Selasa, 31 Januari 2012

Yaa Nahdlotal Ulama

Yaa Nahdlotal Ulama i Anti mahabbatii
Wa Mawaddatii Wamasanati Wa Na'maa'i

Yaa Nahdlotal ulamaa'i Anti Washilatii
Litamassuki Bijama'atil Ulamaa'i

Ya Nahdlotal Ulama'i Anti Syafinatun
Lisalaamati Wa Thariqotun linnamaa'i

Yaa Nahdlotal Ulamaa'i Anti Tijarotun
Robihat Bilaa khusrin ladal Uqolaa'i

Yaa Nahdlotal Ulamai Anti Ahabbu Lii
Min jauzati haqqon wa min Annaa'ii

Kam Fiiki Min Saadatinal ulamaa'i
Ma'a Ahli Baitil Mustofal Nubalaa'ii

Hukamaa'i Ahli Thoriqotil Shufiaai
Ju'amaai Waa ahli Siyyasaatii...

ilaaa aaakhirr...

SELAMAT HARLAH NU KE-86

















Minggu, 29 Januari 2012

Good Governance Dalam Persfektif Otonomi Daerah

Mengawali tulisan ini, Saya ingin menggarisbawahi dua kata kunci dari judul diatas yaitu Good Governance dan otonomi daerah. Dua istilah yang pada satu dasawarsa terakhir mewarnai wacana dunia intelektual dan public yang menyangkut kepemerintahan. Keduanya boleh jadi merupakan antitesis dari kondisi yang selama ini berjalan diberbagai belahan dunia, sehingga desakan sebuah tata kepemerinahan yang lebih berkeadilan, transparan, partisipatif mengemuka dengan begitu derasnya.
Di Indonesia sendiri sebagai bagian dari warga dunia tidak bisa melepaskan diri dari arus perkembangan global tersebut, termasuk menyangkut nilai-nilai clean and good governance atau tata pemerintahan yang baik dan bersih. Karena perjalanan kenegaraan dan tata pemerintahan yang selama ini berjalan bersifat sentralistik, militeristik, otoritarian, dan lekat dengan praktik KKN. meyakini bahwa eksistensi, peran, tugas pokok dan fungsi Birokrasi sebagai pelayan masyarakat dalam rangka mewujudkan segenap capaian dan target pemerintah daerah sesuai visi dan misinya sangatlah menentukan. agaknya semangat dan kerja keras kalangan birokrasi ini patutlah mendapatkan apresiasi yang selayaknya. Namun demikian tentunya tuntutan  untuk terus berupaya meningkatkan kapasitas, kapabelitas, kerja keras dan cerdasnya dengan dilandasi niat ikhlas mengabdi, demi kesejahteraan dan kemakmuran warga masyarakat janganlah pernah berhenti. Bukankah Rasul mengatakan “ Khairunnaas Anfa’uhum Linnaas” sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi masyarakat. Sebagai abdi Negara yang berfungsi melayani, tentunya kemanfaatan saudara-saudara sekalian haruslah benar-benar diwujudkan dengan memberikan yang terbaik dari kedisiplinan sikap dan moral saudara, kemampuan ilmu dan keterampilan kerja saudara, serta sikap melayani yang ramah dan penuh emphaty.
Sebagaimana kita maklumi bersama, bahwa saat ini kita hidup dalam pusaran waktu yang bergerak sedemikian cepat, perubahan demi perubahan seakan tak henti terjadi, termasuk dalam hal pelaksanaan pemerintahan di Republik ini. Berbagai pola dan system pemerintahan berlangsung silih berganti, berubah mengikuti semangat untuk terus mengarah pada frame system pemerintahan yang ideal sesuai dengan perkembangan masyarakat Bangsa kita. Setidaknya kita dapat membaca tiga UU menyangkut Pemerintahan daerah, yaitu UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999 dan terakhir UU No. 32  Tahun 2004 yang saat ini menjadi acuan pelaksanaan pemerintahan daerah, bahkan kabarnya UU No. 32 ini pun saat ini ada upaya-upaya untuk direvisi kembali.
Hal yang paling pokok dari UU No. 32 Tahun 2004 adalah pemberian otonomi luas kepada daerah yang dimaksudkan sebagai upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan partisipasi masyarakat. Selain itu pula melalui otonomi luas ini daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, potensi, dan keanekaragaman daerah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai filosofis dan tujuan utama desentralisasi dan otonomi daerah itu bermuara pada dua hal, yaitu :
Pertama, Tujuan Politik yang memposisikan pemerintah daerah sebagai medium pendidikan politik di tingkat local, regional, dan nasional atau demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karenanya dalam hal pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung oleh Rakyat, tidak lagi oleh DPRD. Dipilihnya secara langsung oleh rakyat ini tentunya merupakan salah satu bentuk tujuan dan filosofi dari adanya system desentralisasi pemerintahan daerah, yang secara politik juga menunjukan model pendidikan dan pemberdayaan politik rakyat. Sehingga rakyat menentukan sendiri pilihan politiknya dalam rangka pelaksanaan pemerintahan daerah.
Kedua, Tujuan Administratif yaitu memposisikan pemerintahan daerah sebagai pelayan masyarakat (birokrasi) yang effisien, effektif, ekonomis dan akuntabel. Dalam tataran teknis, apa yang digambarkan dalam cermin besar, tema, dan visi misi serta strategi program yang selama kampanye disampaikan kepada masyarakat Kabupaten Tasikmalaya diimplementasikan dalam wujud kerja nyata yang dirancang berdasar Rencana Strategis, Arah Kebijakan Umum, RPJMD dimana birokrasi termasuk menjadi bagian penting di dalamnya. Oleh karena itulah, Jika sebagai Bupati/Walikota maupun wakilnya memiliki tanggungjawab dan akuntabilitas Politik kepada Publik sebagai pemilih, mewujudkan ekspektasinya, maka Birokrasi, selaku aparatur pemerintahan memiliki tanggungjawab dan akuntabilitas public atas peran dan pencapaian tujuan administrative dari berlangsungnya proses pemerintahan di daerah sebagaimana telah digariskan dalam visi Bupati/Wakil Bupati Walikota/Wakil Walikota terpilih yang kemudian menjadi visi pemerintahannya.
Perlu kita pahami bersama, bahwa perkembangan dan tuntutan masyarakat semakin hari semakin tajam. Kita sudah tidak bisa lagi main-main dalam hal mengimplementasikan sebuah tata kepemerintahan yang baik dan bersih ( clean and good governance). Konsep Good Governance berangkat dari perkembangan wacana berbagai model pembenahan birokrasi dalam kaitannya dengan reformasi manajemen pemerintahan.  Pemerintahan yang bersifat klasik menempatkan institusi pemerintah sebagai actor dominant dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, urgensi perlunya melakukan reformasi manajmen pemerintahan ini juga diperkuat dengan adanya kebutuhan untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang tidak dapat diprediksi dan berlangsung cepat dalam lingkungan system politik. Dan Perubahan ini berlangsung baik dalam level global, nasional maupun local.
Dalam tataran global, pada dasarnya perubahan-perubahan penting berlangsung sejalan dengan kebutuhan untuk meningkatkan akumulasi capital (modal), sejalan dengan meluasnya isu globalisasi yang hampir mewarnai seluruh aspek interaksi social. Prinsip dasar liberalisme dan kapitalisme global ini adalah bagaimana merekonstruksi tata kenegaraan di negera-negara berkembang, dari yang tadinya peran Negara begitu dominant, menuju pada model perwujudan peran dan ruang  penyelenggaraan pemerintahan yang membuka ruang yang lebih besar bagi masyarakat untuk berpatisipasi. Oleh karenanya, dikembangkanlah isu-isu good governance, civil society, empowerment, dan sebagainya. Dalam konteks kapitalisme global yang dibutuhkan adalah skema  kerja pemerintahan yang bersih (agar dana internasonal tidak dikorupsi), bertanggungjawab (agar dana pinjaman bisa dikembalikan), dan transparan (agar masyarakat bisa melakukan control Dan dengan demikian tidak terjadi ekses yang merugikan investasi).
Di Negara kita tuntutan untuk terwujudnya Good governance ini juga kencang disuarakan. Saat reformasi pertama kali bergulir pada Tahun 1998 pusaran tuntutan semakin kencang, sementara hari ini kita mulai menemukan jejak-jejak pemetaan tata pemerintahan yang lebih tertib dan ajeg dengan terus diciptakannya berbagai aturan perundang-undangan yang mengatur pola dan system pemerintahan yang memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas. Sepertinya sudah menjadi hal yang mutlak bagi kita yang berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk selalu memperhitungkan dan mempertanggungjawabkan “Apa kontribusi dari setiap dana keuangan negara/daerah terhadap pencapaian tujuan bernegara” sebagaimana diamanatkan undang-undang. Semangat perubahan paradigma pemerintahan dari yang bersifat sentralistik kepada desentralisasi, dari militeristik kepada pemerintahan sipil, dari totaliter kepada demokrasi mengandung konsekwensi yang mempengaruhi pula terhadap perubahan Paradigma pemerintahan. Yang tadinya aparat seolah menjadi abdi Negara yang justru harus dilayani rakyat, menjadi pelayan rakyat. Dan agaknya paradigma pemerintahan yang baik dan bersih atau clean and good governance itulah yang menjadi pilihan semua Negara, termasuk Negara kita. Kita tak bias menghindari tuntutan kea rah perbaikan system penyelenggaraan pemerintahan tersebut dengan mensyaratkan  prinsip-prinsip pemerintahan yang bertumpu pada “ Rule of the Law (Supremasi Hukum), kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas”, memiliki komitmen tinggi terhadap tegaknya nilai dan prinsip “ desentralisasi, daya guna, hasil guna, kepemerintahan yang bersih, dan bertanggungjawab dengan berorientasi pada pengembangan system checks and balances”.
Dalam kaitannya dengan proses pemerintahan daerah, aplikasi good governance dapat kita telaah dari beberapa sisi diantaranya yaitu :Pertama, perspektif awal mengenai persepsi dan proses kepemerintahan Good Governance dalam hal kedudukan masyarakat sebagai sumber legitimasi pemerintah dengan proses melalui perjanjian politik (PILKADA), dan mekanisme penyelesaian konflik melalui dialogis dan mengembalikan penyelesaian pada peraturan/rule. Dari sini agaknya kita harus benar-benar menempatkan bahwa posisi rakyat adalah tuan dari kedaulatan Negara ini, pemilik sah dan bagian dari stakeholder pemerintahan daerah yang harus menjadi pertimbangan utama. Rakyat yang harus dilayani oleh kita, rakyat yang harus dijaga rasa amannya, dijamin kebebasannya, diberi kesempatan untuk meraih kesejahteraan hidupnya. Good Governance akan membawa pemerintahan daerah pada rule of the game pemerintahan antara proses timbal balik antara kontrak politik yang rakyat berikan dengan terjaminnya sebuah tata aturan yang menjadikan semua proses itu berlangsung dengan penghormatan terhadap tegaknya aturan, bersumberkan pada kejernihan berpikir dan pola-pola dialogis tanpa menggunakan pada “kekuasaan” semata.
Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan kerangka hubungan antar elemen kepemerintahan, yakni dalam hal sifat masyarakat sebagai sumber legitimasi pemerintah, sifat proses perjanjian politik, konsep struktur dan solidaritas masyarakat, pendekatan hubungan antara pemerintah dan masyarakat, proses pembentukan identitas dan makna kebersamaan, proses terjadinya kesepakatan, dan keseimbangan sistemis dari pembagian peran para pelaku kepemerintahan. Aplikasikan hal ini dalam kerangka membangun sebuah tatanan system birokrasi yang “ kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit”, “kalau bisa dibuat murah, kenapa harus dibikin mahal, kalau bisa dibuat cepat, kenapa harus diperlama”. Selain itu juga harus terbangun koordinasi lintas sektoral yang solid, harus ada kesepahaman bahwa ketika sebuah program dijalankan, itu mestilah didukung dari berbagai aspek penentu dan penunjangnya. Disamping itu juga pendekatan yang mesti dikedepankan adalah pendekatan kinerja dan hasil maksimal yang dicapai (effektifitas dan effisiensi).
Ketiga, hal-hal yang berkaitan dengan identifikasi tentang proses kepemerintahan, yakni dalam hal adanya upaya untuk mencapai kesepakatan, adanya proses kesepakatan atas suatu preferensi bersama, adanya mekanisme untuk mencapai keseimbangan hubungan antara pemerintah dan masyarakat, adanya peran serta masyarakat dan pengawasan masyarakat terhadap pemerintah. Ini berkaitan dengan bagaimana sebuah visi bupati/walikota, visi pemerintah daerah menjadi visi seluruh warga masyarakat. Kesepakatan konsep, pelaksanaan operasionalisasinya, dan indicator keberhasilan serta akuntabilitasnya terhadap masyarakat harus benar-benar transparan. Sehingga masyarakat akan merasakan akan adanya hasil dari kerja yang kita lakukan, merasakan adanya perubahan keadaan dan kondisi.
Keempat, hal-hal yang berbeda berkaitan dengan kerangka dasar-dasar kepemerintahan, yakni dalam hal definisi esensi kepemerintahan mengenai nilai kebaikan kepemerintahan, signifikansi kedudukan peraturan dalam berjalannya proses hubungan, standar dan ukuran legitimasi pemerintah, standar pengambilan keputusan, ada tidaknya hirarki pengambilan keputusan, sumber nilai dari preferensi, landasan nilai kerjasama, dan dalam hal pembentukan peraturan, sifat dan sumbemya, serta mekanisme pengimplementasian dan pengawasannya. Inilah agaknya yang menjadi rumusan lengkap bagaimana pemerintahan baik itu dapat diaplikasikan. Dan menurut hemat saya bahwa hal mendasar yang harus dimiliki sejak awal adalah kesediaan untuk mencoba berubah, dan terus berupaya menuju performance aparatur pemerintahan daerah yang memenuhi prinsip-prinsip Good Governance tadi.

Penutup
Akhirnya, Saya ingin menggaris bawahi beberapa hal sebagai penutup tulisan saya, bahwa bagi kita sebagai aparatur pemerintahan, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki, kehidupan social masyarakat yang religius, dan wilayah kerja yang terpencar sedemikian rupa adalah bentuk medan pertempuran yang mesti kita hadapi bersama, dimana musuh bersama kita adalah kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan ketidakdisiplinan. Untuk itu, dalam upaya menyingkirkan semua itu marilah kita mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal yang kecil, dan mulai dari sekarang kita berikan yang terbaik dari apa yang kita punya, menunjukan yang terbaik bagi rakyat, agar kita mampu berdiri tegak sebagai bangsa yang pemerintahannya baik bersih dan memiliki visi nyata yang handak kita raih dimasa yang akan datang.

Wakil dan Tawakal Dalam Hidup

Ini bukan membahas tentang wakil dalam perspektif politik. Tak menyangkut Wakil dalam konteks pemerintahan Wakil Presiden, Wakil Gubernur, Wakil Bupati/walikota, wakil RW ataupun RT. Membahas masalah wakil dalam konteks semua hal diatas biasanya kalo istilah sahabat saya yang ketua FTUB Ustadz Latief “ Bikin nyeri beuteung”. Terlebih saat ini di kabupaten Tasikmalaya sedang mulai hangat pembicaraan mengenai pi-Bupati-eun dan Pi-Wakil-eun yang akan memimpin Kabupaten Tasikmalaya periode 2011-2016 melalui perhelatan Pemilukada tanggal 9 januari 2010 nanti
 
Terus terang saya memaksakan diri untuk menulis lagi karena tanpa sengaja membaca salah satu sub judul bahasan dalam buku Tafsir Sosial karya Haryono Abdul Ghafuur M.Ag yang tergeletak dalam tumpukan berkas-berkas pekerjaan. Saya tergoda judul tulisan Tawakal dengan judul turunannya Mufradat Wakil dan Tawakal. bahasan tentang mufradat itu agak menarik juga. Kata Wakil dan tawakkal berasal dari satu akar kata yang sama yaitu dari kata wa-ka-la, ya-ki-lu. Yang berarti mewakili atau mewakilkan. Atau lebih lengkapnya dalam definisi secara istilahi adalah pengandalan pihak lain tentang urusan yang seharusnya ditangani oleh yang mengandalkan.
 
Seseorang yang mewakilkan sesuatu kepada orang lain, maka sebenarnya dia telah menjadikan wakilnya itu sebagai dirinya sendiri dalam mengelola sesuatu atau persoalan yang diwakilkan tersebut, sehingga yang diwakilkan tersebut (wakil) dapat melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya. Dengan kata lain, wakil memiliki otoritas untuk melaksanakan dan bertindak selaku orang yang mempercayakan perwakilan kepadanya (hal 29).
 
Dalam keseharian kita, sering mendengar banyak istilah ada wakil rakyat, Wakil Presiden, Wakil Gubernur, Wakil Bupati/walikota, wakil RW ataupun RT dalam mu’amalah juga ada akad wakalah, yaitu menitipkan sesuatu pada orang lain yang dipercayai untuk memelihara dan menjaganya. Seorang wakil rakyat tentu diberi amanah dan kepercayaan untuk mewakili rakyat yang memberinya perwakilan untuk melaksanakan tugas bagaimana sesuai dengan keinginan rakyat yang memberinya kepercayaan. Begitu pula dalam konteks jabatan publik semisal wapres/wagub/wabup/ wawalikota dan wakil-wakil lainnya. Sangatlah luar biasa mereka yang dengan kelapangan luar biasa mengatakan “Saya ini walau bagaimanapun tetap wakil” sebagaimana luar biasanya mereka mampu menjaga harmonisasi hubungan diantaranya, Oleh sebab itu, dalam konteks hubungan antar manusia konsep wa-ka-la itu bermakna memelihara dan melindungi yang tentunya dibatasi oleh ruang dan waktu serta tingkat kepercayaan yang diberikan dari manusia lain yang memberi perwakilan.
 
Oleh karenanya dalam proses wakil mewakili ada iman, kepercayaan dan amanah yang harus dijaga dan dipelihara antara yang memberi dan menerima tugas mewakili tersebut. Tak elok pula rasanya jika yang dipercayai sebagai wakil tidak diberi ruang proporsionalitas sebagaimana beban dan tanggungjawab seperti orang yang member amanah perwakilan. Karena sekali lagi, jika merunut pada kosakata Wa-ka-la tadi sangatlah melekat orang yang diberikan kepercayaan untuk mewakili dengan orang yang memberi kepercayaan. Terlebih misalnya legitimasi pelimpahannya sebagai wakil itu di perkuat dengan pilihan langsung dari rakyat sebagai sumber pemberi amanah utama yang hakiki.
 
Tawakkal adalah proses penyerahan atau pelimpahan kepercayaan kepada yang lain dengan disertai usaha atau ikhtiar. Untuk bertawakkal perlu ada langkah-langkah yang baik, diantaranya, Pertama, kalau memasuki suatu masyarakat, maka hormatilah kebiasaan atau adat mereka, Kedua, kalau kita ingin menyelesaikan urusan dengan terhormat, masukilah secara terbuka, bukan melalui ‘pintu belakang”, Ketiga, Jangan berbelit-belit. Keempat, Kalau ingin berhasil dalam pekerjaan, maka siapkanlah segala sesuatu yang diperlukan dengan baik.(Yusuf Ali:75)
 
Seorang wakil adalah seseorang yang memiliki spirit tawakkal. Konsep tawakkal kepada Allah adalah meyakini bahwa seluruh mahluk (pada hakikatnya) tidak member bahaya, kemanfaatan, dan tidak member maupun mencegah. Tak heran karenanya orang yang memiliki sifat tawakkal, dia akan masuk surge tanpa melalui proses perhitungan amal. Nabi Daud berkata kepada Sulaiman, putranya “ Anakku, ada tiga hal yang bias dijadikan sebagi petunjuk ketakwaan seseorang, Pertama, memiliki sikap tawakkal yang benar pada sesuatu yang akan dating atau sedang didapatkannya. Kedua, memiliki kerelaan yang benar terhadap segala sesuatu yang telah didapatnya, Ketiga, memiliki sifat sabar yang benar terhadap sesuatu yang tidak didapatnya.

Menjaga keseimbangan..

Terkadang hidup memberikan pilihan yang sulit. tapi dibalik itu semua terhampar banyak kemudahan. reaksi kita akan apa yang ada d depan kita sering membuat kita seolah-olah manusia paling menderita. padahal nikmat yang selama ini kita reguk sedemikian banyaknya. tentang rasa adalah topik yang membuat manusia seakan terkena serangan virus yang mematikan, jika tak disertai logika-logika. di hadapanku ada sebongkah asa dari rasa yang terlambat datang.

Menjadi virus yang menyerang sel-sel darah pertahanan jiwaku. Selalu mewarnai hari dan ingatanku. pikiran negatif dari berbagai peristiwa menjadi serangan bertubi-tubi yang membuatku banyak bertanya. Sementara kesucian yang selama ini menyertaiku dalam rentang perjuangan panjang derita, perjalanan tertatih-tatihku menjadi bayangan yang terkadang bersembunyi dalam diamnya.

Aku menjadi manusia yang tidak pandai bersyukur jika aku merunut pada apa yang telah aku lihat di sekelilingku. sementara asa yang membentang dihadapanku memberiku banyak ranjau tak bertepi, memberiku letupan-letupan emosional yang menenggelamkan rasionalitasku.Aku akan mewujudkannya dalam keseimbangan jiwa. bahwa menikmati keadaan dengan potensi-potensi positif yang ada dalam diri lebih menyehatkan, ketimbang menjadikan ruhani kita terjajah percuma.

Aku akan menjadi pribadi merdeka, yang akan melihat kehidupan dengan kecerahannya. awan gelap itu beringsut pergi, seketika kecerahan mentari yang menyertai. aku akan menitipkan hidupku sesuai kehendak takdir dan kehendak syari'at yang ku jalankan. jika itu telah menjadi Pilihan hidup aku akan menerimanya dengan segala kepasrahan total Kepada Tuhan yang maha kuasa.

Minta Tolonglah Dengan Sabar Dan Sholat

Sesaat Aku termenung dengan ungkapan seseorang nun jauh disana. Yang menyebutkan titik lemah kekuatanku. Spontan aku mengakuinya sebagai sebuah "Karumasaan". Nun di lubuk hati paling dalam. Aku sangat-sangat mengakui akan sejarah hidup yang telah kulewati, yang telah memberiku kelapangan dalam menyikapi hidup. bahwa hidup bukan semata-mata keindahan dan kesenangan, terkadang dia memberi air mata dan derita.
Saat pekat malam menemani dengan rasa dinginnya, aku terbayangkan sebuah episode hidup yang tak bisa ku elakan keniscayaannya. bahwa dia menjadi sympony dan pelangi saat hujan turun dalam terang matahari. Aku telah menjadi lelaki yang tak pernah malu menyikapi dan menerima keadaan apapun yang nyata ada di depan mata. Hati dan logikaku selalu kucoba seimbangkan.
Disaat lirih rintih dan harap do'a ku panjatkan, reaksi emosional yang selalu kau tunjukan telah menenggelamkan kegamangan ini menjadi tanda tanya takdir. segala galau dan beratnya ujian dan cobaan tak cukup diselesaikan dengan kata-kata. tak cukup dengan air mata. Aku butuh sandaran, aku butuh kedamaian, aku butuh pendinginan suasana hati dan pikiran. ingin ku hilangkan segala apapun yang menambah carut marut kekuatan berfikir dan langkahku. Hasbialloh...Cukup lah kiranya Sabar dan Sholat akan menolongmu...Perbanyaklah itu. biarkan Aku berakrobat dengan segala daya upaya dan kemampuanmu. jangan sekali-kali terus terperdaya oleh kekalutan rasa kehilangan. Karna Kehilangan bukanlah akhir Hidup. Kehilangan adalah bagian dari pelajaran Ikhlas. Sifat dan karakternya para wali dan orang-orang sholeh...Wasta'iinuu bishshobri Washsholaat..Fainnahaa lakabiiratun illaa 'alal khaasyi'iin.

Film "Tanda Tanya" Dan Indahnya Perbedaan

Seorang teman aktifis pergerakan mengajak saya menonton sebuah film yang katanya sangat bagus dan sayang dilewatkan. Atas nama kepenasaranan saya mengiyakan untuk nonton bareng. Sebelumnya memori saya memang menerawang pada segudang karya yang dihasilkan sang sutradara Hanung Bramantyo, sedikit dari sineas bertangan dingin yang dimiliki negeri ini, yang karya karyanya selalu memberikan warna tersendiri dan mencerahkan jiwa.
Dari judul filmnya saja, sudah memberikan ketertarikan tersendiri, “?” Tanda Tanya. Dalam sebuah wawancara di televisi, Hanung mempersilahkan penonton untuk memberikan judul sendiri. Terserah bagaimana penonton membaca dan menginterpretasikan setiap adegan dalam film tersebut. Dan memang film itu secara utuh menggambarkan sebuah pesan yang begitu mendalam dalam konteks realitas kehidupan kita sebagai sebuah bangsa yang “Bhineka Tunggal Ika” dengan balutan yang apik, menyentuh, dan berangkat dari realitas kesejarahan social yang terjadi akhir-akhir ini. Sehingga dalam sub judulnya muncul pertanyaan “Masih pentingkah kita untuk berbeda?” sebuah ungkapan protes betapa hari ini kita sudah mulai tak lagi menghargai realitas social yang berbeda, sudah tak lagi menghargai perbedaan, yang padahal itu menjadi kenyataan yang seharusnya menjadi rahmat, sebagaimana Rasul juga mengatakan “ikhtilaafu ummati rahmatun” bahwa perbedaan diantara ummatku adalah rahmat.

“Tanda Tanya” Membaca Realitas Sosial
Film “Tanda Tanya” mengambil latar sosial di wilayah Pasar Baru Semarang, entitas sosial kesukuan Jawa, Cina, latar belakang agama, Islam, konghucu, katolik, latar social ekonomi dan relasi komunikasi social antara sosok Keluarga Pemilik restoran Cina (Koko, istrinya, dan Fien Hen anaknya) dan para pegawainya yang notabene beragama Islam dengan karakter Menuk salah satunya yang diperankan Revalina S Temat. Situasi dalam restoran itu sendiri yang didalamnya menyediakan menu makanan babi dan non babi, perkakas masak yg terpisah, suasana kekeluargaan yang dijalankan, serta bebas menjalankan ibadah sholat.
Selain itu pula terdapat karakter peran yang kuat dijalankan oleh sosok Soleh suaminya Menuk yang pengangguran, merasa tak berdaya dan tak berguna ketika dihadapkan pada sutuasi bahwa yang menghidupi keluarganya adalah sang istri yang bekerja sebagai pelayan restoran cina tersebut, sementara anaknya si Koko memiliki sejarah Cinta dengan istrinya tersebut, Menuk memilih Soleh dibandingkan Fien Hen karena alasan bahwa Soleh taat beragama, sebuah alasan yang bagi Ko Hen tak bisa diterima dan membuatnya tak serius membantu Bapaknya mengelola restoran, lebih memilih hidup liar di luar serta selalu menunjukan sikap sinis dan kecewa pada Menuk dan Soleh suaminya.
Menarik juga tokoh anak bernama Abi dan mamahnya yang pindah agama dari Islam ke Katolik, pertentangan psikologis seorang anak kecil yang Islam dan mamahnya yang Katolik, juga sosok Lelaki yang terusir dari kost an karena 4 bulan menunggak, tinggal dimasjid dan selalu bermain dalam film hanya sebagai tokoh jahat atau hanya figuran semata, yang karena kedekatannya dengan sosok mamahnya Abi mendapatkan peran utama sebagai tokoh Yesus dalam drama yang dipentaskan di gereja, yang tentu dengan bayaran yang besar.
Kita dapat menyaksikan bagaimana perang bathin dalam setiap sequel cerita di dalamnya. Saat sosok mamahnya Abi dimintai pendapat tertulis untuk menjelaskan tentang Tuhan di gerekja oleh sang Romo, dia menulis “ Tuhan adalah ar Rahim maha pengasih, Ar-Rahman maha penyayang, al-Malik maha menguasai, al-Quddus, maha suci, as-Salam maha menyelamatkan, al-Muhaimin maha menjaga…dst” penjelasan tentang Tuhan di geraja yang justru di ambil dari al asma’ul husna dalam pemahaman keagamaan Islam yang tentu membuat jemaat gereja yang lain terheran-heran. Lalu bagaimana sosok teman lelaki mamahnya Abi (saya lupa nama dalam film itu..hehe), saat dia harus memerankan sosok Yesus dalam dramanya, dia begitu maksimal memerankan sosok Yesus dalam drama tersebut, dengan diiringi rintih bathin sesudahnya saat membaca surat Al-ikhlas di Mesjid tempatnya mmenitipkan malam. yang tentu pesannya bagi Muslim berkait dengan “Ke-Esa-an” Allah SWT.
Adegan lain yang menurut saya cukup dramatis adalah saat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Natal. Saat Hari Raya Idul Fitri Si Koko Pemilik Restoran Cina selalu mengeluarkan kebijakan meliburkan selama lima hari, Tapi Si Fien Hen karena ke egoan saat mulai ikut terjun mengurus restoran akibat keadaan bapaknya yg sakit mengambil keputusan berbeda, hari kedua dia membuka restorannya, dan dipimpin Soleh Restoran itu diserbu massa, dirusak hingga hancur berantakan, kondisi ini membuat si Koko pemilik restoran sakitnya tambah parah hingga meninggal ikut terkena pukulan kayu Soleh yang notabene suaminya Menuk yang karyawan restoran itu, anaknya Si Fien Hen juga shock, sambil menangis dalam porak porandanya tempat usaha leluhurnya, dia menemukan buku Al-Asmaul Husna, dia menyadari mengapa bapaknya memiliki sikap toleransi yang begitu tinggi, baik dengan karyawannya yang mesti berbeda agama dan keyakinan, dalam tarikan nafasnya yang terakhir dia membisikan pada anaknya agar memilih Islam, dan si Fien Hen pun masuk Islam dan mengganti restorannya menjadi Restoran Cina Barokah yang halal.
  Dalam bagian lain diceritakan pula Soleh suaminya Menuk sudah mendapatkan “pekerjaan” sebagai anggota Banser (Barisan Anshor Serbaguna), saya cukup tersenyum juga saat Soleh dengan bangganya mengungkapkan hal itu, Soleh dengan gagahnya menggunakan seragam Banser yang dalam film itu dimunculkan tugasnya ikut berjaga dalam pengamanan perayaan natal di Gereja, meski dalam benaknya muncul pertanyaan dan didialogkan dengan sesama anggota Banser yang lain “Kenapa kita harus ikut menjaga gereja” dan dijawab bahwa tugas itupun merupakan tugas mulia yang merupakan Jihad kemanusiaan kita selaku muslim, setelahnya Islam banyak dikotori oleh peristiwa terror bom yang atas nama jihad. Sampai saat Soleh berjaga di Gereja menemukan kardus berisi bom dan dengan gagah dan yakinnya menunjukan arti dan maknanya bagi hidup dan kehidupan, dia meninggal bersama meledaknya bom itu dengan berucap “Laa Ilaaha Illallaah”.

Agama, Keindonesiaan dan Kemanusiaan
Film ini ingin menunjukan bahwa betapa pentingnya kita saling menghormati dan menghargai. Betapa toleransi beragama itu menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam konteks hubungan sosial kita. Kita beragama sesuai keyakinan kita masing-masing, dan kita pun bisa tetap saling bekerjasama, saling memberikan nilai penghormatan yang akan menjamin terciptanya keharmonisan. Keharmonisan dalam kehidupan privat kita di rumah tangga, maupun keharmonisan dalam kehidupan komunal kita selaku warga bangsa.
Frame Toleransi dan kebangsaan yang ditunjukan sosok-sosok dalam film itu, termasuk pemunculan karakter muslim taat seorang Soleh melalui aktifitas Gerakan Pemuda Anshor melalui peran Bansernya yang selalu ikut andil menjaga keamanan dan kerukunan dalam konteks kemanusiaan menjadi kata kunci kita, bahwa berjihad dalam Islam melalui terror bom bunuh diri yang menghilangkan jiwa-jiwa tak berdosa, aksi-aksi pengrusakan, yang dilabeli “Islam” yang memiliki keyakinan “merasa benar di jalan yang sesat” kalau istilah sastrawan D. Zawawi Imran, yang menimbulkan ketakutan dan keresahan dikalangan sesame anak bangsa, bukanlah satu kebenaran Islam yang hakiki. Kita bisa menunjukan Jihad dengan cara yang lain yaitu Jihad kemanusiaan, ikut memuliakan manusia, saling menyayangi dan mengasihi sesuai hadist qudsi yang menyatakan “ irhamuu man fil ardl, yarhamukum man fissyamaa’i” sayangilah segala apa yang ada di muka bumi, maka kalian akan disayang oleh semua yang ada di langit”.
Film itu sejatinya juga memberi ruang dan tempat tertentu bagi satu pengakuan yang jujur pula, bahwa terdapat entitas Keislaman mayoritas di Republik ini yang mampu menunjukan perannya sebagai “Muslim Taat” dan juga sebagai warga bangsa Indonesia dengan sangat baik (dalam hal ini Hanung sepertinya merujuk pada entitas Banser sebagai bagian dari GP Anshor, ormas kepemudaan yang merupakan anak tertua dari ormas keagamaan Nahdlatul Ulama yang notabene pengikut Islam mayoritas di republik ini), bahkan dalam view nya didinding rumah Soleh terdapat beberapa poster Alm. KH.Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan icon NU dan icon perjuangan toleransi dan pluralisme di Indonesia  Entitas Islam dengan pemahaman Bahwa Keislaman, Keindonesiaan dan Kemanusiaan adalah menjadi mantra yang akan menjadi dan menjaga surga kedamaian, kerukunan, keharmonisan kehidupan social di Republik ini.
Atau kalau menurut Ahmad Syafii Maarif mantan Ketum PP Muhammadiyah diidentifikasikan sebagai Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan Negara. Sebauh Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama kita yang beragam; sebuah Islam yang memberikan keadilan, kenyamanan, keamanan, dan perlindungan kepada semua orang yang berdiam di nusantara ini, tanpa diskriminasi, apapun agama yang diikutinya atau tidak diikutinya, Sebuah Islam yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat miskin, sekalipun ajarannya sangat anti kemiskinan. Sebuah Islam yang benar benar Rahmatan Lil ‘Alamiin, menjadi rahmat bagi seakalian alam. Dan tentu film “Tanda Tanya”  ingin mengetuk setiap anak bangsa dari manapun entitas ras, suku, budaya, agamanya untuk selalu menerima takdir perbedaan itu sebagai suatu anugrah yang Tuhan Yang Maha Kuasa berikan  pada kita sebagai warga bangsa. Jadi pemeluk agama apapun di Republik ini, suku dan ras manapun, Cina, Jawa, Sunda, Batak, untuk bisa saling menghargai dan menghormati. Mantaplah Bang Hanung..!

Kepemimpinan Huda: Antara Kekhawatiran Dan Harapan

Kepemimpinan Bupati/Wakil Bupati  H UU Ruzhanul Ulum dan H. Ade Sugianto sudah berjalan hampir sebulan. Setiap terjadi sirkulasi kepemimpinan pertanyaan yang muncul pasti berkisar dua hal, Apakah sama dengan pemerintahan sebelumnya ataukah ada sesuatu yang berbeda. Aapakah kepemimpinannya akan memberikan harapan ataukah akan meninggalkan kekecewaan. Selalu dasar pijaklannya berawal dari ekspektasi yang sedemikian besar akan terciptanya kondisi yang lebih baik, baik yang berkaitan dengan jalannya tata kelola pemerintahan, maupun yang berkaitan dengan terpenuhinya hajat hidup orang banyak menyangkut terciptanya keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan lahir bathin masyarakat Kabupaten Tasikmalaya.
Tulisan ini tidak hendak menjustifikasi sebuah sikap yang mencerminkan apatisme, namun dalam setiap permulaan apapun tetap harus disediakan ruang-ruang optimisme, celah harapan yang disisakan, selain sikap pesimis dan kekhawatiran. Bagaimanapun secara takdir dan faktual pasangan Huda ini telah dipilih melalui proses politik demokratis prosedural dimana masyarakat Kabupaten Tasikmalaya telah menunjukan pilihannya, terlepas apakah perjalanan tahapan Pilkada itu dari awal sampai akhir itu memenuhi kualifikasi standar demokrasi substansial ataukah tidak, yaitu proses demokrasi yang perjalanannya mencerminkan sesuatu yang baik, dan yang dihasilkan juga yang terbaik, baik dari sisi moralitas, kapabelitas, integritas, dan mencerminkan quantum ekspektasi atau lompatan harapan menuju kemaslahatan dan arah yang lebih baik.

Kenyataan Faktual Pasangan Huda
            Kenyataan faktual yang hari ini kita terima adalah bahwa pasangan Bupati/wakil bupati merupakan politisi dari dua partai besar yang berbeda secara ideologis. Bupati UU Ruzhanul Ulum berangkat dari PPP sebagai partai Islam yang dalam beberapa periode pemilu menjadi pemenang di Kabupaten tasikmalaya, sementara H Ade Sugianto merupakan Ketua DPC PDIP. Adalah sesuatu yang sangat wajar, jika kepemimpinan di suatu daerah berasal dari dua kekuatan politik yang berbeda dalam perjalanannya selalu ada gesekan dan persaingan. Bupati boleh jadi beranggapan bahwa wakil tetaplah wakil, kebijakan utama tetap ada dalam genggaman tangannya, tidak akan pernah ada gambaran matahari kembar, sementara Wakil Bupati boleh jadi pula beranggapan bahwa jadinya pasangan ini adalah satu paket, jadi dalam hal pengelolaan pemerintahan juga sejatinya harus mencerminkan kerjasama saling menghargai diantara Bupati dan Wakil Bupati. Bagaimana format saling menghargai itu? Dalam hal kepemimpinan politik pemerintahan lekat dengan kepentingan, karena kekuasaan hakikatnya mencerminkan kepentingan yang abadi. Jadi pengertian saling menghargai itu tentu adalah pada bagaimana pembagian “kue” kekuasaan itu dilakukan secara proporsional, salah satunya dalam hal penempatan “kabinet” di level pejabat eselon II, III yang menjadi lokomotif pergerakan jalannya pemerintahan.
            Sesuatu yang saling berkelit kelindan bahwa “kue” kekuasaan dalam hal penempatan personil  berhubungan erat dengan gula-gula yang ada di dalamnya, lebih jauhnya lagi adalah porsi keberpihakan jangka panjangnya yang bersifat politik, bagaimana posisi Bupati dan Wakil Bupati itu mampu menopang upaya konsolidasi politik dari dua gerbong politik yang berbeda ideologis secara diametral tersebut. Bupati mungkin berpikir bagaimana mempertahankan Kabupaten Tasikmalaya itu agar tetap hijau, sementara Wakil Bupati ingin memerahkannya. Hal itu sah dan logis saja kalo dibaca semata politis. Hanya saja secara moral ideal, mudah-mudahan kita berharap, bahwa keduanya, pertama-tama dan utama yang ada dalam benaknya adalah memberikan kinerja terbaiknya memimpin kabupaten Tasikmalaya demi menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya.

Konsolidasi, Penguatan Fondasi Pemerintahan Dan Harmonisasi
            Sangatlah penting kiranya kepemimpinan memikirkan sebuah frame kepemerintahan yang akan menjamin kokohnya fondasi jalannya pemerintahan. Pertama-tama dan utama tentu upaya konsolidasi internal layak dilakukan. Setelah event politik Pilkada pastilah terdapat suasana psikologis di kalangan birokrasi, terdapat Tiga kutub utama yang muncul dan terasa kelompok pendukung Huda, Kelompok yang kemarin tidak mendukung, dan kelompok kekuatan Mantan Bupati Tatang FH yang tentu masih menunjukan eksistensinya. Itu kalau dilihat secara politis, kalau dilihat secara non politis muncul pula fenomena STPDN dan non STPDN. Semua mestinya ditarik dalam wujud konsolidasi korps pemerintah daerah, bahwa saatnya bekerjasama dan sama-sama bekerja. Hilangkan sekat-sekat politis dan tarik menarik perkubuan. Hanya atas dasar pertimbangan profesionalisme, loyalitas pada aturan dan kapasitas serta kapabelitas, kepatutan dan kelayakanlah  yang harus menjadi ukuran.
            Seorang kawan yang orang dekat Bupati mengatakan pada penulis dengan gayanya yang khas, tentang ungkapan KH Abdul Aziz Affandi bahwa kemenangan H Uu sebagai Bupati adalah hal kecil bagi keluarga besar Ponpes Miftahul Huda Mnonjaya, tapi tijalikeuh atau gagalnya kepemimpinan Uu akan menjadi sesuatu yang sangat besar dampaknya bagi Huda, Hamida dan ulama serta pesantren pada umumnya. Jadi karenanya Hamida pada khususnya ikut bertanggungjawab menjaga dan mengawal kepemimpinan Bupati Uu agar berada dalam aturan normatif, dan menjalankan kepemimpinan dengan amanah dan shiddiq. Saya menyampaikan satu hal pada beliau bahwa seorang bupati dengan segala kewenangan dan kebijakannya ibarat memegang pisau bermata dua, jika kebijakannya tepat, sesuai aturan, maka masyarakat akan merasakan manfaat dan maslahatnya, jika sebaliknya maka pisau itu akan memotong lehernya sendiri.
            Sangatlah penting kiranya langkah-langkah konsolidasi internal terlebih dahulu, pertama yakinkan publik tentang tentang kepemimpinan harmonis antara Bupati dan Wakilnya itu akan bisa berjalan selama 5 tahun, jangan seperti rumor yang berkembang di masayarakat, yang menunjukan sikap apatis dan pesimis rakyat, bahwa paling bulan madu keduanya hanya akan berlangsung selama 6 bulan, selebihnya akan “gentreng” paadu kasep disamping mungkin paadu konsep. Jika kenyataan pergesekan diaantara keduanya kenceng, muncul ke publik, maka asumsi kepala daerah/wakil kepala daerah yang murni politisi dengan gerbong partainya selalu tak pernah akur akan terbukti kenyataannya, dan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya pasti akan merasakan dampaknya, termasuk tentu kalangan birokrasi sebagai pelaksana administrasi pemerintahan.
            Selain itu arah konsolidasi dan penguatan fondasi berada pada 4 pilar pokok plus keberadaan sekretaris daerah sebagai dirigen birokrasi. Yaitu Bappeda, Inspektorat, Dinas PPKAD, dan BKPLD. Keempat pilar itu harus benar-benar menjadi bidikan awal, langkah apa yang akan dilakukan selama lima tahun kedepan. Keempat lembaga itu berkaitan dengan persoalan sumberdaya manusia, sumber dana, perencanaan dan implementasi serta pengawasan pelaksanaan program-program yang akan dijalankan. Di keempat lemaga itu harus benar-benar disimpan orang yang kuat karakter kepemimpinan, kuat konsep dan penguasaan tupoksinya, serta tidak tercemari sikap-sikap politik yang berlebihan. Unsur profesionalisme dan daya tahan serta daya dobraknya harus kuat, jika cerminan yang hendak ditampilkan adalah kekuatan fondasi awal pemerintahan. Selebihnya melalui pola Baperjakat yang bebas intervensi  pihak-pihak eksternal sebagaimana sebelum-sebelumnya, akan melebar kepada lembaga atau dinas lainnya baik dalam penempatan personil di eselon II maupun eselon III nya.
            Ala kulli haal, semua kita berharap yang terbaik bagi masyarakat. Berharap ada harapan dari setiap kekhawatiran yang mungkin muncul. Semua kita takkan mampu melawan takdir yang telah terjadi. Sawaabiqul himaam laa tahruku aswaaral aqdar. Kuatnya keinginan takkan mampu mengoyak takdir. Takdir masyarakat Kabupaten Tasikmalaya dipimpin H Uu dan H Ade Sugianto, apapun dan bagaimanapun bukti dan kenyataannya. Terlepas sekali lagi dari bayangan dan ekspektasi idealitas figur kepemimpinan. Saat ini saatnya mereka berbuat, menunjukan bukti. Apakah mampu lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya ataukah sebaliknya. Baik kiranya jargon HAJI diambil, apa-apa yang sudah baik dilanjutkan dan ditingkatkan serta disempurnakan, apa-apa yang selama ini dianggap kurang baik diluruskan dan diperbaiki. Wallohu A’lam.

Jika dan Hanya Jika.....

Jika Aku..Maka Dia...
Jika Dia...Maka Aku.....
Didunia ini tak ada yang tak mungkin, karena isi hidup hakikatnya probabilitas (ragam kemungkinan-kemungkinan). Didunia ini tak ada yang sulit, karena kesulitan itu bisa diciptakan dan dihilangkan, bisa juga dimudahkan. Masalahnya Kita kebanyakan mau mudah dan enaknya saja..Padahal Sesuatu yang didapatkan dengan segenap "Rasa Sulit" dan "Tidak Enak" Jika itu ada nyata digenggaman SUNGGUH Terasa ENAKNYA TANPA KITA INGAT Saat Merasakan Sulitnya. Sungguh, Yang berharga, tak mudah didapat.

Senandung parau...

Tak pernah letih hati ini mengeluarkan ekspresi jiwa,
saat letih datang menghampiri, diri ini kadang tak terkendali.
Namun Asa dan rasa selalu memaafkan keletihan itu.
Hari dimana aku sudah kehilangan banyak kata,
maka tumpah ruah ekspresi itu membuatku tertegun dalam diam panjang
Adakah kesia-siaan dari semuanya ini?
Kesadaran itu tak selamanya ku pahami
Jika sajja ada ruang-ruang kontemplasi yang lebih menenangkan
Maka pilihan itu kini hendak kurengkuh dan kunikmati
Senandung jiwa yang mulai parau memanggil namamu
memandang nanar dalam cahaya yang mulai meredup
mendengar dan berucap dalam balutan kata yang sayup dan hampa makna..
Aku tak salahkan keadaan..
Akku salahkan Jiwa dan Hatiku yang terantuk batu yang sama
dalam keberulangan yang tiada henti.
cinta dalam senandung parau suara
cinta dalam hentakan nada-nada sumbang
cinta dalam terjangan badai gelombang dan terjalnya batu karang..
Tapi ku menepi dalam landai pantai..
menghirup semilir angin
Dan harum nafas ketulusan..
Jikalau itupun Ada..
Kini Cinta Tuhanku menemani parauku
Meski hati terasa Letih..
Just The Way I Am....
Tq My Beloved......

Sprint Menjelang Finish Ramadhan

Barang siapa menghidupkan malam qadar itu dengan mempebanyak segala rupa ketaatan dan peribadatan dilandasi keimanan, yakni membenarkan jaji Allah akan pahala atas hal itu, serta beramal dengan mengharapkan pahala dan ampunan, bukan karena riya atau lainnya, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”(Al-Hadist)

Suatu saat Rasulullah SAW pernah ditunjukan seputar umur ummat-ummat terdahulu, Rasulullah sempat tertegun sedih melihat bahwa umur mereka ummat terdahulu tersebut panjang-panjang, bahkan sebuah riwayat mengatakan bahwa pada zaman Bani Israil terdapat orang shaleh yg umurnya lebih dari seribu tahun, umurnya tersebut dia pakai untuk jihad dijalan Allah dan beribadah. sementara ummat Muhammad umurnya rata-rata usia 60-70 Tahun, lalu bagaimana ummat Muhammad SAW bisa mengimbangi amalan ummat-ummat terdahulu kalau begitu, padahal ummat Islam dikatakan sebagai Khairu ummah yaitu ummat terbaik diantara ummat-ummat lainnya sebelum ummat Muhammad.

Untuk menjawab kesedihan Rasulullah itulah, Allah SWT menurunkan QS.Al-Qodr:1-3 yang menyatakan bahwa ada suatu malam dimana kemuliaannya memiliki nilai sama dengan seribu bulan, malam itulah yang disebut dengan malam kemuliaan (Lailatul Qadar). Pada mala itulah  diturunkannya Al-qur'an, malam itu malam diantara malam-malam di Bulan Ramadhan dengan keutamaan lebih baik dari 1000 bulan atau setara dengan 83 Tahun 4 Bulan atau sebanyak 29.500 hari. Jadi Kalau saja kita sebagai ummat Islam pernah menemukan dan mendapatkan Malam Lailatul Qodar itu 15 kali saja atau 15 Tahun dalam setiap Ramadhan yang kita pernah lalui, maka kita bisa menyamai umur dan amalan ummat terdahulu tersebut, karena kalau kita menghitung 15x83 tahun 4 bulan saja sudah 1250 tahun.Luarr Biasa...!

Kapankah sebenarnya malam kemuliaan itu terjadi? Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa malam tersebut turun pada saat Al-Qur’an diturunkan “ Innaa Anzalnaahu fiie Lailatil qadr. Wamaa adraaka maa lailatul qadr. Lailatul qadri khairun min alfi syahr…”. Sesungguhnya kami telah menurunkannya(Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dalam penjelasan surat lain yaitu dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 185 Allah berfirman “Syahru Ramadhaan alladzii unzila fiihil qur’aan. Hudan Linnaas wa bayyinaati minal huda wal furqaan……….” Bulan Ramadhan adalah Bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, yang menjadi petunjuk dan dan pembeda antara yang benar dan yang bathil. 

Untuk meraih malam Malam Lailatul Qodar tersebut kita dapat melakukan serangkaia ibadah sepanjang malam dalam satu bulan Ramadhan tersebut, karena salah satu dalam malam Ramadhan tersebut terdapat satu malam yang sangat istimewa. Akan tetapi seandainya kita tidak kuat menjalani ibadah sepanjang malam selama bulan Ramdhan tersebut, Rasulullah SAW menyatakan pula bahwa malam laitaltul qadar itu bisa diketemukan pada Sepuluh hari terakhir di Bulan Ramadhan, bahkan Rasul mempersempit lagi, pada Tanggal-tanggal Ganjilnya yaitu 21, 23, 25, 27, 29. Bahkan dalam salah satu riwayat disebutkan menurut Imam Syafi'i dan jumhur ulama lainnya dipersempit lagi, yaitu pada Malam 23 dan 27. Jika mengacu pada informasi tersebut, kita sejatinya sudah mendapatkan arahan dan petunjuk bagaimana kita bisa mendapatkan kualitas amal yang setara dengan lebih dari seribu bulan tersebut. Kita tinggal tekadkan dan yakinkan dalam hati, bahwa pada malam tanggal-tanggal itu, konsentrasikan hati dan pikiran kita kepada Allah, memperbanyak ibadah, Kita terjaga semalaman dalam Dzikir kepada Allah.

Akan tetapi, kita menangkap kenyataan dikehidupan kita sehari-hari, bahwa Ibarat dalam Perlombaan Lari, menjelang finish biasanya dan seharusnya peserta akan semakin mempercepat larinya untuk keluar sebagai pemenang. Dan pemenang biasanya terbatas, karena memang dia terbaik dalam usahanya. Pemenanglah yang berhak mendapatkan medali. meraih hadiah. Para sahabat..sepuluh hari terakhir Ramadhan itu sama dengan saat kita menjelang finish, harusnya kita tambah menambah sprint dan kecepatan lari kita, karena diantara malamnya ada malam yg lebih baik dari Seribu Bulan tersebut,...

Tapi Fenomena di negara dan masyarakat kita, menjelang finish Ramadhan, justru malah mengendor, karena konsentrasi sudah pada urusan lebaran, urusan baju baru, makanan, mudik atau lainnya. Pusat-pusat perbelanjaan penuh berjubel oleh mereka yang berbelanja kehidupan lebaran, jalanan macet dengan kendaraan baik motor maupun mobil yang berburu makanan untuk berbuka, tempat-tempat keramaian umum menjadi tongkrongan  favorit dibandingkan di mesjid maupun mushola, sehingga berdampak pula pada semangat menjalankan ibadah qiamul lail.

Maka tak heran, apabila pada sepuluh hari pertama, mesjid dan mushola pada penuh dan ramai, maka di sepuluh terakhir mulai menyusut drastis, jika diawal sampai tiga shap berjamaah tarawih plus anak-anak dan para remaja, maka sepertiga akhir Ramadhan paling tersisa satu shap paling depan saja, itu pun paling para orang tua yang sudah mulai lanjut usia. Semua sudah mulai kendor semangatnya, konsentrasinya sudah pudar, melebar kemana-mana. Padahal justru di sepuluh hari terakhir lah harusnya ibadah ramadhan kita digeber, naik gigi menuju gigi sprint. Karena Bulan agung itu menghitung mundur akan meninggalkan kita, dan untuk mendapatkan dan bertemu kembali dengan Ramadhan itu, kita harus menunggu sebelas bulan yang akan dating, mending kalau Tuhan masih memberi umur pada kita, jika saja umur kita tidak sampai pada Bulan Ramadhan yang akan datang, sungguh rugi dan celakanya kita.

Dalam setiap perlombaan lari, pasti banyak yang rontok di tengah jalan, tak memiliki kekuatan nafas dan fisik untuk berlari, tak memiliki semangat dan daya juang yang memadai, Sehingga banyak yg rontok, menyerah dan tak mencapai garis finish. Sang Pemenang akan mendapat Piagam dan medali sebagai "Muttaqin". Dia akan mendapatkan hadiah berupa Kembali kepada Kefitrian yg sebenar-benarnya, dia akan memperoleh Tabungan pahala yang berlipat ganda dalam Rekening Akhiratnya. Apakah layak kita disebut pemenang? mungkin bagi kita yang tak mampu finish, kita hanya akan mendapat hadiah hiburan saja...."lapar dan haus " semata....Astaghfirullaahal Adziim...semoga kita semua diberikan kekuatan untuk terus berlari dalam speed dan kecepatan yang konsisten, bahkan kita mempercepat lari kita di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini dengan berbagai ibadah yang kita lakukan, sehingga kita berkesempatan meraih Lailatul Qadar, dan kita pun keluar sebagai pemenang di garis finis dif ajar Idul Fitri 1432 H nanti. Amiien.

Menjemput Kemenangan Sejati

Tinggal menghitung hari,
Sang Kekasih Sayyidus suhuur pergi
Ramadhan kan berpamitan
Tak ada tangis dan air mata
Kulum senyum 'bahagia"
Kini terbebas beban lapar dan dahaga..
Begitu ungkapan dan pernyataan kita
Tak ada nyanyian dan teriakan perut kerongkongan
Tak tersisa kultum, Kulsub, Qiyamul Lail, dan a ba ta tsa
mengeja ayat-ayat NYA
Tersisa Keramaian, kegaduhan, ......
Keinginan, syahwat eksibisionis nan profan...
Berpadu padan seringai Konsumerisme....
Adakah kesadaran dan kesejatian sentuhan jiwa...
Kemenangan, dan kefitrian itu
Tidaklah pada keserba baru an materi
Jemputlah kemenangan Sejati,
Dalam berbagi, bersama Barakah Ziadatul Khair,
Bertambahnya keimanan, dan kebaikan amaliah
Kekasih.......
Mengapa sedemikian Cepatnya Kau Pergi...
Dalam lirih rintih do'a...
Sampaikan kiranya umurku,
untuk bertemu kembali....
Bersamamu, bercengkerama dan
bercinta.....
...... dalam sedahsyat-dahsyatnya cinta...
.......dalam setenang-tenangnya hati dan jiwa
.......dalam damai dan Kenikmatan keabadian
Bersama gelap gulita malam,
dalam terang benderangnya nuur cahaya hidayahMU
Yaa Ilaahi Rabbi......
Aku bersimpuh syukur..
Alhamdulillaahi Rabbil 'Alamiin....

Perjalanan Ini...

Beberapa Minggu ini, saya sedang sangat gandrung membaca buku seputar motivasi, psikologi, otak kanan, dan wirausaha. hampir setiap hari saya selalu membuka lemari buku yang berjejer dalam lemari kaca, entah ada "penyakit" apa, dan menginginkan apa...

Beberapa Bulan ini, saya juga sedang sangat terganggu dengan bacaan realitas sosial, politik dan psikologi di sekitar dunia yang selama beberapa tahun saya geluti. Dunia kerja, hobi, relasi  dan peristiwa-peristiwa yang dianggap bersejarah dalam perjalanan keseharian hidup saya. Saya gundah, galau dan gelisah. Saya berontak dan marah. Tapi saya masih mencoba berfikir jernih dan realistis. Bahwasanya segala sesuatu jangan sekali-kali meninggalkan kekuatan keyakinan hati dan kekuatan pikiran. Jadi jangan pernah berhenti berfikir, dan jangan pernah tidak menyapa hati nurani. Jika hatimu nyaman, dan olah fikirmu mengiyakan secara akal sehat dan rasionalitas..Just do it and go ahead....! begitu kira-kira proses itu berjalan.

Saya menyaksikan, saya merasakan, dan saya mengatakan "Tidak". Saya amatlah meyakini bahwa dalam hidup selalu ada ya dan tidak, hidup tidak selamanya harus "Ya" pada saat "Ya" itu menggoncangkan hati dan pikiran kita. pun tidak selamanya harus "tidak" jika hidup itu juga menjanjikan jalannya sendiri dengan kata "tidak" itu. saya merunut runtut hari demi hari, kata demi kata dari setiap apa yang pernah dijalani, apa yang pernah dilihat dan didengar, dan yang lebih penting dari apa yang dirasakan.
Bahwasanya itu akan membentur dinding tembok tinggi dan besar, kokoh dan tak tertembus, maka terkadang hal itu menjadi energi mekanik yang menggerakan fungsi olah fikir akal sehat kita, bahwa segalanya selalu ada ruang dan waktu, pasti ada jalan....

Melawan pendapat "umum" selalu menjadi sesuatu yang dianggap aneh dan nyeleneh, menjadi berbeda itu amatlah indah, karena itu menunjukan kewajaran hidup yang memang seperti itu faktanya. Mengapa selalu kembali pada persoalan profan yang kering dan gersang. ? saya lahir dan dibentuk dari ketiadaan, menjalani dan menjadi dari ketiadaan, satu-satunya ke"ada"an yang bagi saya amatlah penting, adalah pada saat saya mampu berbuat sesuatu yang dianggap sebagai sebuah amal dan kemanfaatan, sekecil dan seremeh apapun kekuatan tangan berbagi dan memberi, adalah kesejatian hidup yang sebenarnya. mengapa orang selalu berhitung hidup dengan uang, berpolitik dengan uang, masuk partai karena mencari uang, bekerja semata-mata uang, bahkan masuknya pun karena uang?. Kemanakah nama besar keulamaanmu, kegagahan ketokohanmu, pengakuanmu sebagai seorang pemuda, dan nama besar baju seragammu...

Bahwasanya masing-masing punya jalan hidupnya sendiri, iya..Tapi jangan mau mengurus orang lain dan numpang hidup dari peran orang lain, jika suara yang mendudukanmu pada tanggungjawab dunia akhiratmu itu membuatmu tak henti memikirkan dirimu sendiri semata....

Saya akan mencatat sebuah frase hidup dalam tinta yang terus menulis, yang membawanya pada satu cerita yang lengkap dan tuntas...oleh karenanya, izinkan saya mengatakan "Tidak" pada kehidupanku saat ini, dan saya mengatakan "Ya" pada bahasa hati dan meracaunya akal fikirku...
Dan ini, Hanyalah Catatan...

Refleksi 900 Tahun Kabupaten Tasikmalaya: Quo Vadis ?

Setiap memasuki Bulan Agustus, pemerintah Kabupaten Tasikmalaya terlihat lebih sibuk. Selain mempersiapkan kegiatan yang berkaitan dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Tanggal 17 Agustus, juga merayakan Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya. Momentum Agustus tahun 2011 ini bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan Juga, jadi terasa istimewanya. Tahun ini angka untuk HUT RI menginjak di 66 Tahun, sementara Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya yang jatuh tanggal 21 Agustus merupakan peringatan yang ke-900 tahun.

Apa pentingnya kita memperingati dan merayakan Hari Jadi Tasikmalaya tersebut,  Penting pulakah kita memikirkan moment tersebut?, bagi penulis, sebagai bagian dari kecintaan terhadap tanah leluhur Sukapura Ngadaun Ngora, Kabupaten Tasikmalaya, penting kiranya untuk mengajak para pemimpin, elit pengelola pemerintahan daerah baik eksekutif maupun legislative untuk sama-sama bertanya, bagaimana dan dimana serta mau dibawa kemana Kabupaten Tasikmalaya ini. Dalam setiap refleksi memperingati hari jadi, haruslah senantiasa berfikir tentang keadaan hari ini, dan harapan serta langkah-langkah strategis yang ingin dicapai dan diwujudkan dimasa depan. Proses perjalanan kepemerintahan itu harus selalu mencerminkan upaya dan langkah konsisten dan sustainable menuju kea rah yang selalu lebih baik bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal dan hidup di tatar Sukapura tersebut.

Sepintas Tentang Sejarah Hari Jadi Tasikmalaya
Dari beberapa informasi, penelitian dan kajian seputar sejarah perjalanan panjang Kabupaten Tasikmalaya, kita membaca apa yang disampaikan oleh Team Peneliti hari jadi Kab. Tasikmalaya yang menemukan enam moment sejarah untuk dijadikan pangkal menentukan hari jadi. Terlepas dari kontroversi seputar penentuan tanggal 21 Agustus tersebut sebagai tanggal Hari Jadinya, bahwa jika kita mengkaji bahwa dalam enam moment itulah terdapat rangkaian sejarah panjang tatar Sukapura sampai bernama Tasikmalaya, dimana didalamnya tersebut mengandung unsur - unsur pembaharuan, kedinamisan, kreatifitas, kesadaran bermasyarakat, kesadaran berpemerintahan sendiri dan kedulatan atas wilayahnya.

Ke-enam moment itu adalah, Pertama, Galunggung menurut Prasasti Geger Hanjuang.. Kedua, Periode Pemerintahan di Sukakerta. Ketiga, Berdirinya Sukapura dan perkembangannya. Keempat, Perpindahan Ibukota Kab. Sukapura Ke Manonjaya (1834). Kelima, Perpindahan Ibukota Kab. Sukapura dari Manonjaya ke Tasikmalaya 1 Oktober 1901 yang kemudian diikuti perubahan nama Kab. Sukapura menjadi Kab. Tasikmalaya pada Januari 1913. Keenam, Tasikmalaya dalam lingkungan Negara RI (UU No. 1/1945 tanggal 23 Nopember 1945 dan UU no. 22/1948 dan UU no. 11/1950 tanggal 8 Agustus 1950)

Apabila ditinjau dari segi sejarah, bahwa tanggal 21 Agustus yang pilih sebagai hari jadi Kabupaten Tasikmalaya penentuannya lebih bersifat hukum dari pada sejarahnya. Legalitasnya ditentukan dalam sidang DPRD, dalam hal ini nilai sejarah yang diharapkan ialah insiprasinya untuk menjadi titik awal perlananan tata kelola pemerintahan awa yang terekam dalam Prasassti geger hanjuang tersebut, bahwa diharapkan filosofinya adalah menjadi inspirasi untuk terus lebih maju dengan nilai edukatif untuk selalu belajar dari pengalaman manusia. Sejarah adalah pengalaman manusia yang dengan sendirinya merupakan guru yang baik bagi mereka yang mau belajar. Itu sebabnya DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Tasikmalaya pada sidang tanggal 31 Juli dan tanggal 1 Agustus 1975 mengesahkan dan menetapkan Hari jadi Tasikmalaya jatuh dan dipilih tanggal 21 Agustus 1111, ialah moment pertama dari urutan moment-moment diatas.

Bahwa dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, suatu pemerintahan pada umumnya dan Kabupaten Tasikmalaya pada khususnya akan dituntut pada sejauhmana mampu mewujudkan aspirasi dan ekspektasi yang berkembang dalam masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya, merasakan dampak pembangunan yang dijalankan, serta merasakan arti hadirnya kepemimpinan dan pemerintahan. Sehingga dari sini, terlebih dengan pola dan model system pemerintahan hari ini yang menganut pola desentralisasi, atau meniscayakan pelaksanaan otonomi daerah, daerah diberi wewenang dan kesempatan untuk  mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri menyangkut tata kelola dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan guna menjamin perkembangan dan kemajuan, serta kesejahteraan masyarakatnya pada masa yang akan dating. Sehingga dengan model pemerintahan otonomi daerah ini, Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Bupati dan DPRD memiliki tanggungjawab bagaimana menjalankan kepemimpinannya di Kabupaten Tasikmalaya dalam rangka meneruskan amanat para pendiri dan pendahulu baik di tatar galunggung, tatar sukapura, maupun era-era selanjutnya.

Kondisi Pemerintahan Saat Ini
            Apabila kita mau jujur pada keadaan sesungguhnya tentang apa yang terjadi saat ini di Kabupaten Tasikmalaya, maka selayaknya kita prihatin dengan keadannya. Hari Jadi ke-900 ini seharusnya benar-benar dijadikan momentum refleksi dan retrospeksi serta introspeksi bagi para pemimpin dan elit politik yang ada di legislative maupun eksekutif. Di periode akhir kekuasaannya, Bupati Tatang Farhanul Hakim menggenjot pembangunan infrastruktur di wilayah ibukota Kabupaten Tasikmalaya, pembangunan focus pada pembangunan gedung pemerintahan baik gedung sekretariat daerah, gedung dewan, dan gedung OPD lainnya.

Seratusan milyar lebih anggaran daerah digelontorkan kesana, dengan waktu pelaksanaan pembangunan digenjot agar bisa pindah di tahun 2010. dan keinginan Bupati TFH tersebut terlaksana, meskipun disana-sini masih belum final sepenuhnya, bulan agustus 2010 dilaksanakan seremonial kepindahan dari Pendopo dan Kantor Ibukota Kabupaten Tasikmalaya yang lama yang letaknya di wilayah kota, menuju Bojongkoneng Singaparna wilayah ibukota yang baru. “Dipaksakan” pindahnya kantor pusat pemerintahan kabupaten tasikmalaya tersebut, oleh sebagian kalangan dianggap sebagai prestasi di periode akhir kepemimpinan Bupati Tatang. Namun pada beberapa saat yang lalu 3 bulan Kabupaten dipimpin oleh Bupati/Wakil Bupati yang baru hasil Pilkada 9 Januari 2011, yaitu UU Ruzhanul Ulum yang juga merupakan kader penerus TFH dari  PPP kita mendengar kabar yang sungguh tidak mengenakan bagi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, bahwa Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Pailit, Bangkrut karena sudah tidak mampu membiayai pelaksanaan pembangunan,  di akhir periode Bupati Tatang lah semua anggaran di cuci gudang, sampai-sampai dana abadi saja di cabut Perda nya dimasukan dalam anggaran rutin diarahkan pada Bansos dengan nilai Total selama tahun 2010 sekitar 80 Milyar dan itu berkorelasi positif juga dengan kepentingan politik rezim kaitannya dengan pelaksanaan Pilkada.
Salah urus Anggaran habis digunakan untuk membayar belanja pegawai dan proyek monumental Pembangunan gdung di Pusat ibukota, serta Pilkada. Baru tahun ini Kabupaten Tasikmalaya sampai tidak memiliki Silpa atau sisa lebih perhitungan anggaran dalam anggarannya. Oleh karenanya bagaimana mau membangunan daerah, memberbaiki jalan-jalan yang rusak, sekolah, rumah sakit, saluran irigasi, dan infrastruktur public lainnya, kalau anggarannya tidak tersedia. Oleh karenanya mau bergerak bagaimana ekonomi masyarakat, kalau saja hampir disebagian besar ruas-ruas jalan utama kecamatan yang menghubungkan antar kecamatan dan antar desa, kondisinya sudah rusak parah, sehingga tentu melahirkan dampak ekonomi biaya tinggi berkaitan beban transportasi yang harus dikeluarkan masyarakat, ongkos angkutan umum dan ojeg lebih mahal, mengangkut hasil bumi juga terganggu.

Selain itu, fenomena pailit dan bangkrutnya Pemerintah Kabupatenitu diungkapkan melalui komunikasi di level elit, yaitu melalui pernyataan langsung Bupati UU Ruzhanul Ulum dan juga diamini oleh Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya H. Ruhimat, yang tentunya memiliki dampak politis, psikologis, sosial serta ekonomis yang lebih. Terlepas dari apapun maksud dan target politisnya yang berkaitan dengan daya bargain berkaitan dengan urusan asset yang ada di Kota, statemen yang keluar dari pimpinan daerah dalam hal ini Bupati secara langsung sedikit membuat kita sedih dan prihatin serta bertanya, Koq Bisa? Dan itu menjadi berita nasional karena juga dikonfirmasi oleh salah seorang pejabat selevel Dirjen di Kemendagri RI.

Momentum Menuju Komitmen Perbaikan Kepemimpinan Elit
            Sekali lagi bahwa moment peringatan dan perayaan hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya yang ke-900 ini tidak cukup hanya dengan formalitas siding paripurna istimewa saja, dengan sentuhan pakaian adat Sunda, kampret berblangkon dan lain sebagainya. Lebih daripada itu semua, momen Refleksi itu harus menjadi titik awal kesadaran kolektif semua komponen di pemerintahan, baik di tingkat kepemimpinan eksekutif Bupati/Wakil Bupati dan Apaatur Pejabat Birokrasinya, juga para elit politik di legislative. Tentang semua permasalahan yang hari ini terasa berat dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dan warga masyarakatanya, baik yang berkaitan dengan persoalan keadilan pemerintahan, pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,  dan semua pihak hendaknya memiliki komitmen bersama untuk merumuskan langkah-langkah strategisnya mengatasi persoalan dan tantangan yang dihadapi tersebut secara professional, jujur, akuntable dan tak mencederai amanat dan kepercayaan rakyat, hendaklah para pemimpin juga memberikan contoh dan tauladan, bagaimana bersikap dalam suasana pailit dan bangkrut tersebut, jangan sampai ke rakyat digembar-gemborkan pailit dan bangkrut tapi sikap dan perilaku pejabatnya malah makmur sejahtera, bahkan berkelimpahan dalam kemewahan fasilitas.
            Selain itu pula momentum hari jadi ini juga harusnya menjadi starting point bagi pemegang amanat pemerintahan untuk justru bekerja lebih keras dan lebih cerdas. Jangan bekerja demi rakyat dengan cara-cara yang Childish, kekanak-kanakan. Seperti orang yang terlena dalam euphoria bahwa sekarang aku penguasanya, terlena dalam mabuk kekuasaan yang kebal dan bebal terhadap kritik dan masukan, yang selalu “noyod” dan “merekedeweng”dengan karakter diri yang seolah-olah benar dan baik, padahal tak mencerminkan kematangan dan kedewasaan karakter kepemimpinan yang layak untuk menjadi seorang pemimpin.

Pola komunikasi dan relasi kuasa antara sesama penyelenggara pemerintahan, kaitannya dengan urusan asset daerah dengan pemerintah kota, komunikasi dengan legislative DPRD, denga pelaksana kebijakan pada tataran teknis dan administrative serta hal lainnya yang akan mencerminkan kepercayaan, kesungguhan dan kejujuran dalam pengambilan kebijakan serta pertanggungjawaban secara vertical structural, maupun secara moral dan social pada public dalam tata kelola pemerintahannya. Kepemimpinan yang mencerminkan suara rakyat adalah suara Tuhan, adalah kepemimpinan yang mencerminkan keadilan, tauladan diri, dan melayani kepada rakyat yang dipimpinnya. Semoga Sukapura Ngadaun Ngora, akan benar-benar menjadi nyata, Tatar galunggung nyangku tumenggung menjadi poseur dayeuh karaharjaan rahayatna. Dirgahayu Kabupaten Tasikmalaya ke-900.

Akhir 42 Tahun Kekuasaan Khadafy

Malam Jum’at 20 Oktober 2011, hampir semua stasiun televisi menayangkan gambar tewasnya pemimpin Libya Moammar Khadafi. Seorang berpangkat Letkol yang telah berkuasa memimpin negeri kaya minyak Libya selama 42 tahun. Mungkin tak pernah terbayangkan oleh Khadafi bahwa kekuasaannya akan berakhir seperti ini. Dia yang disegani kawan maupun lawan, yang memimpin Libya dengan penuh wibawa dan kuasa, harus melepaskan kekuasaan berikut hembusan nafas terakhirnya di selokan bersampah, dengan luka parah, berdarah-darah, diseret di jalan, karena serangan tentara pemberontak Libya yang tergabung dalam TNC.

Tak pernah terbayangkan dalam benak normal kita, tapi itulah kenyataannya. Bahwa saat Letkol Khadafi merebut kekuasaan dari Raja Idris dengan berpangkat Kapten tahun 1969. akhir pemerintahannya juga harus dengan cara yang sama, pemberontakan bersenjata. Meskipun tak dapat dipungkiri, kejatuhan dan tewasnya Khadafi tidak terlepas dari backup an agresi militer NATO yang membombardir wilayah-wilayah basis pertahanan pasukan loyalis Khadafi, berikut suplai senjata dan amunisi serta logistic lain yang membantu pergerakan pasukan pemberontak, meskipun kita juga harus mengakui bahwa kondisi eksisting rakyat Libya sendiri sudah berada pada titik nadir kebencian dan menginginkan diakhirinya rezim dictator Khadafi yang telah memerintah dengan segenap tangan besi dan terornya.

Dalam beberapa pemberitaan, kita memang mengetahui akhirnya bagaimana kepemimpinan Khadafi, bagaimana system pemerintahan yang dijalankan di Libya, bagaimana gaya hidupnya dan keluarganya, hingga kekayaan yang dimilikinya. Khadafi sadar betul bahwa kekuasaan yang ada digenggaman tangannya bisa langgeng karena cara-cara kepemimpinan yang dijalankannya menyangkut bagaimana memperlakukan militer. Dia melarang berdirinya partai politik, mengawasi secara ketat media elektronik, tak pernah melakukan langkah-langkah yang sifatnya menguatkan keberadaan dan peran militer, yang ada hanya dibuatnya kelompok-kelompok kecil bersenjata, berikut tentara bayaran yang terlatih dengan tujuan utama lebih pada pengamanan diri dan kekuasaannya.

Karakter nyentriknya yang lain, Khadafi menggunakan pasukan elit yang menjadi pengawal khusus pribadinya dengan nama pasukan Amazon, yang terdiri dari perempuan-perempuan cantik yang memiliki keahlian beladiri dan militer. Khadafi tak menyenangi ketinggian, dia tidak suka tinggal atau tidur di gedung bertingkat, dia lebih memilih tidur di tenda khusus. Tak menyenangi terbang berlama-lama dalam ketinggian pesawat apalagi diatas hamparan lautan. Dia memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk senantiasa menggunakan pakaian kebesarannya dengan jubah dan asesoris lainnya baik dalam berhubungan dengan para pemimpin Negara lainnya maupun dalam forum dunia yang dihadirinya.
Khadafi sadar betul bahwa negeri yang dipimpinnya amatlah kaya, dia bisa melakukan apa saja, karena banyak Negara didunia bergantung pada produksi minyak di negaranya, termasuk Amerika dan sekutu baratnya. Dalam diplomasi politik luar negerinya, Khadafi benar-benar mencerminkan karakter pemimpin yang kuat, bahkan boleh jadi Libya merupakan Negara terkuat di benua Afrika yang mampu melawan tekanan barat selama ini. Contoh kasus pemboman yang dilakukan dua orang Libya terhadap pesawat Airbus yang meledak diatas kota Lockerbie Skotlandia yang menewaskan lebih dari 200 orang penumpangnya, Khadafi dengan gentle berani mengatakan bertanggungjawab dan bersedia membayar kompensasi pada korban lebih dari 10 milyar dolar tanpa mau menyerahkan kedua orang pelaku warga Libya tersebut.

Khadafi adalah karakter khas pemimpin negeri Arab Afrika yang memiliki karakter gurun pasir yang keras dan berani. Kekayaan bumi sebagaimana pada umumnya wilayah jazirah Arab ini yaitu potensi minyak yang berlimpah dengan produksi lebih dari 1,3 juta barel per hari, ikut mempengaruhi kestabilan harga minyak di pasar dunia. Apapun yang terjadi dengan kilang minyak di Libya akan senantiasa mempengaruhi harga dan kestabilan suplai minyak dunia. Oleh karenanya, kenyataan ini menjadi factor yang ikut mempengaruhi hidden agenda dari Negara Amerika dan sekutunya yang tergabung dalam NATO untuk menjadikan Libya Negara yang tidak ikut mendikte dunia “Barat” dengan minyaknya, yang oleh Khadafi mampu dimainkan secara sempurna. Sehingga Negara-negara barat termasuk Amerika sekalipun tak memiliki keberanian untuk melakukan invasi militer secara langsung sebagaimana dilakukan terhadap Irak.
Namun demikian, kekuasaan yang sedemikian lama digenggaman, keberlimpahan materi dengan milyaran dollar yang disimpan di berbagai Negara di dunia, termasuk di Prancis, Inggris, Amerika dan Negara lainnya, tak beriring sejalan dengan kesejahteraan rakyatnya, sepertiga rakyat Libya hidup dalam garis kemiskinan, tekanan terror kekuasaan dan senjata yang selama ini dilakukan oleh Libya ternyata melahirkan buncahan gerakan pemberontakan dari rakyatnya sendiri. Seolah terkena effek domino keruntuhan rezim Husni Mubarak di Mesir yang harus jatuh oleh gerakan demonstrasi besar-besaran dari rakyatnya, yang kemudian merembet ke Yaman, Bahrain, Syria, dan Libya sendiri.

Terjadi semacam ledakan kekecewaan di wilayah Timur Tengah dan Negara-negara Arab Afrika lainnya terhadap apa yang terjadi dalam pemerintahan negara-negara tersebut. Dan kita semua tahu, bahwa ada ratusan ribu korban jiwa, mereka jadi martir perubahan, termasuk apa yang terjadi di Libya, lebihnya, mereka berdemonstrasi dengan dukungan senjata sehingga muncul istilah pasukan pemberontak. Ditambah pula sokongan intervensi pasukan barat yang tergabung dalam NATO. Paramiliter atau sipil bersenjata tersebut mendapatkan sokongan negara-negara sekutu NATO tersebut, suplai senjata, dan penghancuran basis kekuatan militer penyangga Moammar Khadafi.

Sehingga satu demi satu kota-kota yang menjadi kekuasaan loyalis Khadafi dapat dikuasai pasukan NTC. Kota Benghazi, Tripoli, Misrata, hingga basis terakhir di kota kelahirannya sendiri Sirte dikuasai pasukan pemberontak. Berbagai asset Khadafi di Istana megahnya, gudang senjata dan amunisi serta artileri dikuasai oleh pasukan pemberontak, serangan udara NATO benar-benar effektif menghancurkan basis-basis kekuatan militer loyalis Khadafi sehingga pasukan pemberontak mampu menaklukannya melalui kontak senjata langsung melalui perang kota dari gedung ke gedung dan gurun bukit yang menjadi penyangganya. Perang kota yang telah berangsung  hampir tjuh bulan itu, kini berakhir di Sirte.

Iring-iringan kendaraan mencurigakan, digempur pasukan udara NATO. Ternyata itu membawa rombongan Khadafi dan pasukan pengawal kecilnya.  Sebagian tewas karena bom pesawat udara NATO, selebihnya yang kabur masuk ke saluran air penuh sampah, terus diburu oleh pasukan pemberontak. Dan ternyata itu sang pemimpin Libya Moammar Khadafi yang selama ini diburu pasukan pemberontak berikut orang-orang terdekat yang setia mengawalnya, akhirnya Khadafi pun dikabarkan tewas ditembak yang mengenai kepala, perut dan bagian tubuh lainnya, berdarah-darah, diseret di jalan dan nafas terakhirnya pun berakhir sudah. Pasukan pemberontak berpesta, rakyat gembira.

Namun dari semuanya itu, kita semua berharap bahwa rakyat Libya bisa memperbaiki keadaan negaranya sendiri, mengamankan sumberdaya alamnya sendiri, jangan sampai peristiwa berakhirnya 42 tahun rezim Khadafi ini, menjadi pintu masuk imperialisme Amerika dan sekutu Baratnya, untuk menguasai kilang-kilang minyak dan menjadikannya pundi-pundi dolarnya. Semoga Khadafi rest in peace disana. Sebagaimana aman dan damainya kehidupan rakyat Libya. Sebagaimana keinginan semua warga bangsa di dunia ini yang menghendaki tak ada lagi peperangan dan angkat senjata, tak ada lagi penjajahan dan pertumpahan darah, tak ada lagi penindasan dan ketidakadilan atas nama apapun, tak ada lagi kesewenang-wenangan negara atas negara maupun negara atas warganya. Bangkitlah Libya. Selamat jalan Moammar Khadafi.

Sesendok Madu Rakyat Bagi Pilkada Kota

Cerita tentang memberi sesendok madu penulis baca sudah beberapa kali dengan sumber bacaan yang beragam, penulis temukan kisah tersebut diantaranya dalam bukunya Prof. Dr. Quraish Shihab berjudul Lentera Hati, juga dalam artikel budaya novelis Habiburrahman el Shirazy berjudul “Memberi sesendok madu untuk Indonesia” dalam sebuah harian nasional beberapa tahun yang lalu. Pesan kisah itu sangat menyentuh dan mengharukan, dan dapat menjadi bahan renungan bagi siapa saja yang menghendaki berbuat sesuatu dalam hal apapun aktifitas kesehariannya.
Dikisahkan ada seorang raja yang ingin menguji kejujuran dan kesetiaan rakyatnya,  suatu hari raja memerintahkan rakyatnya untuk mengumpulkan sesendok madu dengan waktu dan tempat yang sudah ditentukan. Kira-kira ucapan raja begini dihadapan rakyatnya “wahai rakyatku tercinta, pada hari ini aku perintahkan kepada kalin semua untuk mengumpulkan satu sendok madu, yang harus dikumpulkan di sebuah bukit, dan disana telah disiapkan sebuah bejana besar untuk menampungnya”. Lalu rakyatnya pun pulang ke rumahnya masing-masing. Ada seorang warga yang saat tiba dirumah yang berfikir nakal dan berbicara pada istrinya “Bu, baginda raja memerintahkan kita untuk memberi sesendok madu, yang harus dikumpulkan di bejana atas bukit sana, kalau kita memberi sesendok air dari sekian banyak rakyat, pasti gak akan ketahuan kan ?”
Akhirnya tiba saat malam pengumpulan sesendok madu tersebut, sampai selesai semua rakyat memberikannya, saat raja dan para pembantunya membuka bejana tersebut, betapa kagetnya sang raja, karena bejana tersebut ternyata isinya air semua. Sang raja amatlah sedih melihat kenyataan ini. Ternyata pikiran nakal seorang warga itu sama dengan pikiran warga yang lainnya, bahwa kalau kita memberi sesendok air tak akan ketahuan, karena berfikir bahwa warga yang lain yang akan memberi sesendok madu. Akhirnya semua warga memberi air bukan madu.

Memberi Yang Terbaik Dari Diri Sendiri
            Pelajaran berharga dari sepenggal kisah diatas adalah bahwa apapun diawali niat baik dan memberikan yang terbaik dari diri kita sendiri. Terkadang kita semua memiliki kebiasaan dan fikiran yang sama dengan salah seorang warga tersebut, bahwa biarkan orang lain saja yang memberikan sesuatu yang terbaik, sementara kita sendiri biarlah memberi yang sebaliknya tokh tak akan ketahuan. Praktek kehidupan kita sehari-hari banyak yang mencerminkan hal seperti itu. Dalam hal politik, social, ekonomi dan religiusitas kita, kita bisa mengawali dengan selalu melakukan yang terbaik dari diri kita sendiri. Beragam persoalan yang menghimpit bangsa kita, kemiskinan, kebodohan, korupsi, pengrusakan alam, minusnya tauladan kepemimpinan, praktik-paktik lainnya yang membuat kemajuan peradaban kita melambat, kalau tidak disebut jumud dan mundur, tentu harus menjadi keprihatinan kita bersama.
            Semua kita memiliki tanggungjawab yang sama untuk terus berupaya berproses memperbaiki keadaan diri dan masyarakat kita pada umumnya. Bergerak dinamis merubah dari kesalahan menuju perbaikan, dari keterbelakangan menuju kemajuan, dari keburukan keadaan, menuju kebaikan dan sebaik-baiknya kehidupan. Perubahan itu harus berangkat dari kedalaman bacaan spiritualitas, religiusitas, moralitas dan bahasa nurani kita. Jangan sekali-kali berhenti apalagi berputus asa. Jika kehidupan social politik ekonomi dan kenegaraan kita hari ini diwarnai dengan berbagai kondisi yang membuat kita miris hati, kita semua yakin koq bahwa Tuhan senantiasa akan berpihak pada kebenaran. Meskipun yang benar belum tentu akan menang dalam waktu instan, tapi yang pasti kebenaran pasti baik. Dan pada akhirnya kebenaran dan kebaikan pasti akan memperoleh kemenangan, meskipun memerlukan waktu  yang agak panjang.
            Semua kita hanya dituntut untuk memiliki pandangan dan pemikiran serta keyakinan hati untuk memberi sesendok madu dari diri kita sendiri. Jangan sekali-kali berfikir untuk memberi air, hanya karena pertimbangan yang “nakal” tadi. Memberi sesendok madu, adalah memberi sebanyak-banyaknya kebaikan dari kehidupan yang kita jalani. Menjadi rakyat tak lebih hina dari seorang pejabat, menjadi rakyat tak lebih rendah dari seorang pengusaha, menjadi manusia biasa juga tak lebih cela dari seorang yang kaya raya. Apalagi dalam persoalan kepedulian kita untuk memperbaiki kehidupan social politik dan kebangsaan kita. Menjadi rakyat seharusnya adalah tuan bagi pemerintahnya, menjadi pemerintah adalah justru pelayan bagi rakyatnya. Karena menjadi rakyat, sama dengan menjadi “Tuhan”, bukankah suara rakyat juga merupakan suara Tuhan? Vox populi vox dei.

Sesendok Madu Rakyat Bagi Pilkada Kota
            Ada momentum bagus bagi warga masyarakat Kota Tasikmalaya, saat ini sudah mulai ramai perbincangan seputar memilih sosok pemimpin Kota Tasikmalaya lima tahun kedepan. Perhelatan demokrasi lima tahunan yang menggantungkan sepenuhnya pada suara rakyat, yang akan mejadi suara Tuhan tentang nasib seseorang yang menginginkan dirinya jadi walikota atau wakilnya. Menjadi pemimpin seharusnya tidak hanya semata-mata mewujudkan keinginan pribadinya, tidak hanya menjawab atas pertanyaan  “mengapa ingin jadi Bupati/Walikota” itu dengan jawaban “Ah hayang we pokonamah”, karena mungkin dalam pikirnya, memegang kekuasaan itu identik dengan privilege dan kemewahan, diagung-agung, dipuja-puji, dikawal kesana kemari, dan bebas menggunakan anggaran rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya semata.
            Padahal menjadi pemimpin rakyat merupakan amanah, yang didalamnya terdapat tanggungjawab dunia akherat untuk bagaimana memimpin rakyat, bagaimana mengurus uang rakyat, bagaimana membawa rakyatnya pada kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin. Menjadi pemimpin juga menjalankan suara Tuhan, jangan sekali-kali Tuhan “diperkosa” oleh praktik kekuasaan yang justru akan melahirkan murkaNYA. Sesendok madu dari rakyat dalam hal Pilkada kota bermakna bahwa rakyat benar-benar memberikan pilihan terbaiknya berdasarkan keyakinan, pengetahuan, dan kepercayaan bahwa calon pemimpinnya itu adalah yang terbaik, orang yang benar-benar akan menjalankan amanat rakyat dan amanat Tuhan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
            Sangatlah miris apabila ada ucapan seperti ini “Nu paling layak jeung bener keur jadi pamingpin tasik teh sabenerna mah pasangan nomor saanu, tapi da rakyat na ge can hayangeun dipingpin kunu bener jeung layak”. Ungkapan itu tentu mencerminkan bahwa rakyat masih tidak benar, masih tak menghendaki kebenaran dan idealitas dalam hal memilih pemimpinnya. Tapi boleh jadi, kenyataan tersebut tak lepas dari miskinnya informasi, dan kaya raya nya praktik tipu muslihat dari kalangan elit politik terhadap rakyat. Sehingga rakyat dibodohi oleh hanya sekedar uang recehan, oleh politik uang yang notabene dari uang rakyat sendiri, padahal sungguh dalam jangka panjang keadaan tersebut akan sangat merugikan rakyat itu sendiri.
            Oleh karena itulah, kita tentunya berharap bahwa kita selaku rakyat jangan memiliki pikiran “nakal” dengan memberikan air, kita semua harus mulai dengan keikhlasan diri untuk memberi sesendok madu politik, dengan cara memberikan hak konstitusional kita selaku warga bangsa, agar rakyat tidak salah memilih, agar dalam memilih pemimpin itu benar-benar didasarkan pada penilaian yang rasional dan obyektif, akan kapasitas, kapabelitas, moralitas, dan diniatkan ibadah untuk dalam rangka ikut serta memperbaiki keadaan kehidupan bernegara, berbangsa, bermasyarakat yang lebih baik.
            Sesendok madu yang kita berikan, akan memberi rasa manis yang menyembuhkan bagi penyakit sosial politik kita. Separah apapun kondisi penyakit yang menghinggapi para pemimpin kita, para politisi kita, para pemegang amanat rakyat kita, madu dari rakyat akan memberi effek medis jangka panjang dalam perbaikan kehidupan bagi anak cucu kita. Sesendok madu rakyat adalah cerminan sesendok madu Tuhan, yang akan membawa kehidupan lebih manis dan indah dan menyehatkan. Semoga saja.