Selasa, 18 Juni 2013

Tasik Kota Santri : Antara Modernisme dan Spiritualisme

Tasik dikenal sebagai kota santri. Itu dulu sebelum dimekarkan menjadi dua daerah otonom yaitu kabupaten induk Tasikmalaya dan daerah pemekarannya Kota Tasikmalaya. 

Identitas Tasik dari dulu terkenal dengan sebutan kota santri, sampa-sampai dipopulerkan dalam sebuah lagu yang dinyanyikan Group Qashidah Nasidaria dan juga diremix oleh penyanyi Anang Hermansyah dan Krisdayanti.

Suasana di kota santri
asyik senangkan hati
Suasana di kota santri
asyik senangkan hati
Tiap pagi dan sore hari
muda-mudi berbusana rapi
menyandang kitab suci
hilir-mudik silih berganti
pulang-pergi mengaji

Duhai Ayah Ibu
berikanlah izin daku
untuk menuntu ilmu
pergi ke rumah guru
mondok di kota santri
banyak ulama kiyai
tumpuan orang mengaji
Mengkaji ilmu agama
bermanfaat di dunia
menuju hidup bahagia

Mengapa Tasik di sebut dengan Kota Santri? karena di Tasik begitu banyak pondok pesantren, ada ratusan pesantren baik di kota maupun pelosok desanya.Tentu kalau banyak ponpes didalamnya ada banyak pula santrinya yang belajar ilmu agama dari sumber kitab kuning melalui metode ajar bandungan dan sorogan yang khas di lingkungan pesantren.

Karena banyaknya lembaga pendidikan pondok pesantren itulah, masyarakatnya pun dikenal religius, taat beragama dan patuh pada kalangan ajengan atau para ulamanya. Ulama menjadi rujukan, tempat bertanya dan minta nasihat dalam segala permasalahan kehidupan masyarakat, baik dalam hal hukum syariat agama,kehidupan rumah tangga, hingga kegalauan dalam kehidupan ekonomi dan juga termasuk kepentingan politk elit. Kehidupan keagamaan di Tasikmalaya memang begitu semarak, masyarakatnya terlihat religius dan taat beragama.

Tapi itu dulu,10-20 tahun yang lalu. Kini Kota dan Kabupaten Tasikmalaya sudah banyak berubah. Pesatnya globalisasi dan kemajuan teknologi, laju modernisme dalam berbagai sektor kehidupan, telah memaksa pola kehidupan sebagamana gambaran lagu suasana di Kota Santri itu ke pinggir. 

Sekarang pondok-pondok pesantren salafi berlomba memadukannya dengan mendirikan sekolah-sekolah umum di Pondok, entah mendirikan SMP,SMA, SMK bahkan perguruan tinggi. Hanya sedikit yang masih konsisten dengan pola pendidikan khas pesantren salafi.

Kehidupan masyarakatnya pun terutama di wilayah kota Tasikmalaya sudah mengalami gejala cultural shock (kekagetan/gegar budaya). Banyaknya fasilitas-fasilitas perbelanjaan modern seperti mall, supermarket, lengkap dengan sarana tempat hiburannya (karaoke,bioskop dll), membuat masyarakat menjadi hedonis, anak-anak mudanya seperti dimanjakan dengan fasilitas tongkrongan dan pergaulan bebas ala Barat. 

Setiap hari mal-mal penuh dengan mereka yang jalan-jalan dan berbelaja, jalan-jalan protokol kota seperti daerah alun-alun selalu padat dengan tongkrongan anak-anak motor dari berbagai group merk motor. Campur baur hingga larut malam. Berterbangan pulalah mereka yang dikenal sebagai kupu-kupu malam hingga ke dekat mesjid agung. "ayam-ayam kampus" berkeliaran yang bisa dengan mudah ditemukan di sekitar kost-kostan wilayah kota. Seks bebas sudah begitu merajalela. 

Mereka kalangan pelajar dan mahasiswa sudah tak lagi mempedulikan makna keperawanan dan kesucian. Sehingga berdasarkan sebuah penelitian yang dlakukan sebuah lembaga, lebih 30 % pelajar di Kota Tasik sudah pernah melakukan hubungan seks (tidak perawan lagi).Sungguh miris dan menyedihkan.

Lalu apakah tidak boleh Kota Tasikmalaya maju berkembang mengikuti irama zaman? Apakah terlarang Tasik dipenuhi dengan berbagai pusat perbelanjaan,pusat hiburan, hotel dan penginapan?. Kondisi perkembangan ekonomi dunia dan nasional, regional dan lokal kita tak bisa menolak perkembangan zaman. Berbagai simbol kemajuan ekonomi dalam wujud gedung-gedung pusat perbelanjaan,hotel-hotel berbintang adalah keniscayaan ketika sebuah kota dan masyarakatnya ingin maju secara eonomi.

Akan tetapi setiap keinginan untuk maju dan berkembang itu haruslah senantiasa membumi dengan akar budaya dan nilai-nilai lokalitas serta spirit religiusitas. Jika harus mengambil rumusnya, alangkah baiknya jika kita memperhatikan kaidah yang biasa diungkapkan oleh kalangan ulama Nahdlatul Ulama "Al muhaafadzatu alal qadiimish shalih wal akhdu biljadiidilashlaah" bahwa kita semestinya harus senantiasa menjaga nilai-nilai lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.

Begitupula dalam hal menyikapi potensi dan peluang mengikuti irama zaman. Saya mengambil contoh apa yang dilakukan group hotel berbintang yang mendirikan Hotel Santika di Kota Tasikmalaya misalnya. Hotel ini boleh dikatakan menjadi simbol prestisius pesatnya Kota Tasikmalaya, sampai-sampai hotel sekelas Hotel Santika bisa hadir di Kota Tasikmalaya. Namun dalam pengelolaannya Hotel Santika bisa menjaga dan memelihara muru'ah Kota Tasikmalaya sebagai kota santri,budaya dan kekhasan lokalitas Tasikmalaya juga dimunculkan. Berbagai karya lokal Tasik seperti kelom geulis,bordir, tikar, anyaman di displaykan menjadi sebuah produk yang bernilai dimata para tamunya yang menginap di Hotel tersebut.

Selain itu, kesan dan image Hotel berbintang tidak sampai melunturkan letak posisi hotel yang sangat dekat dengan Mesjid Agung Kota Tasikmalaya yang menjadi simbol religiusitas masyarakat Kota Tasikmalaya. Karena pihak Hotel Santika kelihatannya bisa mengikuti irama lokalitas masyarakat Kota Tasikmalaya yang religius dengan berbagai aktifitas yang mencerminkan charity terhadapkalangan anak-yatim, mustadhafiin dan kegiatan-kegiatan keagamaan warga di sekitar wilayah Hotel.

Contoh kecil ini tentu semestinya bisa diikuti oleh berbagai aktor economi modern lainnya baik yang bergerak dibidang jasa perdagangan maupun jasa pelayanan pembiayaan ekonomi masyarakat pada umumnya. Bahwa kemajuan itu tidaklah lantas harus membabat habis kearifan lokal masyarakat didalamnya.Tidak harus menghancurkan sendi-sendi moral dan agama masyarakatnya. 

Citra Kota Tasikmalaya sebagai kota santri dan masyarakatnya yang damai, santun, taat beragama serta ramah haruslah tetap dijaga dan dipelihara.Masyarakat juga harus terus diingatkan dan disadarkan untuk memahami arti pentingnya pendidikan di pondok pesantren, mendidik dan mengawasi putra-putrinya dalam hal pergaulannya. sehingga kemajuan material ekonomi harus berbanding lurus (linear) dengan kedalaman dan kekuatan mental spiritualnya. Wallahu A'lam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar