Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan kemendiknas beberapa waktu lalu
menyatakan bahwa saat ini banyak sarjana yang kesana kemari mencari
pkerjaan, sementara banyak yang dulunya hanya lulusan sekolah dasar kini
malah sukses mmenjadi entrepreneur dan pengusaha besar. Maka tak salah
kiranya, apabila kesimpulan yang diambil dari kenyataan tersebut adalah
bahwa perguruan tinggi hari ini hanya melahirkan sarjana-sarjana pencari
kerja, yang kesiapannya hanya untuk sekedar menjadi PNS, karyawan dan
orang gajian.
Memang menjadi fenomena yang sangat menarik, jika kita melihat fakta dan
kenyataan di sekitar kita, bahwa banyak para pengusaha sukses di
berbagai bidang, hanya menamatkan pendidikan SD saja, mereka adalah
orang-orang yang berhasil menaklukan tantangan kehidupan dengan
kegigihan, keuletan dan potensi otak kanannya. mereka kaya raya, harta
berlimpah dan punya banyak puluhan, ratusan bahkan ribuan karyawan yang
justru dari kalangan berpendidikan baik Sarjana, S2 bahkan S3.
Apakah memang target dan tujuan kita mengenyam pendidikan tinggi itu
untuk menjadi PNS atau karyawan semata? Coba anda lihat ketika
penerimaan CPNS diumumkan pemerintah, ratusan ribu pelamar yang
rata-rata berpendidikan tinggi ikut mengirimkan lamaran dan beradu nasib
mengkuti test, bahkan bila perlu mendekati kalangan pejabat negara,
angota DPRD ataupun pejabat eksekutif dengan kesiapan uang puluhan
hingga ratusan juta.
Coba kita saksikan pula jika ada event lowongan kerja semisal jobs fair,
sebagaimana saat ini sedang dilakukan oleh Kompas, pengunjung begitu
membludaknya, mengharap peruntungan ada lowongan yang pas dengan
disiplin ilmunya dan mudah-mudahan dapat diterima oleh penyeleksi di
lokasi.
Saya pernah merasakan suasana mental seperti itu, ketika menamatkan
pendidikan sarja di salah satu perguruan tinggi di Jakarta.
Kesana-kemari membawa alamat..jreng..jreng..eh salah, koq jadi ke lagu
Ayu Tingting…hehe..Kesana kemari membawa amplop coklat, keluar masuk
sekitar kompleks gedung di segitiga emas Jakarta, jalan Sudirman dan
Kuningan hingga Gatot Subroto. Bahkan ke lingkungan pabrikan seputar
Pulogadung, Sunter dan Tanjungpriok.
Semua dijalani dalam macet jalan-jalan Jakarta, berdesak diantara
penumpang biskota berikut panas cuacanya. Semuanya hanya berakhir sampai
tingkat wawancara. Hingga akhirnya saya menyambung hidup selama 4 tahun
dengan mengajar di sekolah-sekolah dasar sekitar Kelurahan Jatipulo,
Kotabambu Kecamatan Palmerah. Saat itu saya mengajar di 4 Sekolah Dasar
dengan mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas 4 sampai kelas 6.
Hingga ketika saya terpaksa harus pulang kampung, saya juga mulai
disibukan dengan proses mengirimkan lamaran, kesana kemaaaari membawa
amplop coklat besar…beberapa kali juga merasakan test dan wawancara.
Memang sangatlah terasa, betapa opini umum masyarakat, bahwa saat kita
mengenyam pendidikan tinggi, harusnya kita menjadi karyawan, baik di
pemerintahan maupun di perusahaan swasta. Betapa sangat terhormatnya
kedudukan seseorang ketika dia mampu bekerja sebagai seorang karyawan.
Tapi ternyata, sekali lagi fakta di lapangan, orang-orang yang sukses
dan berhasil secara ekonomi, terjun berwirausaha, mereka lebih
sejahtera, lebih memiliki ketangguhan dalam menaklukan tantangan
kehidupan. Mereka bebas menjalani segala dengan merdeka. Dan mereka juga
walaupun hanya lulusan SD justru memiliki anak buah para sarjana,
lulusan perguruan tinggi itu digaji oleh orang yang hanya lulusan SD.
Untuk tulah, jika saja orang yang hanya lulusan SD saja mampu
menciptakan pekerjaan, mampu memberi pekerjaan, memberi kehidupan pada
orang lain, apakah para sarjana juga tidak bisa? Apakah memang lulusan
perguruan tinggi itu sudah tersistemized dengan paradigma otak kiri yang
harus rigid dan kaku dengan dunia kerja dengan waktu masuk dan keluar
kantornya jelas, gaji bulanan yang diterima juga pasti segitu-gitunya?
Sementara mereka yang lulusan SD dapat menikmati keberlimpahan dalam
kemerdekaan, dalam manajemen keuangan yang sepenuhnya ada dalam kendali
dia. Dia bisa bebas menikmati uangnya, tanpa terbatasi kisaran angka UMR
dan bonus lainnya, yang sangat mudah dihitung oleh orang lain pada
umumnya.
Oleh karena itu wahai para sarjana, apakah kita mau kalah dengan mereka
yang hanya lulusan SD semata. Apakah masih tertarik untuk terus mencari
kerja dan kesana kemaaaarri membawa alamat..! eh amplop coklat? Ataukah
kita akan taklukan tantangan kehidupan dengan menciptakan pekerjaan dan
membangun kebebasan finansial, dengan membuka dan memaksimalkan potensi
entreupreneurship yang ada di kita. Silahkan memilih, karena kehidupan
hanya kita sendiri yang tahu dan menentukan arahnya.***
Kaki Gn. Galunggung Tasikmalaya, 24042012