Minggu, 29 Januari 2012

Berhenti Dari PNS, Adakah yang Berani?

Banyak orang beranggapan, bahwa pekerjaan paling enak dan dianggap nyaman adalah menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Disamping karena pekerjaannya ringan, bahkan kadang disebut nggak ada kerjaan, seorang PNS itu dianggap memiliki jaminan hari tua dalam bentuk tunjangan pensiun. Oleh karen itulah setiap ada test penerimaan PNS, para pelamar yang mendaftar selalu membludak. Bahkan kalaupun harus menyogok dengan sejumlah puluhan hingga ratus juta pun masih ditebak, asal bisa lulus dan masuk menjadi PNS. Naudzubillah.
Maka janganlah heran, jika akhir-akhir ini profesi sebagai PNS disorot masyarakat, terlebih dengan munculnya kasus rekening gendut PNS. Meskipun  dalam kenyataan, fenomena rekening gendut seperti itu mungkin terbatas pada PNS di bagian tertentu, terutama yang bersentuhan dengan keuangan, entah itu di kalangan bendaharawan ataupun yang berurusan dengan kepentingan proyek.  selain itu pula fakta tersebut tidaklah berdiri sendiri, selalu ada keterkaitan ataupun benang merah dengan pegawai di level manajemen (jabatan eselon) dan terutama dengan pimpinan yang menempati jabatan politik tertentu di lingkungan pemerintahan.
Lalu bagaimanakah kita menyoroti kenyataan tersebut diatas? Secara moral dan religiusitas, saya membayangkan, bagaimanakah hukumnya memakan rezeki, memberi makan anak istri dari penghasilan/gaji yang semenjak awal untuk mendapatkan pekerjaannya tersebut dengan menyogok. Seumur hidup gaji yang mengalir itu tentu terkena hadits Rosul SAW  “bahwa antara yang nyogok dan yang disogok, api neraka tempatnya“.  Terlebih boleh jadi, ketika semenjak awal dia sudah mengeluarkan uang puluhan juta, maka saat bekerja menjadi abdi negara pun pikirannya selalu urusan uang, paling tidak bagaimana mengembalikan modal. Yang terpilih menjadi PNS nya pun boleh jadi tanpa mempertimbangkan postur kapasitas, kapabelitas, moralitas, serta kualitas yang memang dibutuhkan oleh negara untuk melayani masyarakat,  untuk melaksanakan program-program pemerintah, mewujudkan keamanan, kemajuan dan kesejahteraan. Maka stigma patologi birokrasi pun tak akan pernah pergi dari PNS.
Selanjutnya, Jika dilihat dari sisi keyakinan pada Rezeki, seorang PNS menyandarkan masa depan kehidupannya pada gaji dan pensiunan. Seorang PNS akan berada pada kondisi terkerangkeng dengan sistem dan aturan yang menjadikannya seperti robot.  dituntut untuk loyal dan patuh pada atasan, meskipun terkadang harus bertentangan dengan hati nuraninya. Ketakutannya sering menggiring dia pada situasi berat, pada keadaan terpaksa yang berdampak  secara moral, sosial, politik, maupun hukum terhadap dirinya sendiri maupun keluarga.
Padahal  tak ada urusannya bahwa rezeki seseorang itu dijamin oleh negara. Di tangan Tuhan lah pemegang kuasa rezeki sesungguhnya, hatta binatang melata sekalipun tak akan luput dari bentangan sayap rahman rahimNya dalam urusan rezeki.  Selama Ia mau berupaya dan bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja tuntas serta bekerja ikhlas memanfaatkan segala potensi yang ada pada dirinya. Tak akan pernah ada orang yang bisa kaya raya dan bisa berbagi dengan kekayaannya hanya dengan mengandalkan penghasilan sebagai PNS,  terkecuali dari hasil korupsi. Kita pun tak menafikan jikalaupun ada keterkecualian, mungkin karena berlatar belakang keluarga kaya, atau memiliki usaha sampingan yang baik di luar tugasnya sebagai abdi negara.
Jika melihat kenyataan diatas, Adakah kira-kira orang yang berani berhenti menjadi PNS ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar