birokrasi
yang “ kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit”, “kalau bisa
dibuat murah, kenapa harus dibikin mahal, kalau bisa dibuat cepat,
kenapa harus diperlama”. Selain itu juga harus terbangun koordinasi lintas
sektoral yang solid, harus ada kesepahaman bahwa ketika sebuah program dijalankan,
itu mestilah didukung dari berbagai aspek penentu dan penunjangnya. Disamping
itu juga pendekatan yang mesti dikedepankan adalah pendekatan kinerja dan hasil
maksimal yang dicapai (effektifitas dan effisiensi).
Ketiga,
hal-hal yang berkaitan dengan identifikasi tentang proses kepemerintahan, yakni
dalam hal adanya upaya untuk mencapai kesepakatan, adanya proses kesepakatan
atas suatu preferensi bersama, adanya mekanisme untuk mencapai keseimbangan
hubungan antara pemerintah dan masyarakat, adanya peran serta masyarakat dan
pengawasan masyarakat terhadap pemerintah. Ini berkaitan dengan bagaimana
sebuah visi bupati/walikota, visi pemerintah daerah menjadi visi seluruh warga
masyarakat. Kesepakatan konsep, pelaksanaan operasionalisasinya, dan indicator keberhasilan
serta akuntabilitasnya terhadap masyarakat harus benar-benar transparan.
Sehingga masyarakat akan merasakan akan adanya hasil dari kerja yang kita
lakukan, merasakan adanya perubahan keadaan dan kondisi.
Keempat,
hal-hal yang berbeda berkaitan dengan kerangka dasar-dasar kepemerintahan,
yakni dalam hal definisi esensi kepemerintahan mengenai nilai kebaikan
kepemerintahan, signifikansi kedudukan peraturan dalam berjalannya proses
hubungan, standar dan ukuran legitimasi pemerintah, standar pengambilan
keputusan, ada tidaknya hirarki pengambilan keputusan, sumber nilai dari
preferensi, landasan nilai kerjasama, dan dalam hal pembentukan peraturan,
sifat dan sumbemya, serta mekanisme pengimplementasian dan pengawasannya.
Inilah agaknya yang menjadi rumusan lengkap bagaimana pemerintahan baik itu
dapat diaplikasikan. Dan menurut hemat saya bahwa hal mendasar yang harus
dimiliki sejak awal adalah kesediaan untuk mencoba berubah, dan terus berupaya
menuju performance aparatur pemerintahan daerah yang memenuhi prinsip-prinsip
Good Governance tadi.
Penutup
Akhirnya, Saya ingin menggaris
bawahi beberapa hal sebagai penutup tulisan saya, bahwa bagi kita sebagai
aparatur pemerintahan, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki,
kehidupan social masyarakat yang religius, dan wilayah kerja yang terpencar
sedemikian rupa adalah bentuk medan pertempuran yang mesti kita hadapi bersama,
dimana musuh bersama kita adalah kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan
ketidakdisiplinan. Untuk itu, dalam upaya menyingkirkan semua itu marilah kita
mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal yang kecil, dan mulai dari sekarang
kita berikan yang terbaik dari apa yang kita punya, menunjukan yang terbaik
bagi rakyat, agar kita mampu berdiri tegak sebagai bangsa yang pemerintahannya
baik bersih dan memiliki visi nyata yang handak kita raih dimasa yang akan
datang.
Wakil dan Tawakal Dalam Hidup
Ini bukan membahas tentang wakil dalam perspektif politik. Tak
menyangkut Wakil dalam konteks pemerintahan Wakil Presiden, Wakil
Gubernur, Wakil Bupati/walikota, wakil RW ataupun RT. Membahas masalah
wakil dalam konteks semua hal diatas biasanya kalo istilah sahabat saya
yang ketua FTUB Ustadz Latief “ Bikin nyeri beuteung”. Terlebih saat ini
di kabupaten Tasikmalaya sedang mulai hangat pembicaraan mengenai
pi-Bupati-eun dan Pi-Wakil-eun yang akan memimpin Kabupaten Tasikmalaya
periode 2011-2016 melalui perhelatan Pemilukada tanggal 9 januari 2010
nanti
Terus terang saya memaksakan diri untuk menulis lagi karena
tanpa sengaja membaca salah satu sub judul bahasan dalam buku Tafsir
Sosial karya Haryono Abdul Ghafuur M.Ag yang tergeletak dalam tumpukan
berkas-berkas pekerjaan. Saya tergoda judul tulisan Tawakal dengan judul
turunannya Mufradat Wakil dan Tawakal. bahasan tentang mufradat itu
agak menarik juga. Kata Wakil dan tawakkal berasal dari satu akar kata
yang sama yaitu dari kata wa-ka-la, ya-ki-lu. Yang berarti mewakili atau
mewakilkan. Atau lebih lengkapnya dalam definisi secara istilahi adalah
pengandalan pihak lain tentang urusan yang seharusnya ditangani oleh
yang mengandalkan.
Seseorang yang mewakilkan sesuatu kepada orang
lain, maka sebenarnya dia telah menjadikan wakilnya itu sebagai dirinya
sendiri dalam mengelola sesuatu atau persoalan yang diwakilkan tersebut,
sehingga yang diwakilkan tersebut (wakil) dapat melaksanakan apa yang
dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya. Dengan
kata lain, wakil memiliki otoritas untuk melaksanakan dan bertindak
selaku orang yang mempercayakan perwakilan kepadanya (hal 29).
Dalam
keseharian kita, sering mendengar banyak istilah ada wakil rakyat,
Wakil Presiden, Wakil Gubernur, Wakil Bupati/walikota, wakil RW ataupun
RT dalam mu’amalah juga ada akad wakalah, yaitu menitipkan sesuatu pada
orang lain yang dipercayai untuk memelihara dan menjaganya. Seorang
wakil rakyat tentu diberi amanah dan kepercayaan untuk mewakili rakyat
yang memberinya perwakilan untuk melaksanakan tugas bagaimana sesuai
dengan keinginan rakyat yang memberinya kepercayaan. Begitu pula dalam
konteks jabatan publik semisal wapres/wagub/wabup/ wawalikota dan
wakil-wakil lainnya. Sangatlah luar biasa mereka yang dengan kelapangan
luar biasa mengatakan “Saya ini walau bagaimanapun tetap wakil”
sebagaimana luar biasanya mereka mampu menjaga harmonisasi hubungan
diantaranya, Oleh sebab itu, dalam konteks hubungan antar manusia konsep
wa-ka-la itu bermakna memelihara dan melindungi yang tentunya dibatasi
oleh ruang dan waktu serta tingkat kepercayaan yang diberikan dari
manusia lain yang memberi perwakilan.
Oleh karenanya dalam proses
wakil mewakili ada iman, kepercayaan dan amanah yang harus dijaga dan
dipelihara antara yang memberi dan menerima tugas mewakili tersebut. Tak
elok pula rasanya jika yang dipercayai sebagai wakil tidak diberi ruang
proporsionalitas sebagaimana beban dan tanggungjawab seperti orang yang
member amanah perwakilan. Karena sekali lagi, jika merunut pada
kosakata Wa-ka-la tadi sangatlah melekat orang yang diberikan
kepercayaan untuk mewakili dengan orang yang memberi kepercayaan.
Terlebih misalnya legitimasi pelimpahannya sebagai wakil itu di perkuat
dengan pilihan langsung dari rakyat sebagai sumber pemberi amanah utama
yang hakiki.
Tawakkal adalah proses penyerahan atau pelimpahan
kepercayaan kepada yang lain dengan disertai usaha atau ikhtiar. Untuk
bertawakkal perlu ada langkah-langkah yang baik, diantaranya, Pertama,
kalau memasuki suatu masyarakat, maka hormatilah kebiasaan atau adat
mereka, Kedua, kalau kita ingin menyelesaikan urusan dengan terhormat,
masukilah secara terbuka, bukan melalui ‘pintu belakang”, Ketiga, Jangan
berbelit-belit. Keempat, Kalau ingin berhasil dalam pekerjaan, maka
siapkanlah segala sesuatu yang diperlukan dengan baik.(Yusuf Ali:75)
Seorang
wakil adalah seseorang yang memiliki spirit tawakkal. Konsep tawakkal
kepada Allah adalah meyakini bahwa seluruh mahluk (pada hakikatnya)
tidak member bahaya, kemanfaatan, dan tidak member maupun mencegah. Tak
heran karenanya orang yang memiliki sifat tawakkal, dia akan masuk surge
tanpa melalui proses perhitungan amal. Nabi Daud berkata kepada
Sulaiman, putranya “ Anakku, ada tiga hal yang bias dijadikan sebagi
petunjuk ketakwaan seseorang, Pertama, memiliki sikap tawakkal yang
benar pada sesuatu yang akan dating atau sedang didapatkannya. Kedua,
memiliki kerelaan yang benar terhadap segala sesuatu yang telah
didapatnya, Ketiga, memiliki sifat sabar yang benar terhadap sesuatu
yang tidak didapatnya.
Menjaga keseimbangan..
Terkadang hidup memberikan pilihan yang sulit. tapi dibalik itu semua
terhampar banyak kemudahan. reaksi kita akan apa yang ada d depan kita
sering membuat kita seolah-olah manusia paling menderita. padahal nikmat
yang selama ini kita reguk sedemikian banyaknya. tentang rasa adalah
topik yang membuat manusia seakan terkena serangan virus yang mematikan,
jika tak disertai logika-logika. di hadapanku ada sebongkah asa dari
rasa yang terlambat datang.
Menjadi virus yang menyerang sel-sel darah pertahanan jiwaku. Selalu mewarnai hari dan ingatanku. pikiran negatif dari berbagai peristiwa menjadi serangan bertubi-tubi yang membuatku banyak bertanya. Sementara kesucian yang selama ini menyertaiku dalam rentang perjuangan panjang derita, perjalanan tertatih-tatihku menjadi bayangan yang terkadang bersembunyi dalam diamnya.
Aku menjadi manusia yang tidak pandai bersyukur jika aku merunut pada apa yang telah aku lihat di sekelilingku. sementara asa yang membentang dihadapanku memberiku banyak ranjau tak bertepi, memberiku letupan-letupan emosional yang menenggelamkan rasionalitasku.Aku akan mewujudkannya dalam keseimbangan jiwa. bahwa menikmati keadaan dengan potensi-potensi positif yang ada dalam diri lebih menyehatkan, ketimbang menjadikan ruhani kita terjajah percuma.
Aku akan menjadi pribadi merdeka, yang akan melihat kehidupan dengan kecerahannya. awan gelap itu beringsut pergi, seketika kecerahan mentari yang menyertai. aku akan menitipkan hidupku sesuai kehendak takdir dan kehendak syari'at yang ku jalankan. jika itu telah menjadi Pilihan hidup aku akan menerimanya dengan segala kepasrahan total Kepada Tuhan yang maha kuasa.
Menjadi virus yang menyerang sel-sel darah pertahanan jiwaku. Selalu mewarnai hari dan ingatanku. pikiran negatif dari berbagai peristiwa menjadi serangan bertubi-tubi yang membuatku banyak bertanya. Sementara kesucian yang selama ini menyertaiku dalam rentang perjuangan panjang derita, perjalanan tertatih-tatihku menjadi bayangan yang terkadang bersembunyi dalam diamnya.
Aku menjadi manusia yang tidak pandai bersyukur jika aku merunut pada apa yang telah aku lihat di sekelilingku. sementara asa yang membentang dihadapanku memberiku banyak ranjau tak bertepi, memberiku letupan-letupan emosional yang menenggelamkan rasionalitasku.Aku akan mewujudkannya dalam keseimbangan jiwa. bahwa menikmati keadaan dengan potensi-potensi positif yang ada dalam diri lebih menyehatkan, ketimbang menjadikan ruhani kita terjajah percuma.
Aku akan menjadi pribadi merdeka, yang akan melihat kehidupan dengan kecerahannya. awan gelap itu beringsut pergi, seketika kecerahan mentari yang menyertai. aku akan menitipkan hidupku sesuai kehendak takdir dan kehendak syari'at yang ku jalankan. jika itu telah menjadi Pilihan hidup aku akan menerimanya dengan segala kepasrahan total Kepada Tuhan yang maha kuasa.
Minta Tolonglah Dengan Sabar Dan Sholat
Sesaat Aku termenung
dengan ungkapan seseorang nun jauh disana. Yang menyebutkan titik lemah
kekuatanku. Spontan aku mengakuinya sebagai sebuah "Karumasaan". Nun di
lubuk hati paling dalam. Aku sangat-sangat mengakui akan sejarah hidup
yang telah kulewati, yang telah memberiku kelapangan dalam menyikapi
hidup. bahwa hidup bukan semata-mata keindahan dan kesenangan, terkadang
dia memberi air mata dan derita.
Saat pekat malam menemani dengan rasa dinginnya, aku terbayangkan sebuah episode hidup yang tak bisa ku elakan keniscayaannya. bahwa dia menjadi sympony dan pelangi saat hujan turun dalam terang matahari. Aku telah menjadi lelaki yang tak pernah malu menyikapi dan menerima keadaan apapun yang nyata ada di depan mata. Hati dan logikaku selalu kucoba seimbangkan.
Disaat lirih rintih dan harap do'a ku panjatkan, reaksi emosional yang selalu kau tunjukan telah menenggelamkan kegamangan ini menjadi tanda tanya takdir. segala galau dan beratnya ujian dan cobaan tak cukup diselesaikan dengan kata-kata. tak cukup dengan air mata. Aku butuh sandaran, aku butuh kedamaian, aku butuh pendinginan suasana hati dan pikiran. ingin ku hilangkan segala apapun yang menambah carut marut kekuatan berfikir dan langkahku. Hasbialloh...Cukup lah kiranya Sabar dan Sholat akan menolongmu...Perbanyaklah itu. biarkan Aku berakrobat dengan segala daya upaya dan kemampuanmu. jangan sekali-kali terus terperdaya oleh kekalutan rasa kehilangan. Karna Kehilangan bukanlah akhir Hidup. Kehilangan adalah bagian dari pelajaran Ikhlas. Sifat dan karakternya para wali dan orang-orang sholeh...Wasta'iinuu bishshobri Washsholaat..Fainnahaa lakabiiratun illaa 'alal khaasyi'iin.
Saat pekat malam menemani dengan rasa dinginnya, aku terbayangkan sebuah episode hidup yang tak bisa ku elakan keniscayaannya. bahwa dia menjadi sympony dan pelangi saat hujan turun dalam terang matahari. Aku telah menjadi lelaki yang tak pernah malu menyikapi dan menerima keadaan apapun yang nyata ada di depan mata. Hati dan logikaku selalu kucoba seimbangkan.
Disaat lirih rintih dan harap do'a ku panjatkan, reaksi emosional yang selalu kau tunjukan telah menenggelamkan kegamangan ini menjadi tanda tanya takdir. segala galau dan beratnya ujian dan cobaan tak cukup diselesaikan dengan kata-kata. tak cukup dengan air mata. Aku butuh sandaran, aku butuh kedamaian, aku butuh pendinginan suasana hati dan pikiran. ingin ku hilangkan segala apapun yang menambah carut marut kekuatan berfikir dan langkahku. Hasbialloh...Cukup lah kiranya Sabar dan Sholat akan menolongmu...Perbanyaklah itu. biarkan Aku berakrobat dengan segala daya upaya dan kemampuanmu. jangan sekali-kali terus terperdaya oleh kekalutan rasa kehilangan. Karna Kehilangan bukanlah akhir Hidup. Kehilangan adalah bagian dari pelajaran Ikhlas. Sifat dan karakternya para wali dan orang-orang sholeh...Wasta'iinuu bishshobri Washsholaat..Fainnahaa lakabiiratun illaa 'alal khaasyi'iin.
Film "Tanda Tanya" Dan Indahnya Perbedaan
Seorang teman aktifis
pergerakan mengajak saya menonton sebuah film yang katanya sangat bagus
dan sayang dilewatkan. Atas nama kepenasaranan saya mengiyakan untuk
nonton bareng. Sebelumnya memori saya memang menerawang pada segudang
karya yang dihasilkan sang sutradara Hanung Bramantyo, sedikit dari
sineas bertangan dingin yang dimiliki negeri ini, yang karya karyanya
selalu memberikan warna tersendiri dan mencerahkan jiwa.
Dari judul filmnya saja, sudah memberikan ketertarikan tersendiri, “?” Tanda Tanya. Dalam sebuah wawancara di televisi, Hanung mempersilahkan penonton untuk memberikan judul sendiri. Terserah bagaimana penonton membaca dan menginterpretasikan setiap adegan dalam film tersebut. Dan memang film itu secara utuh menggambarkan sebuah pesan yang begitu mendalam dalam konteks realitas kehidupan kita sebagai sebuah bangsa yang “Bhineka Tunggal Ika” dengan balutan yang apik, menyentuh, dan berangkat dari realitas kesejarahan social yang terjadi akhir-akhir ini. Sehingga dalam sub judulnya muncul pertanyaan “Masih pentingkah kita untuk berbeda?” sebuah ungkapan protes betapa hari ini kita sudah mulai tak lagi menghargai realitas social yang berbeda, sudah tak lagi menghargai perbedaan, yang padahal itu menjadi kenyataan yang seharusnya menjadi rahmat, sebagaimana Rasul juga mengatakan “ikhtilaafu ummati rahmatun” bahwa perbedaan diantara ummatku adalah rahmat.
“Tanda Tanya” Membaca Realitas Sosial
Film “Tanda Tanya” mengambil latar sosial di wilayah Pasar Baru Semarang, entitas sosial kesukuan Jawa, Cina, latar belakang agama, Islam, konghucu, katolik, latar social ekonomi dan relasi komunikasi social antara sosok Keluarga Pemilik restoran Cina (Koko, istrinya, dan Fien Hen anaknya) dan para pegawainya yang notabene beragama Islam dengan karakter Menuk salah satunya yang diperankan Revalina S Temat. Situasi dalam restoran itu sendiri yang didalamnya menyediakan menu makanan babi dan non babi, perkakas masak yg terpisah, suasana kekeluargaan yang dijalankan, serta bebas menjalankan ibadah sholat.
Selain itu pula terdapat karakter peran yang kuat dijalankan oleh sosok Soleh suaminya Menuk yang pengangguran, merasa tak berdaya dan tak berguna ketika dihadapkan pada sutuasi bahwa yang menghidupi keluarganya adalah sang istri yang bekerja sebagai pelayan restoran cina tersebut, sementara anaknya si Koko memiliki sejarah Cinta dengan istrinya tersebut, Menuk memilih Soleh dibandingkan Fien Hen karena alasan bahwa Soleh taat beragama, sebuah alasan yang bagi Ko Hen tak bisa diterima dan membuatnya tak serius membantu Bapaknya mengelola restoran, lebih memilih hidup liar di luar serta selalu menunjukan sikap sinis dan kecewa pada Menuk dan Soleh suaminya.
Menarik juga tokoh anak bernama Abi dan mamahnya yang pindah agama dari Islam ke Katolik, pertentangan psikologis seorang anak kecil yang Islam dan mamahnya yang Katolik, juga sosok Lelaki yang terusir dari kost an karena 4 bulan menunggak, tinggal dimasjid dan selalu bermain dalam film hanya sebagai tokoh jahat atau hanya figuran semata, yang karena kedekatannya dengan sosok mamahnya Abi mendapatkan peran utama sebagai tokoh Yesus dalam drama yang dipentaskan di gereja, yang tentu dengan bayaran yang besar.
Kita dapat menyaksikan bagaimana perang bathin dalam setiap sequel cerita di dalamnya. Saat sosok mamahnya Abi dimintai pendapat tertulis untuk menjelaskan tentang Tuhan di gerekja oleh sang Romo, dia menulis “ Tuhan adalah ar Rahim maha pengasih, Ar-Rahman maha penyayang, al-Malik maha menguasai, al-Quddus, maha suci, as-Salam maha menyelamatkan, al-Muhaimin maha menjaga…dst” penjelasan tentang Tuhan di geraja yang justru di ambil dari al asma’ul husna dalam pemahaman keagamaan Islam yang tentu membuat jemaat gereja yang lain terheran-heran. Lalu bagaimana sosok teman lelaki mamahnya Abi (saya lupa nama dalam film itu..hehe), saat dia harus memerankan sosok Yesus dalam dramanya, dia begitu maksimal memerankan sosok Yesus dalam drama tersebut, dengan diiringi rintih bathin sesudahnya saat membaca surat Al-ikhlas di Mesjid tempatnya mmenitipkan malam. yang tentu pesannya bagi Muslim berkait dengan “Ke-Esa-an” Allah SWT.
Adegan lain yang menurut saya cukup dramatis adalah saat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Natal. Saat Hari Raya Idul Fitri Si Koko Pemilik Restoran Cina selalu mengeluarkan kebijakan meliburkan selama lima hari, Tapi Si Fien Hen karena ke egoan saat mulai ikut terjun mengurus restoran akibat keadaan bapaknya yg sakit mengambil keputusan berbeda, hari kedua dia membuka restorannya, dan dipimpin Soleh Restoran itu diserbu massa, dirusak hingga hancur berantakan, kondisi ini membuat si Koko pemilik restoran sakitnya tambah parah hingga meninggal ikut terkena pukulan kayu Soleh yang notabene suaminya Menuk yang karyawan restoran itu, anaknya Si Fien Hen juga shock, sambil menangis dalam porak porandanya tempat usaha leluhurnya, dia menemukan buku Al-Asmaul Husna, dia menyadari mengapa bapaknya memiliki sikap toleransi yang begitu tinggi, baik dengan karyawannya yang mesti berbeda agama dan keyakinan, dalam tarikan nafasnya yang terakhir dia membisikan pada anaknya agar memilih Islam, dan si Fien Hen pun masuk Islam dan mengganti restorannya menjadi Restoran Cina Barokah yang halal.
Dalam bagian lain diceritakan pula Soleh suaminya Menuk sudah mendapatkan “pekerjaan” sebagai anggota Banser (Barisan Anshor Serbaguna), saya cukup tersenyum juga saat Soleh dengan bangganya mengungkapkan hal itu, Soleh dengan gagahnya menggunakan seragam Banser yang dalam film itu dimunculkan tugasnya ikut berjaga dalam pengamanan perayaan natal di Gereja, meski dalam benaknya muncul pertanyaan dan didialogkan dengan sesama anggota Banser yang lain “Kenapa kita harus ikut menjaga gereja” dan dijawab bahwa tugas itupun merupakan tugas mulia yang merupakan Jihad kemanusiaan kita selaku muslim, setelahnya Islam banyak dikotori oleh peristiwa terror bom yang atas nama jihad. Sampai saat Soleh berjaga di Gereja menemukan kardus berisi bom dan dengan gagah dan yakinnya menunjukan arti dan maknanya bagi hidup dan kehidupan, dia meninggal bersama meledaknya bom itu dengan berucap “Laa Ilaaha Illallaah”.
Agama, Keindonesiaan dan Kemanusiaan
Film ini ingin menunjukan bahwa betapa pentingnya kita saling menghormati dan menghargai. Betapa toleransi beragama itu menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam konteks hubungan sosial kita. Kita beragama sesuai keyakinan kita masing-masing, dan kita pun bisa tetap saling bekerjasama, saling memberikan nilai penghormatan yang akan menjamin terciptanya keharmonisan. Keharmonisan dalam kehidupan privat kita di rumah tangga, maupun keharmonisan dalam kehidupan komunal kita selaku warga bangsa.
Frame Toleransi dan kebangsaan yang ditunjukan sosok-sosok dalam film itu, termasuk pemunculan karakter muslim taat seorang Soleh melalui aktifitas Gerakan Pemuda Anshor melalui peran Bansernya yang selalu ikut andil menjaga keamanan dan kerukunan dalam konteks kemanusiaan menjadi kata kunci kita, bahwa berjihad dalam Islam melalui terror bom bunuh diri yang menghilangkan jiwa-jiwa tak berdosa, aksi-aksi pengrusakan, yang dilabeli “Islam” yang memiliki keyakinan “merasa benar di jalan yang sesat” kalau istilah sastrawan D. Zawawi Imran, yang menimbulkan ketakutan dan keresahan dikalangan sesame anak bangsa, bukanlah satu kebenaran Islam yang hakiki. Kita bisa menunjukan Jihad dengan cara yang lain yaitu Jihad kemanusiaan, ikut memuliakan manusia, saling menyayangi dan mengasihi sesuai hadist qudsi yang menyatakan “ irhamuu man fil ardl, yarhamukum man fissyamaa’i” sayangilah segala apa yang ada di muka bumi, maka kalian akan disayang oleh semua yang ada di langit”.
Film itu sejatinya juga memberi ruang dan tempat tertentu bagi satu pengakuan yang jujur pula, bahwa terdapat entitas Keislaman mayoritas di Republik ini yang mampu menunjukan perannya sebagai “Muslim Taat” dan juga sebagai warga bangsa Indonesia dengan sangat baik (dalam hal ini Hanung sepertinya merujuk pada entitas Banser sebagai bagian dari GP Anshor, ormas kepemudaan yang merupakan anak tertua dari ormas keagamaan Nahdlatul Ulama yang notabene pengikut Islam mayoritas di republik ini), bahkan dalam view nya didinding rumah Soleh terdapat beberapa poster Alm. KH.Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan icon NU dan icon perjuangan toleransi dan pluralisme di Indonesia Entitas Islam dengan pemahaman Bahwa Keislaman, Keindonesiaan dan Kemanusiaan adalah menjadi mantra yang akan menjadi dan menjaga surga kedamaian, kerukunan, keharmonisan kehidupan social di Republik ini.
Atau kalau menurut Ahmad Syafii Maarif mantan Ketum PP Muhammadiyah diidentifikasikan sebagai Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan Negara. Sebauh Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama kita yang beragam; sebuah Islam yang memberikan keadilan, kenyamanan, keamanan, dan perlindungan kepada semua orang yang berdiam di nusantara ini, tanpa diskriminasi, apapun agama yang diikutinya atau tidak diikutinya, Sebuah Islam yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat miskin, sekalipun ajarannya sangat anti kemiskinan. Sebuah Islam yang benar benar Rahmatan Lil ‘Alamiin, menjadi rahmat bagi seakalian alam. Dan tentu film “Tanda Tanya” ingin mengetuk setiap anak bangsa dari manapun entitas ras, suku, budaya, agamanya untuk selalu menerima takdir perbedaan itu sebagai suatu anugrah yang Tuhan Yang Maha Kuasa berikan pada kita sebagai warga bangsa. Jadi pemeluk agama apapun di Republik ini, suku dan ras manapun, Cina, Jawa, Sunda, Batak, untuk bisa saling menghargai dan menghormati. Mantaplah Bang Hanung..!
Dari judul filmnya saja, sudah memberikan ketertarikan tersendiri, “?” Tanda Tanya. Dalam sebuah wawancara di televisi, Hanung mempersilahkan penonton untuk memberikan judul sendiri. Terserah bagaimana penonton membaca dan menginterpretasikan setiap adegan dalam film tersebut. Dan memang film itu secara utuh menggambarkan sebuah pesan yang begitu mendalam dalam konteks realitas kehidupan kita sebagai sebuah bangsa yang “Bhineka Tunggal Ika” dengan balutan yang apik, menyentuh, dan berangkat dari realitas kesejarahan social yang terjadi akhir-akhir ini. Sehingga dalam sub judulnya muncul pertanyaan “Masih pentingkah kita untuk berbeda?” sebuah ungkapan protes betapa hari ini kita sudah mulai tak lagi menghargai realitas social yang berbeda, sudah tak lagi menghargai perbedaan, yang padahal itu menjadi kenyataan yang seharusnya menjadi rahmat, sebagaimana Rasul juga mengatakan “ikhtilaafu ummati rahmatun” bahwa perbedaan diantara ummatku adalah rahmat.
“Tanda Tanya” Membaca Realitas Sosial
Film “Tanda Tanya” mengambil latar sosial di wilayah Pasar Baru Semarang, entitas sosial kesukuan Jawa, Cina, latar belakang agama, Islam, konghucu, katolik, latar social ekonomi dan relasi komunikasi social antara sosok Keluarga Pemilik restoran Cina (Koko, istrinya, dan Fien Hen anaknya) dan para pegawainya yang notabene beragama Islam dengan karakter Menuk salah satunya yang diperankan Revalina S Temat. Situasi dalam restoran itu sendiri yang didalamnya menyediakan menu makanan babi dan non babi, perkakas masak yg terpisah, suasana kekeluargaan yang dijalankan, serta bebas menjalankan ibadah sholat.
Selain itu pula terdapat karakter peran yang kuat dijalankan oleh sosok Soleh suaminya Menuk yang pengangguran, merasa tak berdaya dan tak berguna ketika dihadapkan pada sutuasi bahwa yang menghidupi keluarganya adalah sang istri yang bekerja sebagai pelayan restoran cina tersebut, sementara anaknya si Koko memiliki sejarah Cinta dengan istrinya tersebut, Menuk memilih Soleh dibandingkan Fien Hen karena alasan bahwa Soleh taat beragama, sebuah alasan yang bagi Ko Hen tak bisa diterima dan membuatnya tak serius membantu Bapaknya mengelola restoran, lebih memilih hidup liar di luar serta selalu menunjukan sikap sinis dan kecewa pada Menuk dan Soleh suaminya.
Menarik juga tokoh anak bernama Abi dan mamahnya yang pindah agama dari Islam ke Katolik, pertentangan psikologis seorang anak kecil yang Islam dan mamahnya yang Katolik, juga sosok Lelaki yang terusir dari kost an karena 4 bulan menunggak, tinggal dimasjid dan selalu bermain dalam film hanya sebagai tokoh jahat atau hanya figuran semata, yang karena kedekatannya dengan sosok mamahnya Abi mendapatkan peran utama sebagai tokoh Yesus dalam drama yang dipentaskan di gereja, yang tentu dengan bayaran yang besar.
Kita dapat menyaksikan bagaimana perang bathin dalam setiap sequel cerita di dalamnya. Saat sosok mamahnya Abi dimintai pendapat tertulis untuk menjelaskan tentang Tuhan di gerekja oleh sang Romo, dia menulis “ Tuhan adalah ar Rahim maha pengasih, Ar-Rahman maha penyayang, al-Malik maha menguasai, al-Quddus, maha suci, as-Salam maha menyelamatkan, al-Muhaimin maha menjaga…dst” penjelasan tentang Tuhan di geraja yang justru di ambil dari al asma’ul husna dalam pemahaman keagamaan Islam yang tentu membuat jemaat gereja yang lain terheran-heran. Lalu bagaimana sosok teman lelaki mamahnya Abi (saya lupa nama dalam film itu..hehe), saat dia harus memerankan sosok Yesus dalam dramanya, dia begitu maksimal memerankan sosok Yesus dalam drama tersebut, dengan diiringi rintih bathin sesudahnya saat membaca surat Al-ikhlas di Mesjid tempatnya mmenitipkan malam. yang tentu pesannya bagi Muslim berkait dengan “Ke-Esa-an” Allah SWT.
Adegan lain yang menurut saya cukup dramatis adalah saat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Natal. Saat Hari Raya Idul Fitri Si Koko Pemilik Restoran Cina selalu mengeluarkan kebijakan meliburkan selama lima hari, Tapi Si Fien Hen karena ke egoan saat mulai ikut terjun mengurus restoran akibat keadaan bapaknya yg sakit mengambil keputusan berbeda, hari kedua dia membuka restorannya, dan dipimpin Soleh Restoran itu diserbu massa, dirusak hingga hancur berantakan, kondisi ini membuat si Koko pemilik restoran sakitnya tambah parah hingga meninggal ikut terkena pukulan kayu Soleh yang notabene suaminya Menuk yang karyawan restoran itu, anaknya Si Fien Hen juga shock, sambil menangis dalam porak porandanya tempat usaha leluhurnya, dia menemukan buku Al-Asmaul Husna, dia menyadari mengapa bapaknya memiliki sikap toleransi yang begitu tinggi, baik dengan karyawannya yang mesti berbeda agama dan keyakinan, dalam tarikan nafasnya yang terakhir dia membisikan pada anaknya agar memilih Islam, dan si Fien Hen pun masuk Islam dan mengganti restorannya menjadi Restoran Cina Barokah yang halal.
Dalam bagian lain diceritakan pula Soleh suaminya Menuk sudah mendapatkan “pekerjaan” sebagai anggota Banser (Barisan Anshor Serbaguna), saya cukup tersenyum juga saat Soleh dengan bangganya mengungkapkan hal itu, Soleh dengan gagahnya menggunakan seragam Banser yang dalam film itu dimunculkan tugasnya ikut berjaga dalam pengamanan perayaan natal di Gereja, meski dalam benaknya muncul pertanyaan dan didialogkan dengan sesama anggota Banser yang lain “Kenapa kita harus ikut menjaga gereja” dan dijawab bahwa tugas itupun merupakan tugas mulia yang merupakan Jihad kemanusiaan kita selaku muslim, setelahnya Islam banyak dikotori oleh peristiwa terror bom yang atas nama jihad. Sampai saat Soleh berjaga di Gereja menemukan kardus berisi bom dan dengan gagah dan yakinnya menunjukan arti dan maknanya bagi hidup dan kehidupan, dia meninggal bersama meledaknya bom itu dengan berucap “Laa Ilaaha Illallaah”.
Agama, Keindonesiaan dan Kemanusiaan
Film ini ingin menunjukan bahwa betapa pentingnya kita saling menghormati dan menghargai. Betapa toleransi beragama itu menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam konteks hubungan sosial kita. Kita beragama sesuai keyakinan kita masing-masing, dan kita pun bisa tetap saling bekerjasama, saling memberikan nilai penghormatan yang akan menjamin terciptanya keharmonisan. Keharmonisan dalam kehidupan privat kita di rumah tangga, maupun keharmonisan dalam kehidupan komunal kita selaku warga bangsa.
Frame Toleransi dan kebangsaan yang ditunjukan sosok-sosok dalam film itu, termasuk pemunculan karakter muslim taat seorang Soleh melalui aktifitas Gerakan Pemuda Anshor melalui peran Bansernya yang selalu ikut andil menjaga keamanan dan kerukunan dalam konteks kemanusiaan menjadi kata kunci kita, bahwa berjihad dalam Islam melalui terror bom bunuh diri yang menghilangkan jiwa-jiwa tak berdosa, aksi-aksi pengrusakan, yang dilabeli “Islam” yang memiliki keyakinan “merasa benar di jalan yang sesat” kalau istilah sastrawan D. Zawawi Imran, yang menimbulkan ketakutan dan keresahan dikalangan sesame anak bangsa, bukanlah satu kebenaran Islam yang hakiki. Kita bisa menunjukan Jihad dengan cara yang lain yaitu Jihad kemanusiaan, ikut memuliakan manusia, saling menyayangi dan mengasihi sesuai hadist qudsi yang menyatakan “ irhamuu man fil ardl, yarhamukum man fissyamaa’i” sayangilah segala apa yang ada di muka bumi, maka kalian akan disayang oleh semua yang ada di langit”.
Film itu sejatinya juga memberi ruang dan tempat tertentu bagi satu pengakuan yang jujur pula, bahwa terdapat entitas Keislaman mayoritas di Republik ini yang mampu menunjukan perannya sebagai “Muslim Taat” dan juga sebagai warga bangsa Indonesia dengan sangat baik (dalam hal ini Hanung sepertinya merujuk pada entitas Banser sebagai bagian dari GP Anshor, ormas kepemudaan yang merupakan anak tertua dari ormas keagamaan Nahdlatul Ulama yang notabene pengikut Islam mayoritas di republik ini), bahkan dalam view nya didinding rumah Soleh terdapat beberapa poster Alm. KH.Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan icon NU dan icon perjuangan toleransi dan pluralisme di Indonesia Entitas Islam dengan pemahaman Bahwa Keislaman, Keindonesiaan dan Kemanusiaan adalah menjadi mantra yang akan menjadi dan menjaga surga kedamaian, kerukunan, keharmonisan kehidupan social di Republik ini.
Atau kalau menurut Ahmad Syafii Maarif mantan Ketum PP Muhammadiyah diidentifikasikan sebagai Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan Negara. Sebauh Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama kita yang beragam; sebuah Islam yang memberikan keadilan, kenyamanan, keamanan, dan perlindungan kepada semua orang yang berdiam di nusantara ini, tanpa diskriminasi, apapun agama yang diikutinya atau tidak diikutinya, Sebuah Islam yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat miskin, sekalipun ajarannya sangat anti kemiskinan. Sebuah Islam yang benar benar Rahmatan Lil ‘Alamiin, menjadi rahmat bagi seakalian alam. Dan tentu film “Tanda Tanya” ingin mengetuk setiap anak bangsa dari manapun entitas ras, suku, budaya, agamanya untuk selalu menerima takdir perbedaan itu sebagai suatu anugrah yang Tuhan Yang Maha Kuasa berikan pada kita sebagai warga bangsa. Jadi pemeluk agama apapun di Republik ini, suku dan ras manapun, Cina, Jawa, Sunda, Batak, untuk bisa saling menghargai dan menghormati. Mantaplah Bang Hanung..!
Kepemimpinan Huda: Antara Kekhawatiran Dan Harapan
Kepemimpinan
Bupati/Wakil Bupati H UU Ruzhanul Ulum dan H. Ade Sugianto sudah
berjalan hampir sebulan. Setiap terjadi sirkulasi kepemimpinan
pertanyaan yang muncul pasti berkisar dua hal, Apakah sama dengan
pemerintahan sebelumnya ataukah ada sesuatu yang berbeda. Aapakah
kepemimpinannya akan memberikan harapan ataukah akan meninggalkan
kekecewaan. Selalu dasar pijaklannya berawal dari ekspektasi yang
sedemikian besar akan terciptanya kondisi yang lebih baik, baik yang
berkaitan dengan jalannya tata kelola pemerintahan, maupun yang
berkaitan dengan terpenuhinya hajat hidup orang banyak menyangkut
terciptanya keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan lahir bathin
masyarakat Kabupaten Tasikmalaya.
Tulisan ini tidak hendak menjustifikasi sebuah sikap yang mencerminkan apatisme, namun dalam setiap permulaan apapun tetap harus disediakan ruang-ruang optimisme, celah harapan yang disisakan, selain sikap pesimis dan kekhawatiran. Bagaimanapun secara takdir dan faktual pasangan Huda ini telah dipilih melalui proses politik demokratis prosedural dimana masyarakat Kabupaten Tasikmalaya telah menunjukan pilihannya, terlepas apakah perjalanan tahapan Pilkada itu dari awal sampai akhir itu memenuhi kualifikasi standar demokrasi substansial ataukah tidak, yaitu proses demokrasi yang perjalanannya mencerminkan sesuatu yang baik, dan yang dihasilkan juga yang terbaik, baik dari sisi moralitas, kapabelitas, integritas, dan mencerminkan quantum ekspektasi atau lompatan harapan menuju kemaslahatan dan arah yang lebih baik.
Kenyataan Faktual Pasangan Huda
Kenyataan faktual yang hari ini kita terima adalah bahwa pasangan Bupati/wakil bupati merupakan politisi dari dua partai besar yang berbeda secara ideologis. Bupati UU Ruzhanul Ulum berangkat dari PPP sebagai partai Islam yang dalam beberapa periode pemilu menjadi pemenang di Kabupaten tasikmalaya, sementara H Ade Sugianto merupakan Ketua DPC PDIP. Adalah sesuatu yang sangat wajar, jika kepemimpinan di suatu daerah berasal dari dua kekuatan politik yang berbeda dalam perjalanannya selalu ada gesekan dan persaingan. Bupati boleh jadi beranggapan bahwa wakil tetaplah wakil, kebijakan utama tetap ada dalam genggaman tangannya, tidak akan pernah ada gambaran matahari kembar, sementara Wakil Bupati boleh jadi pula beranggapan bahwa jadinya pasangan ini adalah satu paket, jadi dalam hal pengelolaan pemerintahan juga sejatinya harus mencerminkan kerjasama saling menghargai diantara Bupati dan Wakil Bupati. Bagaimana format saling menghargai itu? Dalam hal kepemimpinan politik pemerintahan lekat dengan kepentingan, karena kekuasaan hakikatnya mencerminkan kepentingan yang abadi. Jadi pengertian saling menghargai itu tentu adalah pada bagaimana pembagian “kue” kekuasaan itu dilakukan secara proporsional, salah satunya dalam hal penempatan “kabinet” di level pejabat eselon II, III yang menjadi lokomotif pergerakan jalannya pemerintahan.
Sesuatu yang saling berkelit kelindan bahwa “kue” kekuasaan dalam hal penempatan personil berhubungan erat dengan gula-gula yang ada di dalamnya, lebih jauhnya lagi adalah porsi keberpihakan jangka panjangnya yang bersifat politik, bagaimana posisi Bupati dan Wakil Bupati itu mampu menopang upaya konsolidasi politik dari dua gerbong politik yang berbeda ideologis secara diametral tersebut. Bupati mungkin berpikir bagaimana mempertahankan Kabupaten Tasikmalaya itu agar tetap hijau, sementara Wakil Bupati ingin memerahkannya. Hal itu sah dan logis saja kalo dibaca semata politis. Hanya saja secara moral ideal, mudah-mudahan kita berharap, bahwa keduanya, pertama-tama dan utama yang ada dalam benaknya adalah memberikan kinerja terbaiknya memimpin kabupaten Tasikmalaya demi menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya.
Konsolidasi, Penguatan Fondasi Pemerintahan Dan Harmonisasi
Sangatlah penting kiranya kepemimpinan memikirkan sebuah frame kepemerintahan yang akan menjamin kokohnya fondasi jalannya pemerintahan. Pertama-tama dan utama tentu upaya konsolidasi internal layak dilakukan. Setelah event politik Pilkada pastilah terdapat suasana psikologis di kalangan birokrasi, terdapat Tiga kutub utama yang muncul dan terasa kelompok pendukung Huda, Kelompok yang kemarin tidak mendukung, dan kelompok kekuatan Mantan Bupati Tatang FH yang tentu masih menunjukan eksistensinya. Itu kalau dilihat secara politis, kalau dilihat secara non politis muncul pula fenomena STPDN dan non STPDN. Semua mestinya ditarik dalam wujud konsolidasi korps pemerintah daerah, bahwa saatnya bekerjasama dan sama-sama bekerja. Hilangkan sekat-sekat politis dan tarik menarik perkubuan. Hanya atas dasar pertimbangan profesionalisme, loyalitas pada aturan dan kapasitas serta kapabelitas, kepatutan dan kelayakanlah yang harus menjadi ukuran.
Seorang kawan yang orang dekat Bupati mengatakan pada penulis dengan gayanya yang khas, tentang ungkapan KH Abdul Aziz Affandi bahwa kemenangan H Uu sebagai Bupati adalah hal kecil bagi keluarga besar Ponpes Miftahul Huda Mnonjaya, tapi tijalikeuh atau gagalnya kepemimpinan Uu akan menjadi sesuatu yang sangat besar dampaknya bagi Huda, Hamida dan ulama serta pesantren pada umumnya. Jadi karenanya Hamida pada khususnya ikut bertanggungjawab menjaga dan mengawal kepemimpinan Bupati Uu agar berada dalam aturan normatif, dan menjalankan kepemimpinan dengan amanah dan shiddiq. Saya menyampaikan satu hal pada beliau bahwa seorang bupati dengan segala kewenangan dan kebijakannya ibarat memegang pisau bermata dua, jika kebijakannya tepat, sesuai aturan, maka masyarakat akan merasakan manfaat dan maslahatnya, jika sebaliknya maka pisau itu akan memotong lehernya sendiri.
Sangatlah penting kiranya langkah-langkah konsolidasi internal terlebih dahulu, pertama yakinkan publik tentang tentang kepemimpinan harmonis antara Bupati dan Wakilnya itu akan bisa berjalan selama 5 tahun, jangan seperti rumor yang berkembang di masayarakat, yang menunjukan sikap apatis dan pesimis rakyat, bahwa paling bulan madu keduanya hanya akan berlangsung selama 6 bulan, selebihnya akan “gentreng” paadu kasep disamping mungkin paadu konsep. Jika kenyataan pergesekan diaantara keduanya kenceng, muncul ke publik, maka asumsi kepala daerah/wakil kepala daerah yang murni politisi dengan gerbong partainya selalu tak pernah akur akan terbukti kenyataannya, dan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya pasti akan merasakan dampaknya, termasuk tentu kalangan birokrasi sebagai pelaksana administrasi pemerintahan.
Selain itu arah konsolidasi dan penguatan fondasi berada pada 4 pilar pokok plus keberadaan sekretaris daerah sebagai dirigen birokrasi. Yaitu Bappeda, Inspektorat, Dinas PPKAD, dan BKPLD. Keempat pilar itu harus benar-benar menjadi bidikan awal, langkah apa yang akan dilakukan selama lima tahun kedepan. Keempat lembaga itu berkaitan dengan persoalan sumberdaya manusia, sumber dana, perencanaan dan implementasi serta pengawasan pelaksanaan program-program yang akan dijalankan. Di keempat lemaga itu harus benar-benar disimpan orang yang kuat karakter kepemimpinan, kuat konsep dan penguasaan tupoksinya, serta tidak tercemari sikap-sikap politik yang berlebihan. Unsur profesionalisme dan daya tahan serta daya dobraknya harus kuat, jika cerminan yang hendak ditampilkan adalah kekuatan fondasi awal pemerintahan. Selebihnya melalui pola Baperjakat yang bebas intervensi pihak-pihak eksternal sebagaimana sebelum-sebelumnya, akan melebar kepada lembaga atau dinas lainnya baik dalam penempatan personil di eselon II maupun eselon III nya.
Ala kulli haal, semua kita berharap yang terbaik bagi masyarakat. Berharap ada harapan dari setiap kekhawatiran yang mungkin muncul. Semua kita takkan mampu melawan takdir yang telah terjadi. Sawaabiqul himaam laa tahruku aswaaral aqdar. Kuatnya keinginan takkan mampu mengoyak takdir. Takdir masyarakat Kabupaten Tasikmalaya dipimpin H Uu dan H Ade Sugianto, apapun dan bagaimanapun bukti dan kenyataannya. Terlepas sekali lagi dari bayangan dan ekspektasi idealitas figur kepemimpinan. Saat ini saatnya mereka berbuat, menunjukan bukti. Apakah mampu lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya ataukah sebaliknya. Baik kiranya jargon HAJI diambil, apa-apa yang sudah baik dilanjutkan dan ditingkatkan serta disempurnakan, apa-apa yang selama ini dianggap kurang baik diluruskan dan diperbaiki. Wallohu A’lam.
Tulisan ini tidak hendak menjustifikasi sebuah sikap yang mencerminkan apatisme, namun dalam setiap permulaan apapun tetap harus disediakan ruang-ruang optimisme, celah harapan yang disisakan, selain sikap pesimis dan kekhawatiran. Bagaimanapun secara takdir dan faktual pasangan Huda ini telah dipilih melalui proses politik demokratis prosedural dimana masyarakat Kabupaten Tasikmalaya telah menunjukan pilihannya, terlepas apakah perjalanan tahapan Pilkada itu dari awal sampai akhir itu memenuhi kualifikasi standar demokrasi substansial ataukah tidak, yaitu proses demokrasi yang perjalanannya mencerminkan sesuatu yang baik, dan yang dihasilkan juga yang terbaik, baik dari sisi moralitas, kapabelitas, integritas, dan mencerminkan quantum ekspektasi atau lompatan harapan menuju kemaslahatan dan arah yang lebih baik.
Kenyataan Faktual Pasangan Huda
Kenyataan faktual yang hari ini kita terima adalah bahwa pasangan Bupati/wakil bupati merupakan politisi dari dua partai besar yang berbeda secara ideologis. Bupati UU Ruzhanul Ulum berangkat dari PPP sebagai partai Islam yang dalam beberapa periode pemilu menjadi pemenang di Kabupaten tasikmalaya, sementara H Ade Sugianto merupakan Ketua DPC PDIP. Adalah sesuatu yang sangat wajar, jika kepemimpinan di suatu daerah berasal dari dua kekuatan politik yang berbeda dalam perjalanannya selalu ada gesekan dan persaingan. Bupati boleh jadi beranggapan bahwa wakil tetaplah wakil, kebijakan utama tetap ada dalam genggaman tangannya, tidak akan pernah ada gambaran matahari kembar, sementara Wakil Bupati boleh jadi pula beranggapan bahwa jadinya pasangan ini adalah satu paket, jadi dalam hal pengelolaan pemerintahan juga sejatinya harus mencerminkan kerjasama saling menghargai diantara Bupati dan Wakil Bupati. Bagaimana format saling menghargai itu? Dalam hal kepemimpinan politik pemerintahan lekat dengan kepentingan, karena kekuasaan hakikatnya mencerminkan kepentingan yang abadi. Jadi pengertian saling menghargai itu tentu adalah pada bagaimana pembagian “kue” kekuasaan itu dilakukan secara proporsional, salah satunya dalam hal penempatan “kabinet” di level pejabat eselon II, III yang menjadi lokomotif pergerakan jalannya pemerintahan.
Sesuatu yang saling berkelit kelindan bahwa “kue” kekuasaan dalam hal penempatan personil berhubungan erat dengan gula-gula yang ada di dalamnya, lebih jauhnya lagi adalah porsi keberpihakan jangka panjangnya yang bersifat politik, bagaimana posisi Bupati dan Wakil Bupati itu mampu menopang upaya konsolidasi politik dari dua gerbong politik yang berbeda ideologis secara diametral tersebut. Bupati mungkin berpikir bagaimana mempertahankan Kabupaten Tasikmalaya itu agar tetap hijau, sementara Wakil Bupati ingin memerahkannya. Hal itu sah dan logis saja kalo dibaca semata politis. Hanya saja secara moral ideal, mudah-mudahan kita berharap, bahwa keduanya, pertama-tama dan utama yang ada dalam benaknya adalah memberikan kinerja terbaiknya memimpin kabupaten Tasikmalaya demi menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya.
Konsolidasi, Penguatan Fondasi Pemerintahan Dan Harmonisasi
Sangatlah penting kiranya kepemimpinan memikirkan sebuah frame kepemerintahan yang akan menjamin kokohnya fondasi jalannya pemerintahan. Pertama-tama dan utama tentu upaya konsolidasi internal layak dilakukan. Setelah event politik Pilkada pastilah terdapat suasana psikologis di kalangan birokrasi, terdapat Tiga kutub utama yang muncul dan terasa kelompok pendukung Huda, Kelompok yang kemarin tidak mendukung, dan kelompok kekuatan Mantan Bupati Tatang FH yang tentu masih menunjukan eksistensinya. Itu kalau dilihat secara politis, kalau dilihat secara non politis muncul pula fenomena STPDN dan non STPDN. Semua mestinya ditarik dalam wujud konsolidasi korps pemerintah daerah, bahwa saatnya bekerjasama dan sama-sama bekerja. Hilangkan sekat-sekat politis dan tarik menarik perkubuan. Hanya atas dasar pertimbangan profesionalisme, loyalitas pada aturan dan kapasitas serta kapabelitas, kepatutan dan kelayakanlah yang harus menjadi ukuran.
Seorang kawan yang orang dekat Bupati mengatakan pada penulis dengan gayanya yang khas, tentang ungkapan KH Abdul Aziz Affandi bahwa kemenangan H Uu sebagai Bupati adalah hal kecil bagi keluarga besar Ponpes Miftahul Huda Mnonjaya, tapi tijalikeuh atau gagalnya kepemimpinan Uu akan menjadi sesuatu yang sangat besar dampaknya bagi Huda, Hamida dan ulama serta pesantren pada umumnya. Jadi karenanya Hamida pada khususnya ikut bertanggungjawab menjaga dan mengawal kepemimpinan Bupati Uu agar berada dalam aturan normatif, dan menjalankan kepemimpinan dengan amanah dan shiddiq. Saya menyampaikan satu hal pada beliau bahwa seorang bupati dengan segala kewenangan dan kebijakannya ibarat memegang pisau bermata dua, jika kebijakannya tepat, sesuai aturan, maka masyarakat akan merasakan manfaat dan maslahatnya, jika sebaliknya maka pisau itu akan memotong lehernya sendiri.
Sangatlah penting kiranya langkah-langkah konsolidasi internal terlebih dahulu, pertama yakinkan publik tentang tentang kepemimpinan harmonis antara Bupati dan Wakilnya itu akan bisa berjalan selama 5 tahun, jangan seperti rumor yang berkembang di masayarakat, yang menunjukan sikap apatis dan pesimis rakyat, bahwa paling bulan madu keduanya hanya akan berlangsung selama 6 bulan, selebihnya akan “gentreng” paadu kasep disamping mungkin paadu konsep. Jika kenyataan pergesekan diaantara keduanya kenceng, muncul ke publik, maka asumsi kepala daerah/wakil kepala daerah yang murni politisi dengan gerbong partainya selalu tak pernah akur akan terbukti kenyataannya, dan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya pasti akan merasakan dampaknya, termasuk tentu kalangan birokrasi sebagai pelaksana administrasi pemerintahan.
Selain itu arah konsolidasi dan penguatan fondasi berada pada 4 pilar pokok plus keberadaan sekretaris daerah sebagai dirigen birokrasi. Yaitu Bappeda, Inspektorat, Dinas PPKAD, dan BKPLD. Keempat pilar itu harus benar-benar menjadi bidikan awal, langkah apa yang akan dilakukan selama lima tahun kedepan. Keempat lembaga itu berkaitan dengan persoalan sumberdaya manusia, sumber dana, perencanaan dan implementasi serta pengawasan pelaksanaan program-program yang akan dijalankan. Di keempat lemaga itu harus benar-benar disimpan orang yang kuat karakter kepemimpinan, kuat konsep dan penguasaan tupoksinya, serta tidak tercemari sikap-sikap politik yang berlebihan. Unsur profesionalisme dan daya tahan serta daya dobraknya harus kuat, jika cerminan yang hendak ditampilkan adalah kekuatan fondasi awal pemerintahan. Selebihnya melalui pola Baperjakat yang bebas intervensi pihak-pihak eksternal sebagaimana sebelum-sebelumnya, akan melebar kepada lembaga atau dinas lainnya baik dalam penempatan personil di eselon II maupun eselon III nya.
Ala kulli haal, semua kita berharap yang terbaik bagi masyarakat. Berharap ada harapan dari setiap kekhawatiran yang mungkin muncul. Semua kita takkan mampu melawan takdir yang telah terjadi. Sawaabiqul himaam laa tahruku aswaaral aqdar. Kuatnya keinginan takkan mampu mengoyak takdir. Takdir masyarakat Kabupaten Tasikmalaya dipimpin H Uu dan H Ade Sugianto, apapun dan bagaimanapun bukti dan kenyataannya. Terlepas sekali lagi dari bayangan dan ekspektasi idealitas figur kepemimpinan. Saat ini saatnya mereka berbuat, menunjukan bukti. Apakah mampu lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya ataukah sebaliknya. Baik kiranya jargon HAJI diambil, apa-apa yang sudah baik dilanjutkan dan ditingkatkan serta disempurnakan, apa-apa yang selama ini dianggap kurang baik diluruskan dan diperbaiki. Wallohu A’lam.
Jika dan Hanya Jika.....
Jika Aku..Maka Dia...
Jika Dia...Maka Aku.....
Didunia ini tak ada yang tak mungkin, karena isi hidup hakikatnya probabilitas (ragam kemungkinan-kemungkinan). Didunia ini tak ada yang sulit, karena kesulitan itu bisa diciptakan dan dihilangkan, bisa juga dimudahkan. Masalahnya Kita kebanyakan mau mudah dan enaknya saja..Padahal Sesuatu yang didapatkan dengan segenap "Rasa Sulit" dan "Tidak Enak" Jika itu ada nyata digenggaman SUNGGUH Terasa ENAKNYA TANPA KITA INGAT Saat Merasakan Sulitnya. Sungguh, Yang berharga, tak mudah didapat.
Jika Dia...Maka Aku.....
Didunia ini tak ada yang tak mungkin, karena isi hidup hakikatnya probabilitas (ragam kemungkinan-kemungkinan). Didunia ini tak ada yang sulit, karena kesulitan itu bisa diciptakan dan dihilangkan, bisa juga dimudahkan. Masalahnya Kita kebanyakan mau mudah dan enaknya saja..Padahal Sesuatu yang didapatkan dengan segenap "Rasa Sulit" dan "Tidak Enak" Jika itu ada nyata digenggaman SUNGGUH Terasa ENAKNYA TANPA KITA INGAT Saat Merasakan Sulitnya. Sungguh, Yang berharga, tak mudah didapat.
Senandung parau...
Tak pernah letih hati ini mengeluarkan ekspresi jiwa,
saat letih datang menghampiri, diri ini kadang tak terkendali.
Namun Asa dan rasa selalu memaafkan keletihan itu.
Hari dimana aku sudah kehilangan banyak kata,
maka tumpah ruah ekspresi itu membuatku tertegun dalam diam panjang
Adakah kesia-siaan dari semuanya ini?
Kesadaran itu tak selamanya ku pahami
Jika sajja ada ruang-ruang kontemplasi yang lebih menenangkan
Maka pilihan itu kini hendak kurengkuh dan kunikmati
Senandung jiwa yang mulai parau memanggil namamu
memandang nanar dalam cahaya yang mulai meredup
mendengar dan berucap dalam balutan kata yang sayup dan hampa makna..
Aku tak salahkan keadaan..
Akku salahkan Jiwa dan Hatiku yang terantuk batu yang sama
dalam keberulangan yang tiada henti.
cinta dalam senandung parau suara
cinta dalam hentakan nada-nada sumbang
cinta dalam terjangan badai gelombang dan terjalnya batu karang..
Tapi ku menepi dalam landai pantai..
menghirup semilir angin
Dan harum nafas ketulusan..
Jikalau itupun Ada..
Kini Cinta Tuhanku menemani parauku
Meski hati terasa Letih..
Just The Way I Am....
Tq My Beloved......
saat letih datang menghampiri, diri ini kadang tak terkendali.
Namun Asa dan rasa selalu memaafkan keletihan itu.
Hari dimana aku sudah kehilangan banyak kata,
maka tumpah ruah ekspresi itu membuatku tertegun dalam diam panjang
Adakah kesia-siaan dari semuanya ini?
Kesadaran itu tak selamanya ku pahami
Jika sajja ada ruang-ruang kontemplasi yang lebih menenangkan
Maka pilihan itu kini hendak kurengkuh dan kunikmati
Senandung jiwa yang mulai parau memanggil namamu
memandang nanar dalam cahaya yang mulai meredup
mendengar dan berucap dalam balutan kata yang sayup dan hampa makna..
Aku tak salahkan keadaan..
Akku salahkan Jiwa dan Hatiku yang terantuk batu yang sama
dalam keberulangan yang tiada henti.
cinta dalam senandung parau suara
cinta dalam hentakan nada-nada sumbang
cinta dalam terjangan badai gelombang dan terjalnya batu karang..
Tapi ku menepi dalam landai pantai..
menghirup semilir angin
Dan harum nafas ketulusan..
Jikalau itupun Ada..
Kini Cinta Tuhanku menemani parauku
Meski hati terasa Letih..
Just The Way I Am....
Tq My Beloved......
Sprint Menjelang Finish Ramadhan
“ Barang siapa menghidupkan malam qadar itu dengan mempebanyak
segala rupa ketaatan dan peribadatan dilandasi keimanan, yakni
membenarkan jaji Allah akan pahala atas hal itu, serta beramal dengan
mengharapkan pahala dan ampunan, bukan karena riya atau lainnya, maka
akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”(Al-Hadist)
Suatu
saat Rasulullah SAW pernah ditunjukan seputar umur ummat-ummat
terdahulu, Rasulullah sempat tertegun sedih melihat bahwa umur mereka
ummat terdahulu tersebut panjang-panjang, bahkan sebuah riwayat
mengatakan bahwa pada zaman Bani Israil terdapat orang shaleh yg umurnya
lebih dari seribu tahun, umurnya tersebut dia pakai untuk jihad dijalan
Allah dan beribadah. sementara ummat Muhammad umurnya rata-rata usia
60-70 Tahun, lalu bagaimana ummat Muhammad SAW bisa mengimbangi amalan
ummat-ummat terdahulu kalau begitu, padahal ummat Islam dikatakan
sebagai Khairu ummah yaitu ummat terbaik diantara ummat-ummat lainnya
sebelum ummat Muhammad.
Untuk menjawab kesedihan Rasulullah
itulah, Allah SWT menurunkan QS.Al-Qodr:1-3 yang menyatakan bahwa ada
suatu malam dimana kemuliaannya memiliki nilai sama dengan seribu bulan,
malam itulah yang disebut dengan malam kemuliaan (Lailatul Qadar). Pada
mala itulah diturunkannya Al-qur'an, malam itu malam diantara
malam-malam di Bulan Ramadhan dengan keutamaan lebih baik dari 1000
bulan atau setara dengan 83 Tahun 4 Bulan atau sebanyak 29.500 hari.
Jadi Kalau saja kita sebagai ummat Islam pernah menemukan dan
mendapatkan Malam Lailatul Qodar itu 15 kali saja atau 15 Tahun dalam
setiap Ramadhan yang kita pernah lalui, maka kita bisa menyamai umur dan
amalan ummat terdahulu tersebut, karena kalau kita menghitung 15x83
tahun 4 bulan saja sudah 1250 tahun.Luarr Biasa...!
Kapankah
sebenarnya malam kemuliaan itu terjadi? Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa
malam tersebut turun pada saat Al-Qur’an diturunkan “ Innaa Anzalnaahu fiie Lailatil qadr. Wamaa adraaka maa lailatul qadr. Lailatul qadri khairun min alfi syahr…”.
Sesungguhnya kami telah menurunkannya(Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan
Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu adalah
malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dalam penjelasan surat lain
yaitu dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 185 Allah berfirman “Syahru Ramadhaan alladzii unzila fiihil qur’aan. Hudan Linnaas wa bayyinaati minal huda wal furqaan……….”
Bulan Ramadhan adalah Bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, yang
menjadi petunjuk dan dan pembeda antara yang benar dan yang bathil.
Untuk
meraih malam Malam Lailatul Qodar tersebut kita dapat melakukan
serangkaia ibadah sepanjang malam dalam satu bulan Ramadhan tersebut,
karena salah satu dalam malam Ramadhan tersebut terdapat satu malam yang
sangat istimewa. Akan tetapi seandainya kita tidak kuat menjalani
ibadah sepanjang malam selama bulan Ramdhan tersebut, Rasulullah SAW
menyatakan pula bahwa malam laitaltul qadar itu bisa diketemukan pada
Sepuluh hari terakhir di Bulan Ramadhan, bahkan Rasul mempersempit lagi,
pada Tanggal-tanggal Ganjilnya yaitu 21, 23, 25, 27, 29. Bahkan dalam
salah satu riwayat disebutkan menurut Imam Syafi'i dan jumhur ulama
lainnya dipersempit lagi, yaitu pada Malam 23 dan 27. Jika mengacu pada
informasi tersebut, kita sejatinya sudah mendapatkan arahan dan petunjuk
bagaimana kita bisa mendapatkan kualitas amal yang setara dengan lebih
dari seribu bulan tersebut. Kita tinggal tekadkan dan yakinkan dalam
hati, bahwa pada malam tanggal-tanggal itu, konsentrasikan hati dan
pikiran kita kepada Allah, memperbanyak ibadah, Kita terjaga semalaman
dalam Dzikir kepada Allah.
Akan tetapi, kita menangkap kenyataan
dikehidupan kita sehari-hari, bahwa Ibarat dalam Perlombaan Lari,
menjelang finish biasanya dan seharusnya peserta akan semakin
mempercepat larinya untuk keluar sebagai pemenang. Dan pemenang biasanya
terbatas, karena memang dia terbaik dalam usahanya. Pemenanglah yang
berhak mendapatkan medali. meraih hadiah. Para sahabat..sepuluh hari
terakhir Ramadhan itu sama dengan saat kita menjelang finish, harusnya
kita tambah menambah sprint dan kecepatan lari kita, karena diantara
malamnya ada malam yg lebih baik dari Seribu Bulan tersebut,...
Tapi
Fenomena di negara dan masyarakat kita, menjelang finish Ramadhan,
justru malah mengendor, karena konsentrasi sudah pada urusan lebaran,
urusan baju baru, makanan, mudik atau lainnya. Pusat-pusat perbelanjaan
penuh berjubel oleh mereka yang berbelanja kehidupan lebaran, jalanan
macet dengan kendaraan baik motor maupun mobil yang berburu makanan
untuk berbuka, tempat-tempat keramaian umum menjadi tongkrongan favorit
dibandingkan di mesjid maupun mushola, sehingga berdampak pula pada
semangat menjalankan ibadah qiamul lail.
Maka tak heran, apabila
pada sepuluh hari pertama, mesjid dan mushola pada penuh dan ramai, maka
di sepuluh terakhir mulai menyusut drastis, jika diawal sampai tiga
shap berjamaah tarawih plus anak-anak dan para remaja, maka sepertiga
akhir Ramadhan paling tersisa satu shap paling depan saja, itu pun
paling para orang tua yang sudah mulai lanjut usia. Semua sudah mulai
kendor semangatnya, konsentrasinya sudah pudar, melebar kemana-mana.
Padahal justru di sepuluh hari terakhir lah harusnya ibadah ramadhan
kita digeber, naik gigi menuju gigi sprint. Karena Bulan agung itu
menghitung mundur akan meninggalkan kita, dan untuk mendapatkan dan
bertemu kembali dengan Ramadhan itu, kita harus menunggu sebelas bulan
yang akan dating, mending kalau Tuhan masih memberi umur pada kita, jika
saja umur kita tidak sampai pada Bulan Ramadhan yang akan datang,
sungguh rugi dan celakanya kita.
Dalam setiap perlombaan lari,
pasti banyak yang rontok di tengah jalan, tak memiliki kekuatan nafas
dan fisik untuk berlari, tak memiliki semangat dan daya juang yang
memadai, Sehingga banyak yg rontok, menyerah dan tak mencapai garis
finish. Sang Pemenang akan mendapat Piagam dan medali sebagai "Muttaqin".
Dia akan mendapatkan hadiah berupa Kembali kepada Kefitrian yg
sebenar-benarnya, dia akan memperoleh Tabungan pahala yang berlipat
ganda dalam Rekening Akhiratnya. Apakah layak kita disebut pemenang?
mungkin bagi kita yang tak mampu finish, kita hanya akan mendapat hadiah
hiburan saja...."lapar dan haus " semata....Astaghfirullaahal Adziim...semoga
kita semua diberikan kekuatan untuk terus berlari dalam speed dan
kecepatan yang konsisten, bahkan kita mempercepat lari kita di sepuluh
hari terakhir Ramadhan ini dengan berbagai ibadah yang kita lakukan,
sehingga kita berkesempatan meraih Lailatul Qadar, dan kita pun keluar
sebagai pemenang di garis finis dif ajar Idul Fitri 1432 H nanti.
Amiien.
Menjemput Kemenangan Sejati
Tinggal menghitung hari,
Sang Kekasih Sayyidus suhuur pergi
Ramadhan kan berpamitan
Tak ada tangis dan air mata
Kulum senyum 'bahagia"
Kini terbebas beban lapar dan dahaga..
Begitu ungkapan dan pernyataan kita
Tak ada nyanyian dan teriakan perut kerongkongan
Tak tersisa kultum, Kulsub, Qiyamul Lail, dan a ba ta tsa
mengeja ayat-ayat NYA
Tersisa Keramaian, kegaduhan, ......
Keinginan, syahwat eksibisionis nan profan...
Berpadu padan seringai Konsumerisme....
Adakah kesadaran dan kesejatian sentuhan jiwa...
Kemenangan, dan kefitrian itu
Tidaklah pada keserba baru an materi
Jemputlah kemenangan Sejati,
Dalam berbagi, bersama Barakah Ziadatul Khair,
Bertambahnya keimanan, dan kebaikan amaliah
Kekasih.......
Mengapa sedemikian Cepatnya Kau Pergi...
Dalam lirih rintih do'a...
Sampaikan kiranya umurku,
untuk bertemu kembali....
Bersamamu, bercengkerama dan
bercinta.....
...... dalam sedahsyat-dahsyatnya cinta...
.......dalam setenang-tenangnya hati dan jiwa
.......dalam damai dan Kenikmatan keabadian
Bersama gelap gulita malam,
dalam terang benderangnya nuur cahaya hidayahMU
Yaa Ilaahi Rabbi......
Aku bersimpuh syukur..
Alhamdulillaahi Rabbil 'Alamiin....
Sang Kekasih Sayyidus suhuur pergi
Ramadhan kan berpamitan
Tak ada tangis dan air mata
Kulum senyum 'bahagia"
Kini terbebas beban lapar dan dahaga..
Begitu ungkapan dan pernyataan kita
Tak ada nyanyian dan teriakan perut kerongkongan
Tak tersisa kultum, Kulsub, Qiyamul Lail, dan a ba ta tsa
mengeja ayat-ayat NYA
Tersisa Keramaian, kegaduhan, ......
Keinginan, syahwat eksibisionis nan profan...
Berpadu padan seringai Konsumerisme....
Adakah kesadaran dan kesejatian sentuhan jiwa...
Kemenangan, dan kefitrian itu
Tidaklah pada keserba baru an materi
Jemputlah kemenangan Sejati,
Dalam berbagi, bersama Barakah Ziadatul Khair,
Bertambahnya keimanan, dan kebaikan amaliah
Kekasih.......
Mengapa sedemikian Cepatnya Kau Pergi...
Dalam lirih rintih do'a...
Sampaikan kiranya umurku,
untuk bertemu kembali....
Bersamamu, bercengkerama dan
bercinta.....
...... dalam sedahsyat-dahsyatnya cinta...
.......dalam setenang-tenangnya hati dan jiwa
.......dalam damai dan Kenikmatan keabadian
Bersama gelap gulita malam,
dalam terang benderangnya nuur cahaya hidayahMU
Yaa Ilaahi Rabbi......
Aku bersimpuh syukur..
Alhamdulillaahi Rabbil 'Alamiin....
Perjalanan Ini...
Beberapa Minggu ini, saya sedang sangat gandrung membaca buku seputar
motivasi, psikologi, otak kanan, dan wirausaha. hampir setiap hari saya
selalu membuka lemari buku yang berjejer dalam lemari kaca, entah ada
"penyakit" apa, dan menginginkan apa...
Beberapa Bulan ini, saya
juga sedang sangat terganggu dengan bacaan realitas sosial, politik dan
psikologi di sekitar dunia yang selama beberapa tahun saya geluti. Dunia
kerja, hobi, relasi dan peristiwa-peristiwa yang dianggap bersejarah
dalam perjalanan keseharian hidup saya. Saya gundah, galau dan gelisah.
Saya berontak dan marah. Tapi saya masih mencoba berfikir jernih dan
realistis. Bahwasanya segala sesuatu jangan sekali-kali meninggalkan
kekuatan keyakinan hati dan kekuatan pikiran. Jadi jangan pernah
berhenti berfikir, dan jangan pernah tidak menyapa hati nurani. Jika
hatimu nyaman, dan olah fikirmu mengiyakan secara akal sehat dan
rasionalitas..Just do it and go ahead....! begitu kira-kira proses itu
berjalan.
Saya menyaksikan, saya merasakan, dan saya mengatakan
"Tidak". Saya amatlah meyakini bahwa dalam hidup selalu ada ya dan
tidak, hidup tidak selamanya harus "Ya" pada saat "Ya" itu
menggoncangkan hati dan pikiran kita. pun tidak selamanya harus "tidak"
jika hidup itu juga menjanjikan jalannya sendiri dengan kata "tidak"
itu. saya merunut runtut hari demi hari, kata demi kata dari setiap apa
yang pernah dijalani, apa yang pernah dilihat dan didengar, dan yang
lebih penting dari apa yang dirasakan.
Bahwasanya itu akan
membentur dinding tembok tinggi dan besar, kokoh dan tak tertembus, maka
terkadang hal itu menjadi energi mekanik yang menggerakan fungsi olah
fikir akal sehat kita, bahwa segalanya selalu ada ruang dan waktu, pasti
ada jalan....
Melawan pendapat "umum" selalu menjadi sesuatu yang
dianggap aneh dan nyeleneh, menjadi berbeda itu amatlah indah, karena
itu menunjukan kewajaran hidup yang memang seperti itu faktanya. Mengapa
selalu kembali pada persoalan profan yang kering dan gersang. ? saya
lahir dan dibentuk dari ketiadaan, menjalani dan menjadi dari ketiadaan,
satu-satunya ke"ada"an yang bagi saya amatlah penting, adalah pada saat
saya mampu berbuat sesuatu yang dianggap sebagai sebuah amal dan
kemanfaatan, sekecil dan seremeh apapun kekuatan tangan berbagi dan
memberi, adalah kesejatian hidup yang sebenarnya. mengapa orang selalu
berhitung hidup dengan uang, berpolitik dengan uang, masuk partai karena
mencari uang, bekerja semata-mata uang, bahkan masuknya pun karena
uang?. Kemanakah nama besar keulamaanmu, kegagahan ketokohanmu,
pengakuanmu sebagai seorang pemuda, dan nama besar baju seragammu...
Bahwasanya
masing-masing punya jalan hidupnya sendiri, iya..Tapi jangan mau
mengurus orang lain dan numpang hidup dari peran orang lain, jika suara
yang mendudukanmu pada tanggungjawab dunia akhiratmu itu membuatmu tak
henti memikirkan dirimu sendiri semata....
Saya akan mencatat
sebuah frase hidup dalam tinta yang terus menulis, yang membawanya pada
satu cerita yang lengkap dan tuntas...oleh karenanya, izinkan saya
mengatakan "Tidak" pada kehidupanku saat ini, dan saya mengatakan "Ya"
pada bahasa hati dan meracaunya akal fikirku...
Dan ini, Hanyalah Catatan...
Refleksi 900 Tahun Kabupaten Tasikmalaya: Quo Vadis ?
Setiap memasuki Bulan Agustus, pemerintah Kabupaten Tasikmalaya
terlihat lebih sibuk. Selain mempersiapkan kegiatan yang berkaitan
dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Tanggal
17 Agustus, juga merayakan Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya. Momentum
Agustus tahun 2011 ini bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan Juga, jadi
terasa istimewanya. Tahun ini angka untuk HUT RI menginjak di 66 Tahun,
sementara Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya yang jatuh tanggal 21 Agustus
merupakan peringatan yang ke-900 tahun.
Apa pentingnya kita
memperingati dan merayakan Hari Jadi Tasikmalaya tersebut, Penting
pulakah kita memikirkan moment tersebut?, bagi penulis, sebagai bagian
dari kecintaan terhadap tanah leluhur Sukapura Ngadaun Ngora, Kabupaten
Tasikmalaya, penting kiranya untuk mengajak para pemimpin, elit
pengelola pemerintahan daerah baik eksekutif maupun legislative untuk
sama-sama bertanya, bagaimana dan dimana serta mau dibawa kemana
Kabupaten Tasikmalaya ini. Dalam setiap refleksi memperingati hari jadi,
haruslah senantiasa berfikir tentang keadaan hari ini, dan harapan
serta langkah-langkah strategis yang ingin dicapai dan diwujudkan dimasa
depan. Proses perjalanan kepemerintahan itu harus selalu mencerminkan
upaya dan langkah konsisten dan sustainable menuju kea rah yang selalu
lebih baik bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal dan
hidup di tatar Sukapura tersebut.
Sepintas Tentang Sejarah Hari Jadi Tasikmalaya
Dari
beberapa informasi, penelitian dan kajian seputar sejarah perjalanan
panjang Kabupaten Tasikmalaya, kita membaca apa yang disampaikan oleh
Team Peneliti hari jadi Kab. Tasikmalaya yang menemukan enam moment
sejarah untuk dijadikan pangkal menentukan hari jadi. Terlepas dari
kontroversi seputar penentuan tanggal 21 Agustus tersebut sebagai
tanggal Hari Jadinya, bahwa jika kita mengkaji bahwa dalam enam moment
itulah terdapat rangkaian sejarah panjang tatar Sukapura sampai bernama
Tasikmalaya, dimana didalamnya tersebut mengandung unsur - unsur
pembaharuan, kedinamisan, kreatifitas, kesadaran bermasyarakat,
kesadaran berpemerintahan sendiri dan kedulatan atas wilayahnya.
Ke-enam moment itu adalah, Pertama, Galunggung menurut Prasasti Geger Hanjuang.. Kedua, Periode Pemerintahan di Sukakerta. Ketiga, Berdirinya Sukapura dan perkembangannya. Keempat, Perpindahan Ibukota Kab. Sukapura Ke Manonjaya (1834). Kelima,
Perpindahan Ibukota Kab. Sukapura dari Manonjaya ke Tasikmalaya 1
Oktober 1901 yang kemudian diikuti perubahan nama Kab. Sukapura menjadi
Kab. Tasikmalaya pada Januari 1913. Keenam, Tasikmalaya dalam
lingkungan Negara RI (UU No. 1/1945 tanggal 23 Nopember 1945 dan UU no.
22/1948 dan UU no. 11/1950 tanggal 8 Agustus 1950)
Apabila
ditinjau dari segi sejarah, bahwa tanggal 21 Agustus yang pilih sebagai
hari jadi Kabupaten Tasikmalaya penentuannya lebih bersifat hukum dari
pada sejarahnya. Legalitasnya ditentukan dalam sidang DPRD, dalam hal
ini nilai sejarah yang diharapkan ialah insiprasinya untuk menjadi titik
awal perlananan tata kelola pemerintahan awa yang terekam dalam
Prasassti geger hanjuang tersebut, bahwa diharapkan filosofinya adalah
menjadi inspirasi untuk terus lebih maju dengan nilai edukatif untuk
selalu belajar dari pengalaman manusia. Sejarah adalah pengalaman
manusia yang dengan sendirinya merupakan guru yang baik bagi mereka yang
mau belajar. Itu sebabnya DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Tasikmalaya
pada sidang tanggal 31 Juli dan tanggal 1 Agustus 1975 mengesahkan dan
menetapkan Hari jadi Tasikmalaya jatuh dan dipilih tanggal 21 Agustus
1111, ialah moment pertama dari urutan moment-moment diatas.
Bahwa
dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, suatu pemerintahan pada
umumnya dan Kabupaten Tasikmalaya pada khususnya akan dituntut pada
sejauhmana mampu mewujudkan aspirasi dan ekspektasi yang berkembang
dalam masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya, merasakan dampak
pembangunan yang dijalankan, serta merasakan arti hadirnya kepemimpinan
dan pemerintahan. Sehingga dari sini, terlebih dengan pola dan model
system pemerintahan hari ini yang menganut pola desentralisasi, atau
meniscayakan pelaksanaan otonomi daerah, daerah diberi wewenang dan
kesempatan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri menyangkut
tata kelola dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan,
serta kesejahteraan masyarakatnya pada masa yang akan dating. Sehingga
dengan model pemerintahan otonomi daerah ini, Pemerintah Kabupaten dalam
hal ini Bupati dan DPRD memiliki tanggungjawab bagaimana menjalankan
kepemimpinannya di Kabupaten Tasikmalaya dalam rangka meneruskan amanat
para pendiri dan pendahulu baik di tatar galunggung, tatar sukapura,
maupun era-era selanjutnya.
Kondisi Pemerintahan Saat Ini
Apabila kita mau jujur pada keadaan sesungguhnya tentang apa yang
terjadi saat ini di Kabupaten Tasikmalaya, maka selayaknya kita prihatin
dengan keadannya. Hari Jadi ke-900 ini seharusnya benar-benar dijadikan
momentum refleksi dan retrospeksi serta introspeksi bagi para pemimpin
dan elit politik yang ada di legislative maupun eksekutif. Di periode
akhir kekuasaannya, Bupati Tatang Farhanul Hakim menggenjot pembangunan
infrastruktur di wilayah ibukota Kabupaten Tasikmalaya, pembangunan
focus pada pembangunan gedung pemerintahan baik gedung sekretariat
daerah, gedung dewan, dan gedung OPD lainnya.
Seratusan milyar
lebih anggaran daerah digelontorkan kesana, dengan waktu pelaksanaan
pembangunan digenjot agar bisa pindah di tahun 2010. dan keinginan
Bupati TFH tersebut terlaksana, meskipun disana-sini masih belum final
sepenuhnya, bulan agustus 2010 dilaksanakan seremonial kepindahan dari
Pendopo dan Kantor Ibukota Kabupaten Tasikmalaya yang lama yang letaknya
di wilayah kota, menuju Bojongkoneng Singaparna wilayah ibukota yang
baru. “Dipaksakan” pindahnya kantor pusat pemerintahan kabupaten
tasikmalaya tersebut, oleh sebagian kalangan dianggap sebagai prestasi
di periode akhir kepemimpinan Bupati Tatang. Namun pada beberapa saat
yang lalu 3 bulan Kabupaten dipimpin oleh Bupati/Wakil Bupati yang baru
hasil Pilkada 9 Januari 2011, yaitu UU Ruzhanul Ulum yang juga merupakan
kader penerus TFH dari PPP kita mendengar kabar yang sungguh tidak
mengenakan bagi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, bahwa Pemerintah
Kabupaten Tasikmalaya Pailit, Bangkrut karena sudah tidak mampu
membiayai pelaksanaan pembangunan, di akhir periode Bupati Tatang lah
semua anggaran di cuci gudang, sampai-sampai dana abadi saja di cabut
Perda nya dimasukan dalam anggaran rutin diarahkan pada Bansos dengan
nilai Total selama tahun 2010 sekitar 80 Milyar dan itu berkorelasi
positif juga dengan kepentingan politik rezim kaitannya dengan
pelaksanaan Pilkada.
Salah urus Anggaran habis digunakan untuk
membayar belanja pegawai dan proyek monumental Pembangunan gdung di
Pusat ibukota, serta Pilkada. Baru tahun ini Kabupaten Tasikmalaya
sampai tidak memiliki Silpa atau sisa lebih perhitungan anggaran dalam
anggarannya. Oleh karenanya bagaimana mau membangunan daerah,
memberbaiki jalan-jalan yang rusak, sekolah, rumah sakit, saluran
irigasi, dan infrastruktur public lainnya, kalau anggarannya tidak
tersedia. Oleh karenanya mau bergerak bagaimana ekonomi masyarakat,
kalau saja hampir disebagian besar ruas-ruas jalan utama kecamatan yang
menghubungkan antar kecamatan dan antar desa, kondisinya sudah rusak
parah, sehingga tentu melahirkan dampak ekonomi biaya tinggi berkaitan
beban transportasi yang harus dikeluarkan masyarakat, ongkos angkutan
umum dan ojeg lebih mahal, mengangkut hasil bumi juga terganggu.
Selain
itu, fenomena pailit dan bangkrutnya Pemerintah Kabupatenitu
diungkapkan melalui komunikasi di level elit, yaitu melalui pernyataan
langsung Bupati UU Ruzhanul Ulum dan juga diamini oleh Ketua DPRD
Kabupaten Tasikmalaya H. Ruhimat, yang tentunya memiliki dampak politis,
psikologis, sosial serta ekonomis yang lebih. Terlepas dari apapun
maksud dan target politisnya yang berkaitan dengan daya bargain
berkaitan dengan urusan asset yang ada di Kota, statemen yang keluar
dari pimpinan daerah dalam hal ini Bupati secara langsung sedikit
membuat kita sedih dan prihatin serta bertanya, Koq Bisa? Dan itu
menjadi berita nasional karena juga dikonfirmasi oleh salah seorang
pejabat selevel Dirjen di Kemendagri RI.
Momentum Menuju Komitmen Perbaikan Kepemimpinan Elit
Sekali lagi bahwa moment peringatan dan perayaan hari Jadi Kabupaten
Tasikmalaya yang ke-900 ini tidak cukup hanya dengan formalitas siding
paripurna istimewa saja, dengan sentuhan pakaian adat Sunda, kampret
berblangkon dan lain sebagainya. Lebih daripada itu semua, momen
Refleksi itu harus menjadi titik awal kesadaran kolektif semua komponen
di pemerintahan, baik di tingkat kepemimpinan eksekutif Bupati/Wakil
Bupati dan Apaatur Pejabat Birokrasinya, juga para elit politik di
legislative. Tentang semua permasalahan yang hari ini terasa berat
dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dan warga masyarakatanya,
baik yang berkaitan dengan persoalan keadilan pemerintahan,
pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan semua pihak
hendaknya memiliki komitmen bersama untuk merumuskan langkah-langkah
strategisnya mengatasi persoalan dan tantangan yang dihadapi tersebut
secara professional, jujur, akuntable dan tak mencederai amanat dan
kepercayaan rakyat, hendaklah para pemimpin juga memberikan contoh dan
tauladan, bagaimana bersikap dalam suasana pailit dan bangkrut tersebut,
jangan sampai ke rakyat digembar-gemborkan pailit dan bangkrut tapi
sikap dan perilaku pejabatnya malah makmur sejahtera, bahkan
berkelimpahan dalam kemewahan fasilitas.
Selain itu
pula momentum hari jadi ini juga harusnya menjadi starting point bagi
pemegang amanat pemerintahan untuk justru bekerja lebih keras dan lebih
cerdas. Jangan bekerja demi rakyat dengan cara-cara yang Childish,
kekanak-kanakan. Seperti orang yang terlena dalam euphoria bahwa
sekarang aku penguasanya, terlena dalam mabuk kekuasaan yang kebal dan
bebal terhadap kritik dan masukan, yang selalu “noyod” dan “merekedeweng”dengan
karakter diri yang seolah-olah benar dan baik, padahal tak mencerminkan
kematangan dan kedewasaan karakter kepemimpinan yang layak untuk
menjadi seorang pemimpin.
Pola komunikasi dan relasi kuasa antara
sesama penyelenggara pemerintahan, kaitannya dengan urusan asset daerah
dengan pemerintah kota, komunikasi dengan legislative DPRD, denga
pelaksana kebijakan pada tataran teknis dan administrative serta hal
lainnya yang akan mencerminkan kepercayaan, kesungguhan dan kejujuran
dalam pengambilan kebijakan serta pertanggungjawaban secara vertical
structural, maupun secara moral dan social pada public dalam tata kelola
pemerintahannya. Kepemimpinan yang mencerminkan suara rakyat adalah
suara Tuhan, adalah kepemimpinan yang mencerminkan keadilan, tauladan
diri, dan melayani kepada rakyat yang dipimpinnya. Semoga Sukapura
Ngadaun Ngora, akan benar-benar menjadi nyata, Tatar galunggung nyangku
tumenggung menjadi poseur dayeuh karaharjaan rahayatna. Dirgahayu Kabupaten Tasikmalaya ke-900.
Akhir 42 Tahun Kekuasaan Khadafy
Malam Jum’at 20 Oktober
2011, hampir semua stasiun televisi menayangkan gambar tewasnya pemimpin
Libya Moammar Khadafi. Seorang berpangkat Letkol yang telah berkuasa
memimpin negeri kaya minyak Libya selama 42 tahun. Mungkin tak pernah
terbayangkan oleh Khadafi bahwa kekuasaannya akan berakhir seperti ini.
Dia yang disegani kawan maupun lawan, yang memimpin Libya dengan penuh
wibawa dan kuasa, harus melepaskan kekuasaan berikut hembusan nafas
terakhirnya di selokan bersampah, dengan luka parah, berdarah-darah,
diseret di jalan, karena serangan tentara pemberontak Libya yang
tergabung dalam TNC.
Tak pernah terbayangkan dalam benak normal kita, tapi itulah kenyataannya. Bahwa saat Letkol Khadafi merebut kekuasaan dari Raja Idris dengan berpangkat Kapten tahun 1969. akhir pemerintahannya juga harus dengan cara yang sama, pemberontakan bersenjata. Meskipun tak dapat dipungkiri, kejatuhan dan tewasnya Khadafi tidak terlepas dari backup an agresi militer NATO yang membombardir wilayah-wilayah basis pertahanan pasukan loyalis Khadafi, berikut suplai senjata dan amunisi serta logistic lain yang membantu pergerakan pasukan pemberontak, meskipun kita juga harus mengakui bahwa kondisi eksisting rakyat Libya sendiri sudah berada pada titik nadir kebencian dan menginginkan diakhirinya rezim dictator Khadafi yang telah memerintah dengan segenap tangan besi dan terornya.
Dalam beberapa pemberitaan, kita memang mengetahui akhirnya bagaimana kepemimpinan Khadafi, bagaimana system pemerintahan yang dijalankan di Libya, bagaimana gaya hidupnya dan keluarganya, hingga kekayaan yang dimilikinya. Khadafi sadar betul bahwa kekuasaan yang ada digenggaman tangannya bisa langgeng karena cara-cara kepemimpinan yang dijalankannya menyangkut bagaimana memperlakukan militer. Dia melarang berdirinya partai politik, mengawasi secara ketat media elektronik, tak pernah melakukan langkah-langkah yang sifatnya menguatkan keberadaan dan peran militer, yang ada hanya dibuatnya kelompok-kelompok kecil bersenjata, berikut tentara bayaran yang terlatih dengan tujuan utama lebih pada pengamanan diri dan kekuasaannya.
Karakter nyentriknya yang lain, Khadafi menggunakan pasukan elit yang menjadi pengawal khusus pribadinya dengan nama pasukan Amazon, yang terdiri dari perempuan-perempuan cantik yang memiliki keahlian beladiri dan militer. Khadafi tak menyenangi ketinggian, dia tidak suka tinggal atau tidur di gedung bertingkat, dia lebih memilih tidur di tenda khusus. Tak menyenangi terbang berlama-lama dalam ketinggian pesawat apalagi diatas hamparan lautan. Dia memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk senantiasa menggunakan pakaian kebesarannya dengan jubah dan asesoris lainnya baik dalam berhubungan dengan para pemimpin Negara lainnya maupun dalam forum dunia yang dihadirinya.
Khadafi sadar betul bahwa negeri yang dipimpinnya amatlah kaya, dia bisa melakukan apa saja, karena banyak Negara didunia bergantung pada produksi minyak di negaranya, termasuk Amerika dan sekutu baratnya. Dalam diplomasi politik luar negerinya, Khadafi benar-benar mencerminkan karakter pemimpin yang kuat, bahkan boleh jadi Libya merupakan Negara terkuat di benua Afrika yang mampu melawan tekanan barat selama ini. Contoh kasus pemboman yang dilakukan dua orang Libya terhadap pesawat Airbus yang meledak diatas kota Lockerbie Skotlandia yang menewaskan lebih dari 200 orang penumpangnya, Khadafi dengan gentle berani mengatakan bertanggungjawab dan bersedia membayar kompensasi pada korban lebih dari 10 milyar dolar tanpa mau menyerahkan kedua orang pelaku warga Libya tersebut.
Khadafi adalah karakter khas pemimpin negeri Arab Afrika yang memiliki karakter gurun pasir yang keras dan berani. Kekayaan bumi sebagaimana pada umumnya wilayah jazirah Arab ini yaitu potensi minyak yang berlimpah dengan produksi lebih dari 1,3 juta barel per hari, ikut mempengaruhi kestabilan harga minyak di pasar dunia. Apapun yang terjadi dengan kilang minyak di Libya akan senantiasa mempengaruhi harga dan kestabilan suplai minyak dunia. Oleh karenanya, kenyataan ini menjadi factor yang ikut mempengaruhi hidden agenda dari Negara Amerika dan sekutunya yang tergabung dalam NATO untuk menjadikan Libya Negara yang tidak ikut mendikte dunia “Barat” dengan minyaknya, yang oleh Khadafi mampu dimainkan secara sempurna. Sehingga Negara-negara barat termasuk Amerika sekalipun tak memiliki keberanian untuk melakukan invasi militer secara langsung sebagaimana dilakukan terhadap Irak.
Namun demikian, kekuasaan yang sedemikian lama digenggaman, keberlimpahan materi dengan milyaran dollar yang disimpan di berbagai Negara di dunia, termasuk di Prancis, Inggris, Amerika dan Negara lainnya, tak beriring sejalan dengan kesejahteraan rakyatnya, sepertiga rakyat Libya hidup dalam garis kemiskinan, tekanan terror kekuasaan dan senjata yang selama ini dilakukan oleh Libya ternyata melahirkan buncahan gerakan pemberontakan dari rakyatnya sendiri. Seolah terkena effek domino keruntuhan rezim Husni Mubarak di Mesir yang harus jatuh oleh gerakan demonstrasi besar-besaran dari rakyatnya, yang kemudian merembet ke Yaman, Bahrain, Syria, dan Libya sendiri.
Terjadi semacam ledakan kekecewaan di wilayah Timur Tengah dan Negara-negara Arab Afrika lainnya terhadap apa yang terjadi dalam pemerintahan negara-negara tersebut. Dan kita semua tahu, bahwa ada ratusan ribu korban jiwa, mereka jadi martir perubahan, termasuk apa yang terjadi di Libya, lebihnya, mereka berdemonstrasi dengan dukungan senjata sehingga muncul istilah pasukan pemberontak. Ditambah pula sokongan intervensi pasukan barat yang tergabung dalam NATO. Paramiliter atau sipil bersenjata tersebut mendapatkan sokongan negara-negara sekutu NATO tersebut, suplai senjata, dan penghancuran basis kekuatan militer penyangga Moammar Khadafi.
Sehingga satu demi satu kota-kota yang menjadi kekuasaan loyalis Khadafi dapat dikuasai pasukan NTC. Kota Benghazi, Tripoli, Misrata, hingga basis terakhir di kota kelahirannya sendiri Sirte dikuasai pasukan pemberontak. Berbagai asset Khadafi di Istana megahnya, gudang senjata dan amunisi serta artileri dikuasai oleh pasukan pemberontak, serangan udara NATO benar-benar effektif menghancurkan basis-basis kekuatan militer loyalis Khadafi sehingga pasukan pemberontak mampu menaklukannya melalui kontak senjata langsung melalui perang kota dari gedung ke gedung dan gurun bukit yang menjadi penyangganya. Perang kota yang telah berangsung hampir tjuh bulan itu, kini berakhir di Sirte.
Iring-iringan kendaraan mencurigakan, digempur pasukan udara NATO. Ternyata itu membawa rombongan Khadafi dan pasukan pengawal kecilnya. Sebagian tewas karena bom pesawat udara NATO, selebihnya yang kabur masuk ke saluran air penuh sampah, terus diburu oleh pasukan pemberontak. Dan ternyata itu sang pemimpin Libya Moammar Khadafi yang selama ini diburu pasukan pemberontak berikut orang-orang terdekat yang setia mengawalnya, akhirnya Khadafi pun dikabarkan tewas ditembak yang mengenai kepala, perut dan bagian tubuh lainnya, berdarah-darah, diseret di jalan dan nafas terakhirnya pun berakhir sudah. Pasukan pemberontak berpesta, rakyat gembira.
Namun dari semuanya itu, kita semua berharap bahwa rakyat Libya bisa memperbaiki keadaan negaranya sendiri, mengamankan sumberdaya alamnya sendiri, jangan sampai peristiwa berakhirnya 42 tahun rezim Khadafi ini, menjadi pintu masuk imperialisme Amerika dan sekutu Baratnya, untuk menguasai kilang-kilang minyak dan menjadikannya pundi-pundi dolarnya. Semoga Khadafi rest in peace disana. Sebagaimana aman dan damainya kehidupan rakyat Libya. Sebagaimana keinginan semua warga bangsa di dunia ini yang menghendaki tak ada lagi peperangan dan angkat senjata, tak ada lagi penjajahan dan pertumpahan darah, tak ada lagi penindasan dan ketidakadilan atas nama apapun, tak ada lagi kesewenang-wenangan negara atas negara maupun negara atas warganya. Bangkitlah Libya. Selamat jalan Moammar Khadafi.
Tak pernah terbayangkan dalam benak normal kita, tapi itulah kenyataannya. Bahwa saat Letkol Khadafi merebut kekuasaan dari Raja Idris dengan berpangkat Kapten tahun 1969. akhir pemerintahannya juga harus dengan cara yang sama, pemberontakan bersenjata. Meskipun tak dapat dipungkiri, kejatuhan dan tewasnya Khadafi tidak terlepas dari backup an agresi militer NATO yang membombardir wilayah-wilayah basis pertahanan pasukan loyalis Khadafi, berikut suplai senjata dan amunisi serta logistic lain yang membantu pergerakan pasukan pemberontak, meskipun kita juga harus mengakui bahwa kondisi eksisting rakyat Libya sendiri sudah berada pada titik nadir kebencian dan menginginkan diakhirinya rezim dictator Khadafi yang telah memerintah dengan segenap tangan besi dan terornya.
Dalam beberapa pemberitaan, kita memang mengetahui akhirnya bagaimana kepemimpinan Khadafi, bagaimana system pemerintahan yang dijalankan di Libya, bagaimana gaya hidupnya dan keluarganya, hingga kekayaan yang dimilikinya. Khadafi sadar betul bahwa kekuasaan yang ada digenggaman tangannya bisa langgeng karena cara-cara kepemimpinan yang dijalankannya menyangkut bagaimana memperlakukan militer. Dia melarang berdirinya partai politik, mengawasi secara ketat media elektronik, tak pernah melakukan langkah-langkah yang sifatnya menguatkan keberadaan dan peran militer, yang ada hanya dibuatnya kelompok-kelompok kecil bersenjata, berikut tentara bayaran yang terlatih dengan tujuan utama lebih pada pengamanan diri dan kekuasaannya.
Karakter nyentriknya yang lain, Khadafi menggunakan pasukan elit yang menjadi pengawal khusus pribadinya dengan nama pasukan Amazon, yang terdiri dari perempuan-perempuan cantik yang memiliki keahlian beladiri dan militer. Khadafi tak menyenangi ketinggian, dia tidak suka tinggal atau tidur di gedung bertingkat, dia lebih memilih tidur di tenda khusus. Tak menyenangi terbang berlama-lama dalam ketinggian pesawat apalagi diatas hamparan lautan. Dia memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk senantiasa menggunakan pakaian kebesarannya dengan jubah dan asesoris lainnya baik dalam berhubungan dengan para pemimpin Negara lainnya maupun dalam forum dunia yang dihadirinya.
Khadafi sadar betul bahwa negeri yang dipimpinnya amatlah kaya, dia bisa melakukan apa saja, karena banyak Negara didunia bergantung pada produksi minyak di negaranya, termasuk Amerika dan sekutu baratnya. Dalam diplomasi politik luar negerinya, Khadafi benar-benar mencerminkan karakter pemimpin yang kuat, bahkan boleh jadi Libya merupakan Negara terkuat di benua Afrika yang mampu melawan tekanan barat selama ini. Contoh kasus pemboman yang dilakukan dua orang Libya terhadap pesawat Airbus yang meledak diatas kota Lockerbie Skotlandia yang menewaskan lebih dari 200 orang penumpangnya, Khadafi dengan gentle berani mengatakan bertanggungjawab dan bersedia membayar kompensasi pada korban lebih dari 10 milyar dolar tanpa mau menyerahkan kedua orang pelaku warga Libya tersebut.
Khadafi adalah karakter khas pemimpin negeri Arab Afrika yang memiliki karakter gurun pasir yang keras dan berani. Kekayaan bumi sebagaimana pada umumnya wilayah jazirah Arab ini yaitu potensi minyak yang berlimpah dengan produksi lebih dari 1,3 juta barel per hari, ikut mempengaruhi kestabilan harga minyak di pasar dunia. Apapun yang terjadi dengan kilang minyak di Libya akan senantiasa mempengaruhi harga dan kestabilan suplai minyak dunia. Oleh karenanya, kenyataan ini menjadi factor yang ikut mempengaruhi hidden agenda dari Negara Amerika dan sekutunya yang tergabung dalam NATO untuk menjadikan Libya Negara yang tidak ikut mendikte dunia “Barat” dengan minyaknya, yang oleh Khadafi mampu dimainkan secara sempurna. Sehingga Negara-negara barat termasuk Amerika sekalipun tak memiliki keberanian untuk melakukan invasi militer secara langsung sebagaimana dilakukan terhadap Irak.
Namun demikian, kekuasaan yang sedemikian lama digenggaman, keberlimpahan materi dengan milyaran dollar yang disimpan di berbagai Negara di dunia, termasuk di Prancis, Inggris, Amerika dan Negara lainnya, tak beriring sejalan dengan kesejahteraan rakyatnya, sepertiga rakyat Libya hidup dalam garis kemiskinan, tekanan terror kekuasaan dan senjata yang selama ini dilakukan oleh Libya ternyata melahirkan buncahan gerakan pemberontakan dari rakyatnya sendiri. Seolah terkena effek domino keruntuhan rezim Husni Mubarak di Mesir yang harus jatuh oleh gerakan demonstrasi besar-besaran dari rakyatnya, yang kemudian merembet ke Yaman, Bahrain, Syria, dan Libya sendiri.
Terjadi semacam ledakan kekecewaan di wilayah Timur Tengah dan Negara-negara Arab Afrika lainnya terhadap apa yang terjadi dalam pemerintahan negara-negara tersebut. Dan kita semua tahu, bahwa ada ratusan ribu korban jiwa, mereka jadi martir perubahan, termasuk apa yang terjadi di Libya, lebihnya, mereka berdemonstrasi dengan dukungan senjata sehingga muncul istilah pasukan pemberontak. Ditambah pula sokongan intervensi pasukan barat yang tergabung dalam NATO. Paramiliter atau sipil bersenjata tersebut mendapatkan sokongan negara-negara sekutu NATO tersebut, suplai senjata, dan penghancuran basis kekuatan militer penyangga Moammar Khadafi.
Sehingga satu demi satu kota-kota yang menjadi kekuasaan loyalis Khadafi dapat dikuasai pasukan NTC. Kota Benghazi, Tripoli, Misrata, hingga basis terakhir di kota kelahirannya sendiri Sirte dikuasai pasukan pemberontak. Berbagai asset Khadafi di Istana megahnya, gudang senjata dan amunisi serta artileri dikuasai oleh pasukan pemberontak, serangan udara NATO benar-benar effektif menghancurkan basis-basis kekuatan militer loyalis Khadafi sehingga pasukan pemberontak mampu menaklukannya melalui kontak senjata langsung melalui perang kota dari gedung ke gedung dan gurun bukit yang menjadi penyangganya. Perang kota yang telah berangsung hampir tjuh bulan itu, kini berakhir di Sirte.
Iring-iringan kendaraan mencurigakan, digempur pasukan udara NATO. Ternyata itu membawa rombongan Khadafi dan pasukan pengawal kecilnya. Sebagian tewas karena bom pesawat udara NATO, selebihnya yang kabur masuk ke saluran air penuh sampah, terus diburu oleh pasukan pemberontak. Dan ternyata itu sang pemimpin Libya Moammar Khadafi yang selama ini diburu pasukan pemberontak berikut orang-orang terdekat yang setia mengawalnya, akhirnya Khadafi pun dikabarkan tewas ditembak yang mengenai kepala, perut dan bagian tubuh lainnya, berdarah-darah, diseret di jalan dan nafas terakhirnya pun berakhir sudah. Pasukan pemberontak berpesta, rakyat gembira.
Namun dari semuanya itu, kita semua berharap bahwa rakyat Libya bisa memperbaiki keadaan negaranya sendiri, mengamankan sumberdaya alamnya sendiri, jangan sampai peristiwa berakhirnya 42 tahun rezim Khadafi ini, menjadi pintu masuk imperialisme Amerika dan sekutu Baratnya, untuk menguasai kilang-kilang minyak dan menjadikannya pundi-pundi dolarnya. Semoga Khadafi rest in peace disana. Sebagaimana aman dan damainya kehidupan rakyat Libya. Sebagaimana keinginan semua warga bangsa di dunia ini yang menghendaki tak ada lagi peperangan dan angkat senjata, tak ada lagi penjajahan dan pertumpahan darah, tak ada lagi penindasan dan ketidakadilan atas nama apapun, tak ada lagi kesewenang-wenangan negara atas negara maupun negara atas warganya. Bangkitlah Libya. Selamat jalan Moammar Khadafi.
Sesendok Madu Rakyat Bagi Pilkada Kota
Cerita tentang memberi sesendok madu penulis baca sudah beberapa kali
dengan sumber bacaan yang beragam, penulis temukan kisah tersebut
diantaranya dalam bukunya Prof. Dr. Quraish Shihab berjudul Lentera
Hati, juga dalam artikel budaya novelis Habiburrahman el Shirazy
berjudul “Memberi sesendok madu untuk Indonesia” dalam sebuah harian
nasional beberapa tahun yang lalu. Pesan kisah itu sangat menyentuh dan
mengharukan, dan dapat menjadi bahan renungan bagi siapa saja yang
menghendaki berbuat sesuatu dalam hal apapun aktifitas kesehariannya.
Dikisahkan
ada seorang raja yang ingin menguji kejujuran dan kesetiaan rakyatnya,
suatu hari raja memerintahkan rakyatnya untuk mengumpulkan sesendok
madu dengan waktu dan tempat yang sudah ditentukan. Kira-kira ucapan
raja begini dihadapan rakyatnya “wahai rakyatku tercinta, pada hari
ini aku perintahkan kepada kalin semua untuk mengumpulkan satu sendok
madu, yang harus dikumpulkan di sebuah bukit, dan disana telah disiapkan
sebuah bejana besar untuk menampungnya”. Lalu rakyatnya pun pulang
ke rumahnya masing-masing. Ada seorang warga yang saat tiba dirumah
yang berfikir nakal dan berbicara pada istrinya “Bu, baginda raja
memerintahkan kita untuk memberi sesendok madu, yang harus dikumpulkan
di bejana atas bukit sana, kalau kita memberi sesendok air dari sekian
banyak rakyat, pasti gak akan ketahuan kan ?”
Akhirnya tiba
saat malam pengumpulan sesendok madu tersebut, sampai selesai semua
rakyat memberikannya, saat raja dan para pembantunya membuka bejana
tersebut, betapa kagetnya sang raja, karena bejana tersebut ternyata
isinya air semua. Sang raja amatlah sedih melihat kenyataan ini.
Ternyata pikiran nakal seorang warga itu sama dengan pikiran warga yang
lainnya, bahwa kalau kita memberi sesendok air tak akan ketahuan, karena
berfikir bahwa warga yang lain yang akan memberi sesendok madu.
Akhirnya semua warga memberi air bukan madu.
Memberi Yang Terbaik Dari Diri Sendiri
Pelajaran
berharga dari sepenggal kisah diatas adalah bahwa apapun diawali niat
baik dan memberikan yang terbaik dari diri kita sendiri. Terkadang kita
semua memiliki kebiasaan dan fikiran yang sama dengan salah seorang
warga tersebut, bahwa biarkan orang lain saja yang memberikan sesuatu
yang terbaik, sementara kita sendiri biarlah memberi yang sebaliknya
tokh tak akan ketahuan. Praktek kehidupan kita sehari-hari banyak yang
mencerminkan hal seperti itu. Dalam hal politik, social, ekonomi dan
religiusitas kita, kita bisa mengawali dengan selalu melakukan yang
terbaik dari diri kita sendiri. Beragam persoalan yang menghimpit bangsa
kita, kemiskinan, kebodohan, korupsi, pengrusakan alam, minusnya
tauladan kepemimpinan, praktik-paktik lainnya yang membuat kemajuan
peradaban kita melambat, kalau tidak disebut jumud dan mundur, tentu
harus menjadi keprihatinan kita bersama.
Semua kita
memiliki tanggungjawab yang sama untuk terus berupaya berproses
memperbaiki keadaan diri dan masyarakat kita pada umumnya. Bergerak
dinamis merubah dari kesalahan menuju perbaikan, dari keterbelakangan
menuju kemajuan, dari keburukan keadaan, menuju kebaikan dan
sebaik-baiknya kehidupan. Perubahan itu harus berangkat dari kedalaman
bacaan spiritualitas, religiusitas, moralitas dan bahasa nurani kita.
Jangan sekali-kali berhenti apalagi berputus asa. Jika kehidupan social
politik ekonomi dan kenegaraan kita hari ini diwarnai dengan berbagai
kondisi yang membuat kita miris hati, kita semua yakin koq bahwa Tuhan
senantiasa akan berpihak pada kebenaran. Meskipun yang benar belum tentu
akan menang dalam waktu instan, tapi yang pasti kebenaran pasti baik.
Dan pada akhirnya kebenaran dan kebaikan pasti akan memperoleh
kemenangan, meskipun memerlukan waktu yang agak panjang.
Semua kita hanya dituntut untuk memiliki pandangan dan pemikiran serta
keyakinan hati untuk memberi sesendok madu dari diri kita sendiri.
Jangan sekali-kali berfikir untuk memberi air, hanya karena pertimbangan
yang “nakal” tadi. Memberi sesendok madu, adalah memberi
sebanyak-banyaknya kebaikan dari kehidupan yang kita jalani. Menjadi
rakyat tak lebih hina dari seorang pejabat, menjadi rakyat tak lebih
rendah dari seorang pengusaha, menjadi manusia biasa juga tak lebih cela
dari seorang yang kaya raya. Apalagi dalam persoalan kepedulian kita
untuk memperbaiki kehidupan social politik dan kebangsaan kita. Menjadi
rakyat seharusnya adalah tuan bagi pemerintahnya, menjadi pemerintah
adalah justru pelayan bagi rakyatnya. Karena menjadi rakyat, sama dengan
menjadi “Tuhan”, bukankah suara rakyat juga merupakan suara Tuhan? Vox
populi vox dei.
Sesendok Madu Rakyat Bagi Pilkada Kota
Ada
momentum bagus bagi warga masyarakat Kota Tasikmalaya, saat ini sudah
mulai ramai perbincangan seputar memilih sosok pemimpin Kota Tasikmalaya
lima tahun kedepan. Perhelatan demokrasi lima tahunan yang
menggantungkan sepenuhnya pada suara rakyat, yang akan mejadi suara
Tuhan tentang nasib seseorang yang menginginkan dirinya jadi walikota
atau wakilnya. Menjadi pemimpin seharusnya tidak hanya semata-mata
mewujudkan keinginan pribadinya, tidak hanya menjawab atas pertanyaan “mengapa ingin jadi Bupati/Walikota” itu dengan jawaban “Ah hayang we pokonamah”,
karena mungkin dalam pikirnya, memegang kekuasaan itu identik dengan
privilege dan kemewahan, diagung-agung, dipuja-puji, dikawal kesana
kemari, dan bebas menggunakan anggaran rakyat untuk kepentingan pribadi
dan kelompoknya semata.
Padahal menjadi pemimpin
rakyat merupakan amanah, yang didalamnya terdapat tanggungjawab dunia
akherat untuk bagaimana memimpin rakyat, bagaimana mengurus uang rakyat,
bagaimana membawa rakyatnya pada kehidupan yang sejahtera lahir dan
bathin. Menjadi pemimpin juga menjalankan suara Tuhan, jangan
sekali-kali Tuhan “diperkosa” oleh praktik kekuasaan yang justru akan
melahirkan murkaNYA. Sesendok madu dari rakyat dalam hal Pilkada kota
bermakna bahwa rakyat benar-benar memberikan pilihan terbaiknya
berdasarkan keyakinan, pengetahuan, dan kepercayaan bahwa calon
pemimpinnya itu adalah yang terbaik, orang yang benar-benar akan
menjalankan amanat rakyat dan amanat Tuhan untuk sebesar-besarnya
kepentingan rakyat.
Sangatlah miris apabila ada ucapan seperti ini “Nu
paling layak jeung bener keur jadi pamingpin tasik teh sabenerna mah
pasangan nomor saanu, tapi da rakyat na ge can hayangeun dipingpin kunu
bener jeung layak”. Ungkapan itu tentu mencerminkan bahwa rakyat
masih tidak benar, masih tak menghendaki kebenaran dan idealitas dalam
hal memilih pemimpinnya. Tapi boleh jadi, kenyataan tersebut tak lepas
dari miskinnya informasi, dan kaya raya nya praktik tipu muslihat dari
kalangan elit politik terhadap rakyat. Sehingga rakyat dibodohi oleh
hanya sekedar uang recehan, oleh politik uang yang notabene dari uang
rakyat sendiri, padahal sungguh dalam jangka panjang keadaan tersebut
akan sangat merugikan rakyat itu sendiri.
Oleh karena
itulah, kita tentunya berharap bahwa kita selaku rakyat jangan memiliki
pikiran “nakal” dengan memberikan air, kita semua harus mulai dengan
keikhlasan diri untuk memberi sesendok madu politik, dengan cara
memberikan hak konstitusional kita selaku warga bangsa, agar rakyat
tidak salah memilih, agar dalam memilih pemimpin itu benar-benar
didasarkan pada penilaian yang rasional dan obyektif, akan kapasitas,
kapabelitas, moralitas, dan diniatkan ibadah untuk dalam rangka ikut
serta memperbaiki keadaan kehidupan bernegara, berbangsa, bermasyarakat
yang lebih baik.
Sesendok madu yang kita berikan, akan
memberi rasa manis yang menyembuhkan bagi penyakit sosial politik kita.
Separah apapun kondisi penyakit yang menghinggapi para pemimpin kita,
para politisi kita, para pemegang amanat rakyat kita, madu dari rakyat
akan memberi effek medis jangka panjang dalam perbaikan kehidupan bagi
anak cucu kita. Sesendok madu rakyat adalah cerminan sesendok madu
Tuhan, yang akan membawa kehidupan lebih manis dan indah dan
menyehatkan. Semoga saja.
Langganan:
Postingan (Atom)