Senin, 23 April 2012

Sarjana Pencari Kerja Vs. Lulusan SD Pemberi Kerja

Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan kemendiknas beberapa waktu lalu menyatakan bahwa saat ini banyak sarjana yang kesana kemari mencari pkerjaan, sementara banyak yang dulunya hanya lulusan sekolah dasar kini malah sukses mmenjadi entrepreneur dan pengusaha besar. Maka tak salah kiranya, apabila kesimpulan yang diambil dari kenyataan tersebut adalah bahwa perguruan tinggi hari ini hanya melahirkan sarjana-sarjana pencari kerja, yang kesiapannya hanya untuk sekedar menjadi PNS, karyawan dan orang gajian.
Memang menjadi fenomena yang sangat menarik, jika kita melihat fakta dan kenyataan di sekitar kita, bahwa banyak para pengusaha sukses di berbagai bidang, hanya menamatkan pendidikan SD saja, mereka adalah orang-orang yang berhasil menaklukan tantangan kehidupan dengan kegigihan, keuletan dan potensi otak kanannya. mereka kaya raya, harta berlimpah dan punya banyak puluhan, ratusan bahkan ribuan karyawan yang justru dari kalangan berpendidikan baik Sarjana, S2 bahkan S3.
Apakah memang target dan tujuan kita mengenyam pendidikan tinggi itu untuk menjadi PNS atau karyawan semata? Coba anda lihat ketika penerimaan CPNS diumumkan pemerintah, ratusan ribu pelamar yang rata-rata berpendidikan tinggi ikut mengirimkan lamaran dan beradu nasib mengkuti test, bahkan bila perlu mendekati kalangan pejabat negara, angota DPRD ataupun pejabat eksekutif dengan kesiapan uang puluhan hingga ratusan juta.
Coba kita saksikan pula jika ada event lowongan kerja semisal jobs fair, sebagaimana saat ini sedang dilakukan oleh Kompas, pengunjung begitu membludaknya, mengharap peruntungan ada lowongan yang pas dengan disiplin ilmunya dan mudah-mudahan dapat diterima oleh penyeleksi di lokasi.
Saya pernah merasakan suasana mental seperti itu, ketika menamatkan pendidikan sarja di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Kesana-kemari membawa alamat..jreng..jreng..eh salah, koq jadi ke lagu Ayu Tingting…hehe..Kesana kemari membawa amplop coklat, keluar masuk sekitar kompleks gedung di segitiga emas Jakarta, jalan Sudirman dan Kuningan hingga Gatot Subroto. Bahkan ke lingkungan pabrikan seputar Pulogadung, Sunter dan Tanjungpriok.
Semua dijalani dalam macet jalan-jalan Jakarta, berdesak diantara penumpang biskota berikut panas cuacanya. Semuanya hanya berakhir sampai tingkat wawancara. Hingga akhirnya saya menyambung hidup selama 4 tahun dengan mengajar di sekolah-sekolah dasar sekitar Kelurahan Jatipulo, Kotabambu Kecamatan Palmerah. Saat itu saya mengajar di 4 Sekolah Dasar dengan mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas 4 sampai kelas 6.
Hingga ketika saya terpaksa harus pulang kampung, saya juga mulai disibukan dengan proses mengirimkan lamaran, kesana kemaaaari membawa amplop coklat besar…beberapa kali juga merasakan test dan wawancara. Memang sangatlah terasa, betapa opini umum masyarakat, bahwa saat kita mengenyam pendidikan tinggi, harusnya kita menjadi karyawan, baik di pemerintahan maupun di perusahaan swasta. Betapa sangat terhormatnya kedudukan seseorang ketika dia mampu bekerja sebagai seorang karyawan.
Tapi ternyata, sekali lagi fakta di lapangan, orang-orang yang sukses dan berhasil secara ekonomi, terjun berwirausaha, mereka lebih sejahtera, lebih memiliki ketangguhan dalam menaklukan tantangan kehidupan. Mereka bebas menjalani segala dengan merdeka. Dan mereka juga walaupun hanya lulusan SD justru memiliki anak buah para sarjana, lulusan perguruan tinggi itu digaji oleh orang yang hanya lulusan SD.
Untuk tulah, jika saja orang yang hanya lulusan SD saja mampu menciptakan pekerjaan, mampu memberi pekerjaan, memberi kehidupan pada orang lain, apakah para sarjana juga tidak bisa? Apakah memang lulusan perguruan tinggi itu sudah tersistemized dengan paradigma otak kiri yang harus rigid dan kaku dengan dunia kerja dengan waktu masuk dan keluar kantornya jelas, gaji bulanan yang diterima juga pasti segitu-gitunya?
Sementara mereka yang lulusan SD dapat menikmati keberlimpahan dalam kemerdekaan, dalam manajemen keuangan yang sepenuhnya ada dalam kendali dia. Dia bisa bebas menikmati uangnya, tanpa terbatasi kisaran angka UMR dan bonus lainnya, yang sangat mudah dihitung oleh orang lain pada umumnya.
Oleh karena itu wahai para sarjana, apakah kita mau kalah dengan mereka yang hanya lulusan SD semata. Apakah masih tertarik untuk terus mencari kerja dan kesana kemaaaarri membawa alamat..! eh amplop coklat? Ataukah kita akan taklukan tantangan kehidupan dengan menciptakan pekerjaan dan membangun kebebasan finansial, dengan membuka dan memaksimalkan potensi entreupreneurship yang ada di kita. Silahkan memilih, karena kehidupan hanya kita sendiri yang tahu dan menentukan arahnya.***
Kaki Gn. Galunggung Tasikmalaya, 24042012