Minggu, 29 Januari 2012

Wakil dan Tawakal Dalam Hidup

Ini bukan membahas tentang wakil dalam perspektif politik. Tak menyangkut Wakil dalam konteks pemerintahan Wakil Presiden, Wakil Gubernur, Wakil Bupati/walikota, wakil RW ataupun RT. Membahas masalah wakil dalam konteks semua hal diatas biasanya kalo istilah sahabat saya yang ketua FTUB Ustadz Latief “ Bikin nyeri beuteung”. Terlebih saat ini di kabupaten Tasikmalaya sedang mulai hangat pembicaraan mengenai pi-Bupati-eun dan Pi-Wakil-eun yang akan memimpin Kabupaten Tasikmalaya periode 2011-2016 melalui perhelatan Pemilukada tanggal 9 januari 2010 nanti
 
Terus terang saya memaksakan diri untuk menulis lagi karena tanpa sengaja membaca salah satu sub judul bahasan dalam buku Tafsir Sosial karya Haryono Abdul Ghafuur M.Ag yang tergeletak dalam tumpukan berkas-berkas pekerjaan. Saya tergoda judul tulisan Tawakal dengan judul turunannya Mufradat Wakil dan Tawakal. bahasan tentang mufradat itu agak menarik juga. Kata Wakil dan tawakkal berasal dari satu akar kata yang sama yaitu dari kata wa-ka-la, ya-ki-lu. Yang berarti mewakili atau mewakilkan. Atau lebih lengkapnya dalam definisi secara istilahi adalah pengandalan pihak lain tentang urusan yang seharusnya ditangani oleh yang mengandalkan.
 
Seseorang yang mewakilkan sesuatu kepada orang lain, maka sebenarnya dia telah menjadikan wakilnya itu sebagai dirinya sendiri dalam mengelola sesuatu atau persoalan yang diwakilkan tersebut, sehingga yang diwakilkan tersebut (wakil) dapat melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya. Dengan kata lain, wakil memiliki otoritas untuk melaksanakan dan bertindak selaku orang yang mempercayakan perwakilan kepadanya (hal 29).
 
Dalam keseharian kita, sering mendengar banyak istilah ada wakil rakyat, Wakil Presiden, Wakil Gubernur, Wakil Bupati/walikota, wakil RW ataupun RT dalam mu’amalah juga ada akad wakalah, yaitu menitipkan sesuatu pada orang lain yang dipercayai untuk memelihara dan menjaganya. Seorang wakil rakyat tentu diberi amanah dan kepercayaan untuk mewakili rakyat yang memberinya perwakilan untuk melaksanakan tugas bagaimana sesuai dengan keinginan rakyat yang memberinya kepercayaan. Begitu pula dalam konteks jabatan publik semisal wapres/wagub/wabup/ wawalikota dan wakil-wakil lainnya. Sangatlah luar biasa mereka yang dengan kelapangan luar biasa mengatakan “Saya ini walau bagaimanapun tetap wakil” sebagaimana luar biasanya mereka mampu menjaga harmonisasi hubungan diantaranya, Oleh sebab itu, dalam konteks hubungan antar manusia konsep wa-ka-la itu bermakna memelihara dan melindungi yang tentunya dibatasi oleh ruang dan waktu serta tingkat kepercayaan yang diberikan dari manusia lain yang memberi perwakilan.
 
Oleh karenanya dalam proses wakil mewakili ada iman, kepercayaan dan amanah yang harus dijaga dan dipelihara antara yang memberi dan menerima tugas mewakili tersebut. Tak elok pula rasanya jika yang dipercayai sebagai wakil tidak diberi ruang proporsionalitas sebagaimana beban dan tanggungjawab seperti orang yang member amanah perwakilan. Karena sekali lagi, jika merunut pada kosakata Wa-ka-la tadi sangatlah melekat orang yang diberikan kepercayaan untuk mewakili dengan orang yang memberi kepercayaan. Terlebih misalnya legitimasi pelimpahannya sebagai wakil itu di perkuat dengan pilihan langsung dari rakyat sebagai sumber pemberi amanah utama yang hakiki.
 
Tawakkal adalah proses penyerahan atau pelimpahan kepercayaan kepada yang lain dengan disertai usaha atau ikhtiar. Untuk bertawakkal perlu ada langkah-langkah yang baik, diantaranya, Pertama, kalau memasuki suatu masyarakat, maka hormatilah kebiasaan atau adat mereka, Kedua, kalau kita ingin menyelesaikan urusan dengan terhormat, masukilah secara terbuka, bukan melalui ‘pintu belakang”, Ketiga, Jangan berbelit-belit. Keempat, Kalau ingin berhasil dalam pekerjaan, maka siapkanlah segala sesuatu yang diperlukan dengan baik.(Yusuf Ali:75)
 
Seorang wakil adalah seseorang yang memiliki spirit tawakkal. Konsep tawakkal kepada Allah adalah meyakini bahwa seluruh mahluk (pada hakikatnya) tidak member bahaya, kemanfaatan, dan tidak member maupun mencegah. Tak heran karenanya orang yang memiliki sifat tawakkal, dia akan masuk surge tanpa melalui proses perhitungan amal. Nabi Daud berkata kepada Sulaiman, putranya “ Anakku, ada tiga hal yang bias dijadikan sebagi petunjuk ketakwaan seseorang, Pertama, memiliki sikap tawakkal yang benar pada sesuatu yang akan dating atau sedang didapatkannya. Kedua, memiliki kerelaan yang benar terhadap segala sesuatu yang telah didapatnya, Ketiga, memiliki sifat sabar yang benar terhadap sesuatu yang tidak didapatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar