Dalam sebuah laporan yang dikeluarkan kemendiknas beberapa waktu lalu
menyatakan bahwa saat ini banyak sarjana yang kesana kemari mencari
pkerjaan, sementara banyak yang dulunya hanya lulusan sekolah dasar kini
malah sukses mmenjadi entrepreneur dan pengusaha besar. Maka tak salah
kiranya, apabila kesimpulan yang diambil dari kenyataan tersebut adalah
bahwa perguruan tinggi hari ini hanya melahirkan sarjana-sarjana pencari
kerja, yang kesiapannya hanya untuk sekedar menjadi PNS, karyawan dan
orang gajian.
Memang menjadi fenomena yang sangat menarik, jika kita melihat fakta dan
kenyataan di sekitar kita, bahwa banyak para pengusaha sukses di
berbagai bidang, hanya menamatkan pendidikan SD saja, mereka adalah
orang-orang yang berhasil menaklukan tantangan kehidupan dengan
kegigihan, keuletan dan potensi otak kanannya. mereka kaya raya, harta
berlimpah dan punya banyak puluhan, ratusan bahkan ribuan karyawan yang
justru dari kalangan berpendidikan baik Sarjana, S2 bahkan S3.
Apakah memang target dan tujuan kita mengenyam pendidikan tinggi itu
untuk menjadi PNS atau karyawan semata? Coba anda lihat ketika
penerimaan CPNS diumumkan pemerintah, ratusan ribu pelamar yang
rata-rata berpendidikan tinggi ikut mengirimkan lamaran dan beradu nasib
mengkuti test, bahkan bila perlu mendekati kalangan pejabat negara,
angota DPRD ataupun pejabat eksekutif dengan kesiapan uang puluhan
hingga ratusan juta.
Coba kita saksikan pula jika ada event lowongan kerja semisal jobs fair,
sebagaimana saat ini sedang dilakukan oleh Kompas, pengunjung begitu
membludaknya, mengharap peruntungan ada lowongan yang pas dengan
disiplin ilmunya dan mudah-mudahan dapat diterima oleh penyeleksi di
lokasi.
Saya pernah merasakan suasana mental seperti itu, ketika menamatkan
pendidikan sarja di salah satu perguruan tinggi di Jakarta.
Kesana-kemari membawa alamat..jreng..jreng..eh salah, koq jadi ke lagu
Ayu Tingting…hehe..Kesana kemari membawa amplop coklat, keluar masuk
sekitar kompleks gedung di segitiga emas Jakarta, jalan Sudirman dan
Kuningan hingga Gatot Subroto. Bahkan ke lingkungan pabrikan seputar
Pulogadung, Sunter dan Tanjungpriok.
Semua dijalani dalam macet jalan-jalan Jakarta, berdesak diantara
penumpang biskota berikut panas cuacanya. Semuanya hanya berakhir sampai
tingkat wawancara. Hingga akhirnya saya menyambung hidup selama 4 tahun
dengan mengajar di sekolah-sekolah dasar sekitar Kelurahan Jatipulo,
Kotabambu Kecamatan Palmerah. Saat itu saya mengajar di 4 Sekolah Dasar
dengan mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas 4 sampai kelas 6.
Hingga ketika saya terpaksa harus pulang kampung, saya juga mulai
disibukan dengan proses mengirimkan lamaran, kesana kemaaaari membawa
amplop coklat besar…beberapa kali juga merasakan test dan wawancara.
Memang sangatlah terasa, betapa opini umum masyarakat, bahwa saat kita
mengenyam pendidikan tinggi, harusnya kita menjadi karyawan, baik di
pemerintahan maupun di perusahaan swasta. Betapa sangat terhormatnya
kedudukan seseorang ketika dia mampu bekerja sebagai seorang karyawan.
Tapi ternyata, sekali lagi fakta di lapangan, orang-orang yang sukses
dan berhasil secara ekonomi, terjun berwirausaha, mereka lebih
sejahtera, lebih memiliki ketangguhan dalam menaklukan tantangan
kehidupan. Mereka bebas menjalani segala dengan merdeka. Dan mereka juga
walaupun hanya lulusan SD justru memiliki anak buah para sarjana,
lulusan perguruan tinggi itu digaji oleh orang yang hanya lulusan SD.
Untuk tulah, jika saja orang yang hanya lulusan SD saja mampu
menciptakan pekerjaan, mampu memberi pekerjaan, memberi kehidupan pada
orang lain, apakah para sarjana juga tidak bisa? Apakah memang lulusan
perguruan tinggi itu sudah tersistemized dengan paradigma otak kiri yang
harus rigid dan kaku dengan dunia kerja dengan waktu masuk dan keluar
kantornya jelas, gaji bulanan yang diterima juga pasti segitu-gitunya?
Sementara mereka yang lulusan SD dapat menikmati keberlimpahan dalam
kemerdekaan, dalam manajemen keuangan yang sepenuhnya ada dalam kendali
dia. Dia bisa bebas menikmati uangnya, tanpa terbatasi kisaran angka UMR
dan bonus lainnya, yang sangat mudah dihitung oleh orang lain pada
umumnya.
Oleh karena itu wahai para sarjana, apakah kita mau kalah dengan mereka
yang hanya lulusan SD semata. Apakah masih tertarik untuk terus mencari
kerja dan kesana kemaaaarri membawa alamat..! eh amplop coklat? Ataukah
kita akan taklukan tantangan kehidupan dengan menciptakan pekerjaan dan
membangun kebebasan finansial, dengan membuka dan memaksimalkan potensi
entreupreneurship yang ada di kita. Silahkan memilih, karena kehidupan
hanya kita sendiri yang tahu dan menentukan arahnya.***
Kaki Gn. Galunggung Tasikmalaya, 24042012
Menamatkan pendidikan di Kampus Pembaharu Ciputat, belajar menulis saat terbata mengeja sya'ir ghazal Abu al-Atahiyyah dan menjadikannya karya akhir sebagai mahasiswa. Beberapa tulisan baru laku di Koran Radar Tasikmalaya (Jawa Pos Group) dan Koran Priangan (Pikiran Rakyat Group, Kompasiana.Com. Menulis semata-mata hobi dan niat Ibadah. Semoga bermanfaat....Salam....
Senin, 23 April 2012
Selasa, 28 Februari 2012
“You Are The Looser!”
Aku mengenalnya saat sama-sama mengikuti pendidikan dan
pelatihan yang diselenggarakan oleh KODI DKI Jakarta di daerah Tanah
Abang, satu tahun lamanya. Orangnya cantik, putih, keibuan dan cerdas.
Bicaranya bernas dengan kemasan bahasa yang sederhana namun berisi. “Panggil saja namaku Ina”
begitu dia pertama kali memperkenalkan diri. Dia orang seberang Sumatra
bermarga Lubis. Di Jakarta sebenarnya dia sedang mengikuti kuliah di
LIPIA di daerah Salemba. Sebuah lembaga yang takhassus dalam bidang
kajian Islam dan Bahasa Arab. Sementara aku sendiri sedang menimba ilmu
di salah satu perguruan tinggi di daerah Ciputat Jakarta.
Pertemuan demi pertemuan di kelas kampus Tanah Abang ini, dan
diskusi-diskusi ringan seputar keluarga, kampus, dan masalah agama cukup
membuat kami lebih dekat. Hingga suatu hari Aku memberanikan diri
untuk mengantarkannya pulang ke sebuah perum di daerah Depok. Disana ia
tinggal bersama kakaknya yang sudah bekerja di salah satu bank berplat
merah. Perjalanan dalam biskota antara Tanah Abang dan Depok telah
menyisakan sebuah asa yang ternyata diantara kami sama-sama
merasakannya.
“Jika abang percaya bahwa hati ini digerakkan oleh Tuhan, Mencintai
atau membenci sekalipun, Aku takkan pernah bisa menolak takdir” begitu kalimat yang mengalir dari bibir mungilnya.
” Abang hanya sedang bertanya pada Tuhan, dalam setiap menempelnya
dahi ini di sajadah lusuhku, dimalam nan sepi, dalam tengadahnya tangan,
Apakah kiranya rasaku ini DIA Ridloi?” Jawabku dalam suatu kesempatan berbincang.
“Minggu depan, Umi akan datang ke Jakarta, Jum’at sore kapal akan
merapat di Pelabuhan Tanjungpriok, Ada sodara yang mau menikahkan
anaknya. Jika Abang ada waktu, datanglah ke Umi, sekedar silaturrahmi.
Ina sudah bicara banyak koq di telepon tentang Abang” ungkapnya
dengan nada penuh harap. Sesaat aku sempat terdiam, membayangkan apa
kira-kira kejadian yang akan terjadi jika aku datang berkunjung menemui
Uminya yang jauh-jauh dari seberang sana.
“Insya Allah Sabtu pagi abang akan berangkat dari rumah, menemui Umi”
Jawabku. Di rumah pikiranku melayang-layang, aku berfikir keras
pembicaraan dan sikap apa yang harus aku tunjukan jika Umi bertanya
tentang aku dan kedekatanku dengan anaknya Ina.
Pagi-pagi sekali aku sudah berangkat menuju Depok, selama dalam biskota,
aku mencoba mengumpulkan kata, untuk kurangkai sebagai bahan
pembicaraan dengan Umi nanti, ada rasa deg-degan, cemas dan waswas,
karena baru kali itu aku harus bertemu dengan ibu dari perempuan yang
mengaku mencintaiku, Sebagaimana aku pun mengungkapkan kalimat yang
sama.
Akhirnya, Aku mampu mengatasi beban mentalku saat bertemu dengan Umi,
beliau ternyata sangat ramah, dan nampak sekali kematangannya sebagai
seorang Ibu. Suasana cair dengan penuh keakraban dan kekeluargaan sangat
terasa. Aku bisa tertawa lepas dan tanpa beban sama sekali, karena Umi
juga mewanti-wanti agar aku jangan segan. Terlihat rona bahagia dan
senyum mengembang dari Ina. Dia menyaksikan bahwa aku kelihatannya mampu
menaklukan Uminya. Dan tak ada tanya khusus dari umi seputar aku dengan
Ina anaknya, Beliau hanya berujar “Nitip anak umi ya ananda…”
Hingga umi kembali lagi ke Medan hari Seninnya, Aku ikut mengantarkan
hingga pelabuhan Tanjung Priok. Baru kali itu aku menginjak pelabuhan,
masuk ke dalam kapal mengantarkan Umi dan barang-barang bawaannya. Ada
keharuan juga saat umi berpelukan dengan Ina, dan beliau menatap padaku
sambil berurai air mata, “Jagain Ina yaa Ananda..” kalimat
itulah yang lagi-lagi keluar dari Umi, Aku mengangguk dengan penuh
Ta’dhim, meyakinkan Umi. Pulangnya dari pelabuhan Aku sengaja ajak Ina
main ke tempat tinggal saudaraku, tempat selama ini aku menitipkan hidup
di Jakarta.
“Bang..Ina ingin bicara, Sebenarnya umi bilang ke Ina, bahwa ada
seorang pria datang ke rumah umi, minta Ina untuk jadi istrinya. Dia
seorang dosen di salah satu perguruan tinggi disana, Umi sebenarnya
datang kesini sekalian ingin bertanya pada Adik, bagaimana responnya.
Kedatangan Abang, dan pertemuannya selama dua kali ini telah memberikan
jawaban bagi Umi, sehingga umi pulang membawa jawaban tentang bagaimana
sikap Ina” ungkapnya. Ada gurat kesedihan diwajah bersihnya. ” Tapi Ina bahagia melihat sikap aa pada Umi” katanya.
Aku hanya menarik nafas panjang. Aku sangat memahami perasaan yang
bergejolak dalam hati Ina. Aku mengerti keinginannya, dan aku pun
merasakan kebahagiaan yang tiada tara saat bisa sedemikian dekat dengan
keluarganya.
” Abang akan pulang ke Kampung, akan bicara dengan Ema disana..”
kataku. Aku meyakinkan dia bahwa, Aku adalah sosok lelaki yang memang
siap menjadi Imam dia. Menjadi pelabuhan terakhir cintanya, yang akan
menjalani kebahagiaan hidup bersama, menaklukan Jakarta.
Aku dan Ina menjalani sebuah ikatan yang begitu mencerahkan, saat
sama-sama menyelesaikan diklat di KODI Jakarta, kita menjalani hubungan
jarak jauh, telpon dan surat terus mengalir. Bahkan hingga suatu saat
Ina terpaksa harus pulang, karena Umi sakit.Aku mengantarnya hingga ke
geladak kapal, Aku bahkan menunggu di pinggir dermaga, saat kepal mulai
berlayar, dan lambaian tangannya pergi meninggalkan aku dalam keheningan
sendiri. Ada rasa hampa, rasa kehilangan.
Saat dia di Medan sana, hubungan komunikasi kita masih sangat lancar dan
intens, setiap hari aku selalu menanti tukang pos lewat, karena
biasanya Ina berkirim surat dengan coretan-coretan pena yang begitu
dalam. bahkan catatan perjalanan 2 hari tiga malamnya di kapal, dia
tuliskan dalam surat yang seminggu kemudian aku terima. Sangat menyentuh
dan membuat aku tak dapat berkata apa-apa. Betapa dalamnya rasa cinta
dia.
Dalam berseliwerannya suara, jutaan kata-kata yang ku tulis dalam
kertas, dalam bentangan jarak yang memisahkan, Aku sampai pada suatu
malam. Di Wartel langgananku, suara sendu di seberang sana, sudah hampir
dua jam aku berbicara dengannya.
Ina mengabariku tentang semakin intens nya pria yang tempo hari itu
datang ke rumah. Dia terus bertanya kapan akan menyebrang ke Sumatra,
menjemput asa yang sudah menjadi janji bersama. Sementara dalam
pikiranku juga verkecamuk ucapan Ema, pada suatu kesempatan aku bicara
tentang kedekatanku dengan seorang perempuan Sumatra “Jangan jauh-jauh, nanti susah pulang“. Itulah mantra sakti dari Emakku.
Selama lebih dua jam pembicaraan kami, kalimat terakhir yang ku dengar dari suara telpon itu adalah ” You Are The Looser“.
Itulah suara terakhir dari Ina gadis Sumatra, dan dengan kata-kata yang
sama, juga esoknya aku baca dalam catatan panjang dari email yang
dikirimkannya. Dan aku pun hanya diam, dalam kebisuan sikap.
Aku memang Pengecut..Tapi Aku tak mau menentang Ridlo Ibuku. Karena
Ridlo Tuhan dalam Ridlo Orang Tua, Murka Tuhan juga dalam murka kedua
orang tua. Apalagi Emakku, adalah “khalik” yang telah menciptakanku
menjadi seorang “makhluk” bernama manusia.
Kenaikan BBM, Pemberian BLT, dan Recovery Demokrat
Presiden SBY sudah menyampaikan kabar saat dilangsungkannya Sidang
Kabinet Paripurna kemarin perihal rencana kenaikan harga BBM. Besaran
kenaikannya sekitar 500-1500 rupiah. Kebijakan ini dilakukan karena
harga minyak mentah dunia yang mencapai angka 130 dollar per barrel,
akibat dampak krisis di Suriah, Iran dan Timur Tengah pada umumnya serta
krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika. Dan faktor meroketnya
harga minyak dunia ini berakibat sangat memberatkan keuangan negara,
karena dengan sendirinya beban subsidi menjadi sangat besar, dan tentu
akan membuat postur APBN menjadi tidak sehat.
Menaikan harga BBM dipastikan bukanlah kebijakan yang populer secara
politik, dan itu disadari betul oleh pemerintah termasuk oleh Presiden
SBY, karena hal tersebut pasti akan menimbulkan penolakan serta
serangkaian aksi protes. Demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat
lainnya akan pecah di berbagai daerah. Namun jika hal itu sudah di
putuskan oleh pemerintah, rakyat hanya bisa pasrah. Menerima saja,
sambil memikirkan cara untuk bisa menambah pendapatan, demi menyesuaikan
diri dengan dampak ikutannya. Pengeluaran untuk resiko rumah tangga
pasti bertambah, karena harga-harga sembako tanpa dikomando pasti aka
ikut terkerek. Biaya transportasi pasti bertambah, karena ongkos
angkutan otomatis naik juga.
Jika tak mampu menambah penghasilan, maka bentuk penyesuaian dirinya
paling menurunkan kadar makanan yang kita makan. Apakah dengan
mengurangi porsi makan atau merubah menu. Jika biasanya kita makan
sehari 3 kali, maka jadi dua kali saja. Jika menu selama ini dengan
daging dan telur, maka cukup saja dengan tahu tempe tiap hari, Jika
selama ini pagi-pagi disuguhi susu hangat atau teh manis. Ya sekarang
cukup segelas teh hangat saja tanpa gula. Jika sebelumnya kalau sakit
bisa langsung ke dokter, ya sesudah kenaikan harga BBM cukup beli obat
di warung saja.
Kenaikan BBM dan Pemberian BLT
Sebagaimana biasa, bahwa jika pemerintah berencana menaikan harga BBM,
maka disiapkan pula skema penanggulangan dampak ikutannya, dan SBY juga
sudah menyampaikan bahwa, anggaran yang tadinya digunakan untuk subsidi
harga BBM, akan dialokasikan dalam bentuk pemberian Bantuan Langsung
Tunai (BLT) atau semisalnya. Hal ini untuk mengurangi dampak langsung
bagi masyarakat kecil di tingkat bawah. Maka show up kemiskinan pun akan
kembali dimulai. Rakyat akan kembali berbondong-bondong mengantri di
kantor pos dan kantor Kecamatan. Rakyat akan berpesta dengan angka 300
rb per bulan, akan terjadi lagi saling tegang diantara masyarakat,
akibat adanya yang diberi BLT dan yang tak mendapatkan.
Memang ada kriteria yang telah ditetapkan untuk menentukan siapa yang
layak menerima BLT, namun kenyataan di lapangan terdapat juga hal-hal
yang menimbulkan kerawanan sosial. Termasuk adanya permainan di tingkat
RT, seperti banyak yang memasukan sanak keluarga RT yang sebenarnya
tidak layak, tapi dimasukan oleh RT tersebut. Sementara warga yang
sebenarnya layak menerima, malah tak mendapatkannya.
Selain itu, pemberian BLT juga menimbulkan kelonggaran ikatan “keguyuban
dan gotong royong” warga, karena sering terjadi saat RT atau Kepala
Dusun mengumumkan gerakan gotong royong membersihkan jalan atau selokan,
banyak muncul komentar ” Suruh saja tuh warga yang dapat BLT..!”.
Pemberian BLT memang membantu menghilangkan rasa sakit untuk sesaat,
ibarat insulin. Rasa “sakit” yang diderita rakyat akibat naiknya harga
BBM, mencoba untuk dibiaskan, Padahal hal itu seakan menanamkan
benih-benih kangker ganas dalam budaya sosial ekonomi masyarakat
Indonesia. Masyarakat seakan di didik untuk berjiwa tangan dibawah,
senang diberi sesuatu yang instan dan pragmatis. Lebih senang di beri
ikan, daripada diberi pancing. Tapi mau gimana lagi, tokh pola
penanggulangan dampak kenaikan harga BBM itu dalam benak pemerintah
salah satunya dengan pemberian BLT.
Pemberian BLT dan Upaya Recovery Demokrat?
Lalu, apakah pemberian BLT ini akan memberi dampak secara politis bagi
Partai Demokrat sebagai the ruling party saat ini? Diakui atau tidak,
bahwa kemunculan Demokrat, serta pergerakan dramatisnya pada pemilu 2009
sehingga berhasil menjadi pemenang, adalah tak dapat dilepaskan dari
politik charity model BLT ini. Kombinasi pencitraan sosok SBY yang
begitu gagah dan santun, dan terkesan di dzalimi oleh Megawati. Pada
periode pertama Kepemimpinan SBY yaitu tahun 2004-2009, gerakan
pemberian “IKAN” ini dilakukan secara massif dan effektif. Jualan
pencitraan di media televisi dan surat kabar seputar klaim keberhasilan
pembangunan ekonomi, dan sentuhan BLT dan sejenisnya, berhasil “membeli”
rakyat di tingkat bawah. Sehingga meskipun secara faktual mesin partai
Demokrat tak kelihatan, bahkan mungkin tidak ada, namun ternyata secara
dramatis demokrat berhasil memenangkan pemilu baik legislatif maupun
pilpres.
Kini setelah kondisi partai demokrat sedang meluncur ke level bawah,
karena perilaku beberapa elitnya yang terindikasi tersangku dalam
berbagai kasus korupsi dengan kualifikasi megaskandal. Bahkan beberapa
petingginya sudah berstatus tersangka, yaitu mantan Bendahara Umumnya M.
Nazarudin, dan Waseksen yang mantan puteri Indonesia Anggelina Sondakh
dalam kasus suap pembangunan wisma atlet. sementara status tersangka
mereka dikaitkan pula dengan dugaan keterlibatan peran Ketum Demokrat
Anas Urbaningrum dalam hal penggelontoran dana suap proyek tersebut yang
digunakan untuk pensuksesan AU dalam Kongres Partai Demokrat di
Bandung.
Hasil survei dari berbagai lembaga penelitian sudah menunjukan
prosentase kehilangan suara partai Demokrat sekitar 7 persen. Posisinya
kini di rebut oleh Partai Golkar dan PDIP di urutan pertama dan kedua,
sementara Demokrat melorot ke posisi ketiga. bahkan jika pemberitaan
kasus-kasus korupsi yang melanda Demokrat terus diangkat oleh media
cetak maupun elektronok serta media sosial lainnya, maka tak mustahil
Demokrat akan habis dan tamat.
Oleh karena itulah, bagi saya kenaikan harga BBM itu disamping memang
memiliki alasan-alasan yang rasional secara ekonomi, namun juga akan
berdampak pula secara politik. SBY mungkin sudah kadong tidak populer
dengan kondisi partai yang di binanya, Tapi SBY memiliki keyakinan
bahwa Rakyat Indonesia mudah lupa. meskipun harga BBM naik, harga-harga
kebutuhan dasar lainnya ikut naik, ongkos angkutan naik, segalanya akan
ikut naik, meskipun Demokrat sedang didera persoalan korupsi, namun
dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) semuanya akan gone with the
wind…rakyat Indonesia akan melupakannya.
Masyarakat Indonesia akan mengingat charity 300 ribu nya, apalagi jika
program BLT ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, 1 tahun
kedepan misalnya, maka memori dan perhatian rakyat akan tertuju pada
kalimat ” Saya akan menerima uang 300 ribu sebulan, tanpa harus bekerja, dan itu karena kebaikan SBY“.
Saya meyakini, bahwa saat kenaikan harga BBM diumumkan, saat program
kompensasinya digulirkan, media televisi, dan koran akan dibombardir
dengan iklan dari SBY. Karena hanya SBY yang mampu menaikan Partai
Demokrat dalam singgasana pemenang pemilu. Sesudah berakhir pesona SBY,
maka berakhirlah Demokrat.
Nggak percaya? Mari sama-sama kita buktikan..!
Poligami Tak Disenangi, Zina Dianggap Biasa
Saya menulis ini terus terang terinspirasi oleh tulisannya Mbak Icha Nors di Kompasiana berjudul “Nikah Muda Di Kecam, Zinah Dini Dibiarkan“.
Tulisannya bagus dan inspiratif. Tulisan saya ini pasti tak disenangi
para Ibu. Karena wanita mana yang rela untuk dimadu atau di poligami.
Meskipun satu dua orang diantara sejuta perempuan mungkin ada.
Sebagaimana seorang teman SMA saya yang seorang dosen di salah satu
perguruan tinggi swasta di daerah Ciamis, dia sudah punya anak satu. Dia
pernah berbicara pada saya dalam sebuah kesempatan reuni terbatas. Lalu
diantara kita saling berbagi cerita seputar keluarga. Nah dalam
keasyikan ngobrol itu dia nyerempet ke urusan poligami.
” Man, laki gue kan kerjanya jauh di Kalimantan. pulangnya gak
setiap bulan, kadang 6 bulan atau setahun sekali dia pulang, Tapi
komunikasi via Telpon jalan terus, Gue pernah ngomong gini ama laki gue.
Mas Karena mas jauh, jika mas punya niat untuk berpoligami, asal mas
bicara pada saya, maka akan saya izinkan. Asalkan mas disana jangan
melakukan Zina” begitu katanya. Saya sontak kaget mendengar obrolan dia. Koq Bisa?
“Kalau orang mengimani sepenuhnya pada Al-Qur’an, maka dia harus
menerima seutuhnya apa isi Al-Qur’an, jangan setengah-setengah, atau
menerima sebagian dan menolak sebagiannya lagi. Bagi saya, masalah
Poligami ini jelas ada penjelasannya dalam Al-Qur’an. Jadi bagi saya
tidak ada masalah” bebernya. Nah lho saya semakin mengerutkan kening. ” Lalu bagaimana dengan urusan adilnya?” tanya saya.
” Begini, Ibarat HP, jika seseorang sudah punya satu HP, lalu dia
membeli lagi HP yang baru, maka otomatis dia akan lebih sering
menggunakan HP barunya, wajar dia lebih sering mengusap-usap,
bermain-main dengan HP baru tersebut, karena pasti memiliki tampilan
baru yang lebih indah, menarik, dan fitur yang lebih lengkap daripada HP
yang jadul” ungkapnya sambil ketawa. ” Lalu gimana urusan cintanya, otomatis kan cinta sang suami itu jadi terbagi dua, gak akan seratus persen lagi” Tanyaku lagi.
“Kalau dia suami yang benar, bukan begitu membagi urusan cintanya,
Bahwa saat dia sedang di istri pertama, seratus persen cintanya untuk
dia, saat ke istri keduanya ya seratus persen juga cintanya. Asalkan
sekali lagi dia mampu menafkahi lahir bathinnya saja, dan bisa
membuatnya bahagia. Gue meskipun jauh, dan nafkah bathin jarang toh
fine-fine aja koq. Karena sekalinya pulang, kan gue bisa habis-habisan
ma dia” jelasnya, sambil tertawa lepas. Dan saya pun tak kuasa menahan tawa yang keras. ” Laki lo poligami sekarang, atau nikah lagi disana?” tanyaku penasaran.
“Ya meskipun gue udah ngasih izin, kalo misalnya dia mau poligami
disana, toch dia sampai sekarang gak berani nikah lagi. Dia malah bilang
“Dik mas ngurus kamu satu aja belum sempurna koq, dan gak habis habis”
katanya..hehehe” ungkapnya terkekeh.
Dari obrolan teman tadi, saya terus terang mendapatkan pencerahan
tentang sesuatu yang selama ini dianggap tabu untuk dibicarakan. Lalu
saya sering ngobrol-ngobrol dengan beberapa teman di kantor, dan banyak
sekali informasi tentang fenomena “Suami” yang bermain di belakang
istrinya. Lebih jelasnya mereka sering melakukan “Zina” di luaran.
Bahkan saya sampai pada satu kesimpulan, bahwa mayoritas laki-laki
senang berselingkuh, senang memiliki wanita simpanan lain, dan
menganggap Zina sebagai sesuatu yang biasa. Naudzubillah.
” Wajar lah lalaki mah bangor..asal ulah kanyahoan we! (Wajar
Lelaki nakal, asal jangan ketahuan saja)” begitulah kira-kira mantra
yang sering diungkapkan oleh mereka. Itulah fenomena “kebohongan” yang
seolah dianggap sebagai sesuatu yang biasa.
Saya memiliki pandangan bahwa jika seorang lelaki bermain di belakang
istrinya, maka pastilah dia akan senantiasa memelihara praktik
kebohongan dalam setiap pembicaraan dan tindakannya. Dia akan
berselingkuh dalam segala hal. Dalam berbicara, dia akan sering
berbohong, saat enerima sms atau telpon dari “seseorang” diluar sana,
lalu istrinya nanya misalnya ” Siapa mas?”, dia pasti akan menjawab ”
Teman kantor, pa anu..” dan lain sebagainya. Dalam hal uang, dia juga
pasti akan menyediakan alur kas pengeluaran lain untuk biaya
operasionalnya bermain di luaran. Banyak sekali kemungkinan-kemungkinan
yang sekan memberi rasa aman dan cap “Biasa” dengan praktik seperti
itulah.
Oleh karena itu, jika melihat fenomena seperti tersebut diatas, maka
saya cenderung sepakat dengan sikap kawan SMA saya tadi dalam menyikapi
persoalan poligami. Jangan terlalu paranoid dengan persoalan yang memang
sudah sangat jelas secara hukum dan aturan mainnya. Apalagi kita
meyakini Al-Qur’an sebagai pedoman hidup seorang mukmin dan muslim.
Pengingkaran terhadap pesan itu, adalah pengingkaran juga terhadap
Al-Qur’an. Persoalannya adalah tergantung bagaimana seorang laki-laki
memandang hukum poligami tersebut, tidaklah semata-mata karena
kepentingan nafsu seksual semata, tapi memiliki dasar pijakan yang
benar, logis, dan memenuhi prasyarat sebagaimana diperkenankan oleh
hukum syari’at.
Karena saya seorang lelaki muslim, saya sangat memahami pandangan kawan
saya tadi, dan sampai saat inipun saya tak pernah terpikir untuk
berpoligami. Tapi saya bukan orang yang berpegang pada judul diatas ” Poligami Tak Disenangi, Zinah Dianggap Biasa”
Anak Sekolah Gaul, “Nge-Gank, Nongkrong, dan Bisingkan Knalpot Motor”
Jika Malam minggu datang, sepanjang jalan Otista dan sekitarnya,
komplek ALun-Alun dan mesjid agung Tasikmalaya selalu dipenuhi berbagai
group tongkrongan berbagai jenis dan merk motor. Samping kiri kanan
jalan berjejer motor, sementara trotoarnya dipenuhi dengan para remaja
yang rata-rata usia sekolah, SMP dan mayoritas SMA, laki-laki perempuan
campur baur. Bahkan ada terselip juga anak-anak SD dengan tongkrongan
sepeda BMX nya. Jalur itu ramainya bukan main, karena disela-selanya
pedagang berbagai jajanan juga ikut mengadu peruntungan. Jika kita
membawa kendaraan roda 4 ke arah itu pasti merayap perlahan, karena
padatnya jalur jalan tersebut.
Saya sempat berfikir, gejala apa ini sebenarnya. Kota kecilku menjadi
tempat pajangan motor begini. Yang paling meresahkan adalah, bahwa jika
malam kian larut, group motor tersebut berkonvoi keliling kota. Mereka
meraung-raungkan suara bising knalpotnya yang sudah di variasi. Beberapa
tawuran antar gank motor maupun penyerangan gank motor terhadap
perkampungan warga kerap terjadi, dan sempat memakan korban jiwa dan
luka-luka. Aparat tinggal aparat, meski disiagakan pasukan dalmas di
dekat pos tugu Adipura, namun rentetan kejadian memilukan dan meresahkan
warga itu terus saja terjadi.
Inilah sepertinya gaya hidup remaja yang juga rata-rata anak sekolahan
zaman sekarang. Mereka, karena berbagai serbuan budaya modernisme,
tersedianya sokongan ekonomi keluarga, sementara perhatian keluarga yang
kurang karena kesibukan ibu bapaknya bekerja, ditambah lagi derasnya
perkembangan teknologi, karenanya mereka memiliki kesempatan untuk dapat
berkomunikasi dengan Handphone, internet, dan perangkat media sosial
lainnya. Mereka mudah berhimpun diri dalam sebuah ikatan kelompok,
saling mengidentifikasi diri, saling curhat dan mencari pelarian bersama
karena suasana broken home nya di keluarga.
Mereka senang bergerombol, mulai belajar merokok, berpakaian dan bergaya
rambut yang aneh-aneh, memakai tindik di telinga, hidung, bibir bahkan
lidah. Lebih jauhnya lagi mereka mulai coba-coba miras oplosan, narkoba,
seks bebas dll, Itulah gaya yang menurut mereka dianggap sebagai sebuah
model dan gaya hidup yang keren. Yang mencerminkan anak muda yang gaul
dan funky.
Gaya hidup nge-gank, nongkrong bergerombol, berkonvoi kendaraan dengan
raungan bising knalpot, seakan sudah menjadi trend umum di semua darah.
Baik Kota-kota besar maupun pinggirannya. Sangatlah jauh berbeda,
keadaan remaja kini dengan sepuluh tahun yang lalu misalnya, kalau dulu
mesjid dan tempat mengaji masih dipenuhi oleh para remaja, usia sekolah
SMP maupun SMA masih mau menuntut ilmu agama di malam hari, melalui
majlis taklim di pesnatren, madrasah atau mesjid di dekat tempat
tinggalnya. Kini perkembangan modernisme yang sedemikian pesat, derasnya
arus pengaruh budaya barat, bejibunnya pusat-pusat perbelanjaan, mall
dan supermarket, karaoke dan pusat keramaian publik lainnya, telah
menyihir mereka untuk lebih banyak di dunia arus budaya pop dibandingkan
melatih dan belajar diri dengan berbagai bekal keilmuan dan attitude
masa depan.
Pesatnya teknologi, telah membuat para remaja dan anak-anak sekolah kita
tercerabut dari dunia genuinitasnya sebagai anak bangsa. Facebook,
twitter, gameonline, tayangan di televisi telah menyihir mereka menjadi
anak muda dan remaja yang teralienasi dari keluhuran budaya orang
tuanya. Sekolah seakan hanya berperan mencerdaskan intelektualnya
semata, sementara moral, mental dan kecerdasan emosional serta
spiritualnya tak tersentuh dengan baik. Kita lebih bangga dengan teori
pengajaran dibanding dengan pendidikan. Mengajar membuat mereka pintar,
tapi mendidik membuat mereka benar.
Selain itu, orang tua juga berperan melahirkan situasa kegagapan budaya
seperti itu bagi anak-anak muda, mereka cenderung melupakan peran
mendidiknya sebagai seorang ibu ataupun ayah bagi anak-anaknya. Mereka
sekan berfikir bahwa tugas utamanya mencari nafkah, menyediakan
kebutuhan ekonomi bagi anak-anaknya. Sementara perannya dalam
berkomunikasi di rumah tidak mampu dilaksanakan secara maksimal. Mereka
susah berperan sebagai pendengar yang baik, dari keluh kesah dan curhat
anak-anaknya, mereka pembicara yang baik yang mengeluarkan banyak
perintah dan larangan bagi anak-anaknya. Tanpa sentuhan ketulusan cinta
dan kasih.
Anak Sekolah sekarang, gak gaul gak funky, gak nongkrong gak asyik, gak
bisingkan knalpot motor nggak keren. gak nyoba narkoba, ndeso, nggak
ngelakuin seks bebas, ketinggalan zaman. Apakah remaja tua kayak
kita-kita ini, dan para orang tuanya akan diam membisu sajja? SEPERTINYA
SEMUA KOMPONEN HARUS MELAKUKAN SESUATU. Pemerintah, aparat, orang tua,
tokoh agama, praktisi pendidikan, Tak bolah diam, sama sekali.!
Berkantor Di Atas Gondola
Di samping kiri jembatan Tomang Raya menuju arah
Harmony terdapat sebuah gedung bertingkat, namanya Gedung Graha Sukanda
Mulya. Letaknya persis berada di jalur putaran kolong Jembatan Tomang,
yang jika kita mengambil arah kiri akan menembus ke daerah Tomang Banjir
Kanal, jika memutar ke arah kanannya kembali ke arah Jl. Tomang raya
menuju perempatan jalur tol Tangerang, Gatot Subroto dan Ke kanannya
arah Taman Anggrek. Sementara jika pas puteran jalan dari Kolong ambil
arah kanan akan menuju ke arah Kota Bambu, Slipi dan Tanah Abang.
Gedung Graha Sukanda Mulya ini adalah Gedung tempat pertama kali saya
merasakan suasana kantor. Persis saat pertama kali gedung itu diresmikan
penggunaannya, dengan beberapa perusahaan yang sudah mulai menyewa dan
beraktifitas di gedung tersebut. Gedungnya berlantai 7 apa 9 ya, terus
terang saya sudah agak lupa. Saya merasakan pengalaman ngantor disana
selama hampir setahun. Sekitar pertengahan Tahun 1996 saya masuk kesana
dan berhenti pertengahan 1997.
Saya bukan bekerja dengan fasilitas meja lux, kursi empuk dan
seperangkat media kerja elektronik seperti komputer, laptop, telpon
atau fax. Alat kerja saya adalah Sapu, kemoceng, pengepel, kain lap,
penyemprot kaca, dan penarik airnya. Plus berbagai bahan kimia dan
pengharum lainnya. Oh ya meja kerja paling pavoritku adalah Gondola.
Sebuah rangka besi berukuran 1 x 1,5 M yang hanya muat untuk berdiri dua
orang pegawai, Gondola itu biasa bergelantungan diantara sisi-sisi
gedung Depan, samping kiri kanan.
Mengapa Gondola ini menjadi “meja kerja” pavoritku. Ya karena dari
ketinggian gedung itulah, saya dapat menyaksikan view Jakarta, bahkan
dari gondola itulah selain dapat melihat para karyawan dalam gedung yang
cantik-cantik, saya juga dapat sekali-kali mencuri pandang ke bawah,
sekitar perkampungan padat penduduk. Ada banyak pemandangan indah namun
juga ada yang memerihkan mata, pemandangan indahnya jika ada titik
pemandian umum, suka ada yang sedikit asoyyy..heheh, sementara perihnya
karena melihat bergelantungannya jemuran segala macem, plus lihat
kesemrawutan tata ruangnya yang awut-awutan.
Meski “Meja Kerja” ku dianggap berbahaya, beresiko jiwa, meski terkadang
merasakan panas yang menyengat, membakar kulit dan membanjirkan
keringat, Tapi moment-moment itu sungguh menjadi pengalaman hidup yang
tak dapat dilupakan. Meski dengan hanya bergaji mingguan, Jika datang
hari Sabtu terasa cerahnya dunia kala itu, apalagi ada sesama pegawai
korpsku, perempuan cantik berbody wah, yang ternyata menyimpan cinta.
Rosalinda namanya. Yang sayang tuk ku tolak pesona dan godaan
cintanya..hmmm.
Setengah tahun saya menjadi staff, setengah tahunnya lagi saya menjadi
supervisor dengan 8 anak buah, 4 laki-laki dan 4 perempuan. Tanpa
menghentikan aksiku bergelantungan di Gondola. Karena yang lain tak
memiliki keberanian. Untungnya ada bayaran tambahan diluar honor
biasanya sebagai petugas cleaning service.
Kini, jika saya melihat berita di televisi, tentang kecelakaan para
petugas kebersihan gedung yang tali gondolanya putus dan jatuh, mereka
meregang nyawa, mereka cacat dan banyak cerita mengerikan lainnya, saya
hanya bisa menerawang ke belasan tahun yang lalu. Saat dimana
keterpaksaan untuk bertahan hidup di kerasnya belantara Jakarta, menyatu
dengan indahnya romantika cinta seorang petugas Gondola dan pembersih
kaca.
Teriring do’a untuk teman-temanku pegawai Graha Sukanda Mulia, Daus,
Opik, Rosalinda, Tita dll, semoga kalian berada dalam sebaik-baiknya
kehidupan. Amien.
H.Usep Romli HM, Berhenti Dari PNS, Hidup Berlimpah Dengan Menulis
Ada beberapa orang yang disinyalir memiliki
penghasilan yang besar tapi tanpa harus repot bekerja, tanpa terkena
jadwal berangkat pagi, pulang sore hari. Dia hanya duduk saja di rumah,
tak kemana-mana. Secara fisik dia tak banyak bekerja, yang berkerja
adalah otaknya, pikiran cerdas, bernas, dan khas yang dipadu dengan jari
jemarinya yang menari gemulai diantara huruf-hurup keyboard. Ya, salah
satunya adalah sang pensiunan wartawan, dan seorang sastrawan Sunda yang
tak pernah berhenti menulis, yaitu Kang H. Usep Romli HM.
Beliau adalah sedikit dari orang yang meskipun sudah berusia, tapi jiwa
dan semangat menulisnya tiada henti. Sebagai orang yang sudah malang
melintang di dunia jurnalistik, dunia tulis menulis, Kang H Usep adalah
Da’i yang komplit. Beliau mampu berdakwah secara lisan, karena dia mampu
menjadi muballigh yang hebat saat di atas mimbar, ceramah-ceramahnya
menyejukan dan menyegarkan, Beliau juga mampu berdakwah secara tulisan.
Banyak sekali percikan pemikiran dan dakwahnya yang di muat dalam
media-media cetak baik nasional, regional maupun lokal Jawa Barat,
termasuk berbagai analisanya dalam berbagai persoalan, baik agama,
ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Beliau juga memiliki kepedulian
dalam dakwah Tindakannya, Beliau mendirikan sebuah lembaga atau yayasan
di Garut yang bergerak dalam bidang Pendidikan, Sosial dan Pemberdayaan
Masyarakat, khususnya yang berada di wilayah Garut, tanah kelahirannya.
Saya secara pribadi tak mengenalnya dengan baik. Saya hanya sering
membaca tulisan-tulisannya di koran Priangan, Pikiran Rakyat, Tribun,
Kompas, Republika dan berbagai media lainnya. Beliau juga banyak menulis
karya-karya sastra, cerpen, puisi, novel dan buku-buku anak-anak.
Sebagian ada yang ditulis dalam bahasa Sunda, dan sebagian lainnya dalam
bahasa Indonesia. Beberapa penghargaan telah beliau dapatkan, terakhir
tahun 2011 memperoleh penghargaan Sastra Rancage untuk pengabdiannya
dalam bidang sastra Sunda.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, nama H. Usep Romli H.M.
dikenal sebagai sastrawan Sunda, lahir di Limbangan Garut, pada 16
April 1949. Awalnya Dia dikenal sebagai penulis buku anak-anak dalam
bahasa Indonesia dan Sunda. Usep lulus dari Sekolah Pendidikan Guru pada
tahun 1966 dan menjadi guru SD di Kadungora, Garut. Dia juga menjadi
koresponden untuk mingguan Fusi (1972), Giwangkara (1972-76), harian Pelita (1977-1979), harian Sipatahunan
(1979-1980). Ketika hendak dipindahkan menjadi pegawai Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan di Bandung, dia memilih untuk melepas seragam Pegawai
Negeri Sipil dan bekerja penuh sebagai wartawan Pikiran Rakyat sampai pensiun.
Seorang kawan pernah bercerita, bahwa Pa H. Usep Romli ini adalah
sebagian dari orang yang berpenghasilan tinggi dengan hanya duduk di
depan komputer. setiap hari tulisan-tulisannya masuk ke berbagai meja
redaksi media cetak nasional, regional maupun lokal. Karyanya memang
sudah memiliki tempat tersendiri di kalangan redaktur koran. Susah untuk
tidak laik cetak, karena memiliki kekhasan tulisan, ketajaman analisa
dan gaya bahasa yang menarik.
Sebagai seorang sastrawan Sunda, seorang mantan wartawan, dan kini
sebagai penulis bebas, Kang H Usep Romli adalah sedikit orang yang
memiliki keahlian, pengalaman dan ketajaman olah rasa, olah pikir dan
olah pena. Dengan semuanya itu, beliau telah menunjukan sebagai sosok
orang yang dapat terus berdakwah dengan lisan maupun tulisan serta
tindakan nyata di masyarakat. Keputusannya untuk berhenti dari Pegawai
Negeri Sipil secara total, dan serius dalam dunia menulis. telah membawa
Kang H Usep Romli ini sebagai sosok yang hidup berlimpah dengan karya
menulis.
Beliau cukup diam di rumah, dalam kebahagiaan masa tua, berkumpul
bersama istri dan anak-anaknya, bermain dengan cucu, dan terus tanpa
henti merangkai kata, mengemas ide dan gagasan serta renungan. Dan yang
pasti, dalam limpahan materi dari Tulisannya, Beliau menikmati hari
tuanya dengan tanpa henti memberi manfaat, berdakwah dengan lisan,
tulisan dan tindakan. Kalayan Hurmat Ka Kang H. Usep Romli HM.
Berpulangnya Ulama, Tanda Dekatnya Kiamat ? In Memoriam KH. Dudung Ulama Santun Dari Cipasung
Hari minggu 19 Februari 2012 kemarin, Tepat pukul
11.00 Handphone saya berbunyi. Seorang kawan mengirim SMS,
memberitahukan kabar duka, “Innalillahi Wainnaa Ilaihi Raaji’un,
Telah berpulang ke rahmatullah Bapak KH. Dudung Abdul Halim salah
seorang pimpinan pondok pesantren Cipasung Tasikmalaya“. Saya
tertegun barang sesaat. Sudah kesekian kalinya, kabar berpulangnya Ulama
besar, yang menjadi sesepuh di tempat bersemainya kader-kader penerus
sang Nabi, yaitu Pondok pesantren. Sebelumnya KH. Ilyas Ruhiyat, Mama
Oot Cikalong, Mama Maniis Gunungtanjung, Lalu KH Moh. Toha Cigalontang,
dan yang lainnya. Semuanya merupakan ulama-ulama sepuh yang dimiliki
oleh ummat Kabupaten Tasikmalaya khususnya, umumnya Jawa Barat dan
Indonesia.
Kita semua sangat mafhum, bahwa keberadaan para ulama di dunia ini,
dengan berbagai kapasitas keilmuan yang adiluhung, sikap wara dan
tawadlu nya, kesabaran mendidik ummat di lembaga pondok pesantren dan
dari majlis ke majlis, telah menjadi “paseuk” atau patok penguat
keberlangsungan kehidupan dunia ini. Berpulangnya para ulama pertanda
diangkatnya pula ilmu oleh Allah SWT. Dan jika merunut hadist Rasulullah
SAW, bahwa salah satu pertanda kiamat sudah dekat, adalah saat satu
demi satu Ulama yang menjadi pewaris nabi di panggil menghadapnya.
Sosok Ulama adalah sosok yang didalamnya menyatu antara kedalaman Ilmu
dan ketawadluan sikap. Ulama yang telah menyatu dengan ummat, pancaran
akhlak dan perilakunya menjadi cahaya yang menerangi kehidupan. Mereka
menyejukan, mendamaikan, dan menentramkan ummat. Keberadaannya menjadi
wakil sang Nabi yang mampu mengayomi dan membawa ummat dalam keadaan
hidup yang seimbang antara kehidupan duniawi dengan ukhrawi.
Memang menurut Imam Al-Ghozali, ulama itu terbagi dua. Ada ulama’ul
Akhirat dan Ada Ulama Suu’. Ulama’ul Akhirat benar-benar memegang
tanggungjawab diri sebagai pewaris perjuangan Nabi, yang membina,
mendidik dan membawa ummat pada jalan Islam yang lurus. Mereka tidak
kesengsem dengan perkara duniawi, tak terjebak dalam keributan perbedaan
paham dan kepentingan. Sementara Ulama Suu’ adalah ulama yang buruk,
yang suka menjual belikan ayat, yang jalan hidupnya selalu berhitung
karena kepentingan duniawi, terjebak oleh manisnya kekuasaan,
terperangkap oleh gebyarnya hingar bingar politik dan kemewahan dunia.
Senengnya memelihara perbedaan dan meributkannya, menyalahkan ulama yang
lain, gampang menyesatkan paham yang lain, menganggap dirinya paling
benar dan paling pertama mendapat tiket surga.
Tak banyak mereka yang tergolong ulama’ul akherat, karena mereka tak
suka menonjolkan diri, mereka khusyu menjalankan syari’at, tirakat
menggapai ma’rifat, hakikat dan mahabbah padaNya. Mereka sibuk mendidik
ummat, mengajarkan agama, dan ilmu-ilmu lainnya yang menjadi bekal
kehidupan ummat meraih kemaslahatan hidup di dunia dan kebahagiaan kelak
di akherat. Sementara ulama’ Suu’ sangat mudah terlihat, mereka
senengnya tampil, senengnya membanggakan diri, senengnya membesarkan
kelompoknya, senengnya bermewah-mewah. Anda juga pasti bisa
membedakannya. Dam jika lebih banyak tipikal ulama suu’ di dunia, maka
itu juga pertanda Kiamat sudah dekat.
Berpulangnya Alm. KH. Dudung Abdul Halim MA, bagi saya adalah
berpulangnya kembali sosok “Patok” dunia. yang akan semakin membuat
dunia ini limbung. Beliau sepanjang hidupnya benar-benar membawakan diri
sebagai sosok ulama santun yang istiqomah dengan jalan perjuangannya.
Tak menyenangi keributan, kegaduhan dan kehebohan. Bicaranya lembut dan
tenang, sama seperti Alm KH. Ilyas Ruhiyat mantan Ro’is ‘Am PBNU zaman
KH. Abdurrahman Wahid. Jama’ah Riyadloh dan pengajian rutinnya selalu
penuh dengan para ajengan dari berbagai pelosok.
Beliau tak pernah lelah berkeliling daerah, dari mimbar ke mimbar dengan
bahasanya yang menyejukan, bukan dengan gaya orator yang agitatif, dan
menyerang. Beliau selalu meneduhkan, menyegarkan jiwa para jama’ah dalam
menjalani kehidupan. Maka tak heran saat beliau pergi menghadapnya,
ummat berjejal di sekitar komplek pompes untuk melepas ke tempat
peristirahatannya terakhir dan berkirim do’a. Isak air mata selalu tak
dapat dibendung. Keharuan selalu membuncah. Rasa kehilangan yang teramat
mendalam.
Kini, Saat satu demi satu Ulama sepuh Alimul ‘Alamah, Ulama’ul Amiliin,
akan sangat terasa betapa limbungnya Dunia. Karena patok kekokohan dunia
semakin diambil oleh yang empunya Allah SWT. Ummat jadi kehilangan
induk nya, banyak terjebak pada sayap-sayap yang mengaku ulama, tapi tak
mencerminkan kesejatiannya. Ummat jadi tak lagi memiliki simpaty
karenanya. Ummat dan masyarakat seakan menempatkan mereka dalam menara
gading nan terasing, bahkan masyarakat berada dalam ketakutan, kebencian
dan keputus asaan. Mereka mencari jalannya sendiri. Tak lagi tersisa
rasa cinta, kagum dan khidmah pada Ulama, Kiai, Ustad atau ajengan.
Karena suasananya sudah sedemikian berjarak. Na’udzubillah.
Alm KH. Dudung Abdul Halim, Ulama santun dari Cipasung. Semoga Allah SWT
menempatkan Pangersa dalam seindah-indahnya tempat di sisiNya.
Sung-bong Choi, Sang Tunawisma Yang Memukau Juri Korea’s Got Talent
Adalah Sung-bong Choi, seorang remaja laki-laki Korea
yang hari ini menggemparkan dunia. Show nya dalam acara Korea’s Got
Talent, yang di upload ke You Tube telah tonton lebih dari 16 juta
orang. Siapakah dia sebenarnya?
Saya sendiri pertama kali menyaksikan dalam sebuah acara wide shot di
metro TV, lalu saya buka di youtube langsung, ternyata memang sangat
luar biasa. Selain luar biasa mendengarkan suaranya dalam menyanyi, yang
paling menyentuh adalah membaca latar belakang dan sejarah hidupnya
yang begitu menyentuh.
Dia hidup sendiri semenjak umur 5 tahun. Dia hidup menjadi gelandangan,
Dia sering tidur di tangga atau toilet umum. Selama sepuluh Tahun
mencari makan dengan menjual permen dan minuman energy di pinggir jalan.
Sungguh sebuah derita hidup yang membuat seluruh penonton dalam show
tersebut tak mampu menahan derasnya air mata.
Yang paling menarik, dan membuat semua mata terbelalak adalah, saat
Sung-bong Choi menunjukan bakatnya menyanyi, dia mengaku tidak pandai
menyanyi, namun dia bernyanyi karena dia suka saja melakukannya. Kita
pasti akan tersihir dengan magnet suaranya, dia seperti seorang maestro
Itali pemilik club sepakbola Napoli, yang dalam studium orchestra
bernyanyi begitu memukau. Begitulah pula Sung-bong Choi. Suaranya
membuat juri terperangah, memelototkan mata, kaget dan menitikan air
mata. Seakan Tak percaya.
Itulah, kepahitan hidup yang dijalani Song-bong Choi berbuah manis,
melalui sebuah event pencarian bakat Korea. Dia memang hanya meraih
juara Kedua dalam event itu, tapi penampilannya dalam ajang itu telah
memikat dunia, telah menggelorakan semangat haru biru yang membawanya
dalam perubahan nasib yang dramatis. Maka sepertinya, fenomena Justin
Bieber akan melanda Korea, melalui sosok Sung-bong Choi.
Jika ingin melihat video mengharukan itu, search you tube dengan judul dibawah ini :
Homeless Boy Steals The Talent Show
Boikot Media, Boikot Demokrat Dong?
Jika melihat judul Demokrat VS Media, maka kita
seakan-akan ditarik pada sebuah keadaan yang menunjukan adanya
pertarungan vis a vis antara kekuatan politik Partai Demokrat satu sisi,
dan gelombang pemberitaan Media pada sisi yang lainnya. Dan saya
melihatnya sebagai pemanasan awal pertarungan politik antar parpol
sendiri, karena media dalam pengertian diatas adalah juga terdapat
kekuatan politik dibekalangnya. Saya juga melihat adanya ketidak
berimbangan arus dan lalu lintas media yang menyoroti seputar Partai
Demokrat. Ibarat dalam sebuah pertandingan tinju, antara petinju Crish
Jhon melawan Tyson. Pasti keteteran lah.
Jika kekuatan partai lain memiliki jaringan mainstream media baik cetak
maupun elektronik maupun media sosial. Golkar punya TV One dan viva news
nya, Partai Nasdem punya Metro Group dan MNC Group nya, yang semuanya
secara bergelombang terus memberitakan seputar kasus korupsi yang
melanda elit partai Demokrat, maka tidak demikian tentunya dengan Partai
Demokrat itu sendiri. Mereka seakan keteteran menahan arus serangan
pemberitaan yang bertubi-tubi mengarah ke jantung pertahanan Demokrat.
Maka pertahanan terakhir yang dilakukan oleh Demokrat akhirnya adalah
Menyerukan Kader-kader demokrat untuk memboikot media mainstream dengan
cara tidak meladeni permintaan wawancara, dialog atau tanggapan apapun
yang datangnya dari media.
Namun hal itu lagi-lagi bukanlah strategi yang cerdas, malah semakin
menyiramkan bensin untuk menambah semakin menyalanya arus pemberitaan
tentang Demokrat di berbagai jenis media. Kita memang tidak memungkiri
derasnya pemberitaan tersebut ada kekuatan politik didalamnya, namun
Partai Demokrat juga seharusnya sadar diri bahwa kalau tak ada api tak
mungkin ada asap. Kalau tak ada praktik kotor yang dilakukan oleh
elitnya, tentu tak akan terjadi hiruk pikuk dan politik bunyi-bunyian
ini dalam berbagai kanal berita. Dan Partai Demokrat juga seharusnya
tidak melupakan jati diri dan sejarah kelahirannya, bahwa meroketnya
Partai Demokrat dalam peta politik nasional tak lebih dan tak kurang
karena peran pemberitaan media yang banyak mengangkat berita seputar SBY
dan program-program bagi-bagi uangnya seperti BLT, PKH, Raskin dll yang
dianggap sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyat.
Sehingga menurut pendapat saya, bahwa sesuatu yang menanjak dengan
tiba-tiba karena citra yang dibangun oleh media, maka secara sunnatullah
wajar saja kalau harus menurun kembali bahkan drop ke level awal
kelahirannya karena citra buruk yang juga diangkat oleh media. Media
tentu sah memberitakan sebuah angel pemberitaan yang layak untuk
diangkat. Apalagi kasus Nazarudin, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh,
Dan Boikot Media ini merupakan berita yang dianggap seksi untuk naik
meja redaksi.
Makanya, menurut saya, jika Demokrat mengambil sikap memboikot media,
hal itu justru akan semakin menambah kesan dan citra negatif Partai
Demokrat di mata publik. Karena hal itu dianggap sebagai sebuah langkah
pembenaran terhadap fakta-fakta kasus yang melilit elit demokrat.
Sehingga hal itu akan semakin membuat persepsi publik menjadi lebih
antipati terhadap demokrat.
Seharusnya elit-elit Demokrat menyusun strategi sebagaimana dulu mereka
berhasil bertengger di posisi pertama sebagai pemenang Pemilu Legislatif
yang kemudian berhasil mengantarkan SBY menjabat sebagai presiden
selama hampir 2 periode. Dengan cara mengintercept kekuatan-kekuatan
jaringan media, baik cetak, elektronik dan media sosialnya. Dengan
menyiapkan kadernya yang memang memiliki kualitas intelektual yang
memadai, moralitas dan integritas yang mumpuni, serta memiliki kekuatan
komunikasi yang baik.
Lebih daripada itu semua, alangkah lebih baiknya jika upaya yang
dilakukan itu bersifat dramatis. Misalnya dengan serta merta saja
membereskan kader-kadernya yang diindikasikan bermasalah tersebut, non
aktifkan saja, entah Itu Anggelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi
Malarangeng, Mirwan Amir, Atau siapapun yang selama ini dianggap menjadi
sumber bad news di Partai Demokrat. Tokh semuanya sudah berada dalam
alur proses hukum. Kalupun misalnya hukum mengatakan mereka tidak
bersalah, mereka dapat dipulihkan kembali kehormatan dan reputasinya.
Jika langkah-langkah strategis itu enggan untuk diambil, malah mengambil
sikap pemboikotan terhadap media, maka hal itu justru akan menjadi
pintu masuk bagi menggeloranya gerakan boikot Partai Demokrat. Jika itu
sudah menjadi sebuah gerakan sosial, maka tamatlah riwayat hidup Partai
Demokrat di Republik ini.
Sate Mata Lembu, Sajian Malam Khas Pantai Cipatujah
Jika anda berkesempatan jalan-jalan ke daerah
Tasikmalaya, Mungkin anda bisa berendam air panas dan menyaksikan
pemandangan eksotis Gunung Galunggung (Tapi sekarang lg waspada, lagi
panas dalam..hehe), atau Anda dapat mencoba berwisata religi dengan
ziarah ke makam Syech Abdul Muhyi Pamijahan, seorang Ulama awal pembawa
Islam di tatar Sukapura dan diyakini sebagai wali, berikut jangan
dilewatkan pula menjelajah jejak perjalanan dakwahnya dengan menyusuri
gua yang menjadi tempat beliau ber tirakat dan mengajarkan ilmu kepada
para pengikutnya.
Nah, Jika anda selesai berwisata religi ke Pamijahan, teruskanlah wisata
anda menuju daerah pantai Indah Cipatujah. Jaraknya hanya sekitar 10 Km
dari Pamijahan, Jika ke Pamijahan kita mengambil arah kanan dari pas
pertigaan Simpang, maka kalau ke Pantai Cipatujah, kita mengambil Arah
ke sebelah kirinya. Jadi kalau kita arah pulang dari Pamijahan, pas
simpang tinggal lurus saja menuju Cipatujah.
Panorama pantainya tak kalah menarik dibandingkan pantai-pantai lainnya
yang ada disepanjang pesisir selatan pulau Jawa, hanya saja Pantai
Cipatujah ini ibaratnya masih perawan, belum banyak sentuhan kebijakan
pemerintah daerah menyangkut potensi wisatanya, tidak sebagaimana Pantai
Pangandaran di daerah Ciamis. Di Cipatujah ada beberapa penginapan
sederhana, losmen, dan rumah penduduk yg suka disewakan, ada beberapa
rumah makan yang menyediakan makanan ikan segar dari hasil tangkapan
para nelayan.
Namun ada satu yang khas sebenarnya, Adalah Sate Mata Lembu. Mata lembu
merupakan sejenis keong laut yang hidup diantara batu karang. Penduduk
disana banyak yang berusaha dengan cara mencari mata lembu di sepanjag
pantai Cipatujah dan Sindangkerta. Harganya lumayan bernilai ekonomis,
karena masih terbilang langka dan susah mendapatkannya.
Tapi bagi orang yang sudah tahu khasiat Mata Lembu dan kelezatan masakan
Sate atau Tumisnya, maka anda pasti akan mencarinya. Karena ternyata
Sate Mata Lembu ini menurut penduduk sana memiliki khasiat yang bagus
buat penambah vitalitas atau kejantanan pria. Anda cukup merogoh kantong
Rp. 20.000 -30.000 untuk satu porsi sebanyak 10 tusuk sate Mata Lembu
tersebut, murah bukan?
Hanya saja, memang tidak mudah untuk mencarinya sendiri atau membeli ke
tempat pelelangan ikan. Kita harus memesan sebelumnya pada penduduk sana
pada siang harinya, jika kita ingin menyantapnya di malam hari. Dan
penduduk itu akan menghubungi beberapa penduduk yang biasa mencari mata
lembu tersebut.
Jadi, Selain menikmati eksotisnya pemandangan Pantai Cipatujah, Nikmatilah sensasi asyik dan “greng” dari Sate Mata Lembunya.
Menjadi “Doktor”, Meja Kerjaku Adalah Springbedku
Ini pengalaman masalaluku saat merasakan tugas pertama kali
dipemerintahan. Kala itu Aku mendapatkan penugasan di suatu daerah
perbatasan kabupaten, boleh dibilang ujung pelosok daerah, yang jarak
tempuhnya sangat jauh dari tempat tinggalku, sekitar 40 km lebih, jika
menuju ke sana harus melewati jalan rusak berkelok, naik turun, sebagian
beraspal seulas, selebihnya berbatu, selain itu pula harus melalui
bentangan hutan pinus yang panjang. Ada banyak jurang di kanan kiri
jalan. Jika hujan deras turun, maka kita harus ekstra hati-hati, karena
jalanan menjadi licin oleh air bercampur tanah merah dari perbukitan
diatasnya. Untuk sampai ke kantorku, setidaknya melewati dua jembatan
sisa peninggalan zaman perang, dengan alas kayu gunung sebagai
penyangganya.
Awalnya aku melewati hari-hari pekerjaanku dengan tiap hari pergi pulang
naik kendaraan motor, dengan durasi waktu perjalanan sekitar 1,5 jam,
sekali-kali naik kendaraan umum, naik turun sebanyak 4 kali, dan
angkutan terakhirnya ke lokasi naik bak terbuka, duduk pada sanggaan
mobil di kiri kanannya, bersama orang-orang yang pulang belanja barang
dagangan warungan, dari pasar tempat mobil bak merangkap angkutan itu
mangkal. Maka tak heran, jika naik angkutan bak itu, disekitar kita ada
kambing, ikatan petai, jengkol, salak, sayuran, ikan asin, dan makanan
jajanan anak. Hmmm..segala bau-bauan ada, bercampur farfum murah dari
bajuku yang ku beli dari kios minyak wangi di pinggir jalan.
Lama kelamaan aku berasa capek juga, jika berangkat kerja harus setiap
hari pulang pergi. Akhirnya aku berfikir untuk mencoba cara lain. Suatu
hari aku nggak pulang ke rumah, aku nyoba tidur di kantor. Awalnya kaget
dan serem. Karena kantorku berada di daerah pegunungan, yang meski di
sekitar kantorku terang dengan sinar cahaya lampu, namun di sekitarnya
banyak titik-titik kegelapan, suara-suara binatang malam yang membentuk
orkestra mistis. Satu-satunya teman yang menemaniku adalah Komputer,
sementara Mang Asep penjaga kantor kadang keluar masuk, nengok anak
istrinya dirumah dan hewan peliharaannya yang berjarak sekitar 500 meter
dari kantor.
Di Kantorku tak ada kasur empuk, yang ada hanya meja-meja kerja dari
para karyawan sekitar 6 buah. termasuk di dalamnya mejaku. Oleh
karenanya jika malam sudah larut, dalam cuaca dingin pegunungan, aku
paling menggabungkan dua meja sebagai alas tidurku. Ya meja itu menjadi
kasur terempukku jika aku menjadi “Doktor” alias mondok di Kantor,
dengan tas ranselku sebagai bantalnya.
Akhirnya, karena jika moment-moment tertentu aku harus dinas malam hari,
mengunjungi kegiatan-kegiatan masyarakat, maka mau tak mau aku jadi
setiap hari tidur di kantor. pulang jam 12 sampai jam 1 malam. selain
itu pula semakin banyak teman dari warga di sekitar kantor atau pelosok
yang ingin menemani aku jadi “doktor”. maka jadilah Meja kerjaku, yang
jika siang aku pakai untuk menulis dan membereskan berbagai laporan,
berkas bertumpuk, maka kalau malam semuanya bersih masuk laci. karena
berfungsi sebagai springbed empuk yang membuat tidurku lelap.
Tak ada istilah susah tidur, walau meja kerja kayu tersebut secara fisik
keras, tapi pikiran dan hatilah yang membuat jiwa nyaman dalam
berkompromi dengan mata. Jika fisik lelah saat siang bekerja, maka mata
tak banyak bertanya pada pikiran. Tak butuh waktu lama, tak peduli di
luar raungan truk pengangkut kayu-kayu hutan tak berhenti bersuara, tak
peduli teman yang lain berjaga di depan gerbang, menunggu lemparan 10
hingga 20 ribunya. tahu-tahu adzan subuh sudah berkumandang.
Selama setahun itu, Aku benar-benar merasakan betapa nikmatnya jadi
“Doktor”, selalu mondok di Kantor, dengan ditemani meja kerjaku, yang
tentunya terbebas dari permainan dibawah meja, apalagi permainan di atas
meja yang hari ini sudah menjadi penyakit umum yang katanya era
reformasi. Karena prinsipku apa yang bisa dipermudah kenapa dipersulit,
apa yang bisa dipercepat kenapa harus diperlambat, Apa yang bisa
dipermurah kenapa harus dibuat mahal. Sebuah prinsip yang begitu berat
tantangannya, karena lingkungan kerjaku terbiasa dengan budaya
sebaliknya. Oleh karenanya, apa yang ku lihat, ku dengar, ku rasakan
telah mempengaruhi perjalanan hidupku, sehingga aku harus mengambil
keputusan. Yang menurut banyak orang dianggap “gila”. Tapi Memori
tentang meja kerjaku telah menambah file-file indah perjalanan hidupku.
Kultur Hybrid DPR Dan Upaya Mengatur Wartawan
DPR dan Wartawan itu sama-sama merupakan pilar demokrasi. Yang satu
menjadi wakilnya rakyat, dipilih oleh rakyat, yang satunya lagi berperan
sebagai mata, telinga dan corong rakyat. Dua-duanya memiliki tugas
mulia. DPR dengan segala fasilitasnya yang disediakan dari uang rakyat,
bagaimana menjalankan peran sebagai wakil rakyat dengan cara mengatur
peran “Legislasi, Budgetig, dan Kontroling” terhadap tugas
kenegaraannya, mengatur bangsa dan negara ini. Sementara wartawan dengan
tanpa dibiayai uang rakyat menjadi “Anjing Penggonggong” jika apa yang
dilakukan mereka yang menggunakan uang rakyat itu tak melakukan tugasnya
dengan baik, tak mencerminkan kehendak dan keinginan rakyat yang
diwakilinya.
Hal-hal yang positif yang dilakukan oleh mereka para wakil rakyat perlu
diketahui oleh rakyat, disana peran wartawan hadir. Pun Jika hal-hal
negatif yang dilakukan oleh para wakil rakyat, wartawan menjalankan
tugasnya untuk memberitahu rakyat, bahwa ternyata wakilnya itu lebih
mementingkan gedung mewah tempanya bekerja, lebih membela kursi empuknya
untuk duduk mengantuk dan bermain gadget dalam ademnya AC ruangan,
lebih memilih jalan-jalannya ke luar negeri atas nama studi banding,
lebih memilih jadi broker proyek anggaran negara untuk mendapatkan suap
dan fee nya, dan wartawan harus menjadi suara rakyat yang berteriak
sekeras-kerasnya agar mereka sadar diri bahwa segala apa yang Anggota
DPR lakukan itu harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat
menyangkut aspirasi dan realitas kehidupan rakyatnya.
Jangan sampai ada gap yang teramat jauh antara Rakyat dengan wakilnya
dalam hal kesejahteraan dan kenyamanannya hidup dan tinggal di negeri
kaya raya bernama Indonesia. Dan sekali lagi pihak yang akan mampu
menghilangkan gap itu adalah wartawan. Wakil rakyat harus berada dalam
seminim-minimnya jarak dengan rakyatnya, apa yag dilakukan, dibicarakan,
bahkan kalo perlu nafas yang dihembuskannya pun rakyat harus tahu.
Lalu pada sisi mana pembenarannya jika faktanya seperti diatas, DPR mau
mengatur peran dan fungsi wartawan dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya yang notabene juga mewakili suara rakyat? Koq saya
melihatnya hanya bagian dari keinginan DPR untuk tidak mau di awasi oleh
rakyat melalui wartawan. Lalu oleh siapa mereka harus diawasi? Rakyat
sudah jelas lemah dan dilemahkan. Mereka para wakil rakyat jika bertugas
dengan baik dan amanah, serta berbuat sebaik-baiknya demi rakyat, pasti
butuh kanal untuk menyampaikannya kepada publik. Rakyat akan senang
tentunya, dan mereka juga akan mendapatkan simpaty kembali dari rakyat
pemilih dalam pemilu legislatif berikutnya.
Akan halnya mereka yang culas dan curang dalam menjalankan amanahnya
sebagai wakil rakyat, yang tak memiliki kapasitas, kapabelitas dan
integritas sebagai anggota DPR, yang hanya memikirkan hedonisme diri,
setoran partai dan kepentingan kelompoknya semata, maka meskipun mereka
tak ingin dan tak happy di sorot oleh wartawan, tapi kewajiban
wartawanlah untuk memberitahu rakyat dan masyarakat Indonesia tentang
karakter dan kelakuan wakilnya agar mereka tak terus menerus ber”onani”
dengan predikat “yang terhormat” nya tersebut, dan kedepan rakyat akan
menghukum dengan tidak memilihnya kembali.
Kultur Hybrid Anggota DPR yang ambigu, antara kebutuhan ekspresi tugas
kenegaraannya, popularitas yang linier dengan tingkat elektabilitas
kedepannya, ternyata menyisakan “paranoidisme” pada sisi yang lainnya,
jika berhadapan dengan wartawan. Oleh karenanya, mereka sepertinya
berharap bahwa wartawan itu hanya berperan sebagai “Anjing Penjaga” saja
yang cukup diberi tulang dia nurut sama tuannya. Yang dituntut hanya
karya jurnalistik “positif-positif saja” padahal tuannya kalangan
wartawan adalah Rakyat juga, dan faktanya dalam bacaan kalangan
wartawan, kinerja dan kelakuan DPR banyak juga yang
“negatif-negatifnya”. Pada titik inilah Rakyat harus tahu.
Jadi Apa pentingnya mengatur tugas wartawan di rumah rakyat? Jangan karena ketakutan, karena buruk muka, malah cermin dibelah.
Kiarajangkung, Kampung Milyarder WC Umum
Nama Kiarajangkung mungkin terdengar asing bagi para Kompasioners.
Kiarajangkung memang hanyalah nama sebuah Kampung sekaligus Desa yang
berada di Wilayah Kecamatan Sukahening, daerah pinggir Kabupaten
Tasikmalaya. Letak sekitar 5 KM dari Jalan nasional pada titik
Kecamatan Rajapolah yang berada pada kontur datar, menanjak dalam kontur
ketinggian sekitar 45 derajat, tepat berada di kaki alur pegunungan
Gunung Galunggung dan Cibodas Garut. Bahkan boleh di bilang
Kiarajangkung ini merupakan daerah Puncaknya. Anda akan merasakan udara
nan segar, cuaca dingin yang sangat dan berkabut, terlebih jika
sebelumnya diawali oleh hujan. Selain itu pula, jika berada dalam titik
puncak ketinggian, Anda juga akan menyaksikan view hamparan sawah nan
hijau, berjejarnya bukit-bukit, dan pemandangan indahnya Gunung Syawal
Ciamis.
Ada yang istimewa dari Kiarajangkung ini. Meskipun letaknya berada di
pelosok, tapi disana terdapat rumah-rumah seperti di daerah Pondok Indah
Jakarta. Atau seperti dalam sinetron-sinetron di televisi swasta maupun
film India. Megah dan terlihat wah. Mereka bukan rumah pejabat, bukan
pula pengusaha yang bergerak dalam proyek-proyek besar pemerintah. Tapi
mereka adalah para pengusaha “WC Umum” yang sukses. Bahkan secara
berkelakar, mereka adalah para Milyarder dari hasil “kencing dan Buang
air besar” masyarakat Indonesia.
Ya, mereka telah melebarkan sayap usaha WC Umumnya ke sebagian besar
wilayah Indonesia, terutama memang di Pulau Jawa. Lokasi usaha mereka
terletak di sekitar Terminal, pasar, dan titik-titik keramaian publik
lainnya. Dengan konsep usaha kontrak dengan pengelola fasilitas umum
tersebut sebagai refresentasi pemerintah daerahnya. Biasanya kontrak
dalam jangka waktu yang panjang. Boleh dibilang, Pengusaha Kiarajangkung
sudah merajai usaha bisnis dalam hal pengelolaan investasi WC Umum.
Dengan nilai investasi yang sudah milyaran rupiah, menyerap tenaga kerja
ratusan orang, dan mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi
masyarakat Kiarajangkung dan sekitarnya.
Sistem usaha yang dijalankan oleh Pengusaha WC umum ini alurnya sebagai
berikut: Mereka berinvestasi dengan membangun fasilitas WC umum pada
titik keramaian yang menurut analisa feasibilitas dan kalkulasi bisnis
memungkinkan, mereka akan mengurus izin dan kerjasama dengan
pemerintahan daerah setempat. Dalam pengelolaannya, biasanya ditempatkan
dua orang penunggu WC Umum dengan jam kerja 12 jam dengan sistem shift.
Dan pekerjanya itu pun aplusan. Sebulan di Lokasi, sebulan di kampung.
Dan para penunggu WC Umum ini rata-rata memiliki tingkat kehidupan
ekonomi yang baik di kampungnya.
Ternyata, dengan tarif sekali masuk WC Umum Rp. 1000, mereka mampu
menggerakan ekonomi daerah (baca Kiarajangkung) dengan luar biasa.
Masyarakat Kiarajangkung sudah seperti masyarakat metropolis, jangan
heran, meskipun jalan kecamatan yang dilaluinya rusaknya minta ampun,
namun mobil-mobil yang masuk kualifikasi mewah menjadi pemandangan biasa
dari dan menuju Kiarajangkung. Disamping fakta sebagaimana diawal
disebutkan, rumah-rumah mereka para pengusahanya mewah, para pekerja
yang menunggu WC Umumnya juga bagus-bagus, tingkat pendidikan
anak-anaknya tinggi, dan yang paling menonjol jiwa guyub sauyunan dan
sosialnya juga tinggi.
Mereka membuat yayasan sosial, rutin menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
amal bagi masyarakat yang masih belum beruntung, seperti beasiswa yatim
piatu, santunan jompo dan membantu ketersediaan sarana pendidikan
keagamaan, sarana ibadah dan lain sebagainya.
Diantara pioneer usaha WC Umum ini adalah Alm H Nurjaman. Beliau sosok
yang memulai dari nol usaha urusan ‘buang air ” ini. hingga kini
mencapai ratusan titik di pulau Jawa. Usahanya tersebut diteruskan oleh
sang anak H. Nur Alam. Selain itu ada juga H. Cecep serta beberapa nama
lain yang kini sudah menjadi Milyarder WC Umum. Saya termasuk orang
yang Alhamdulillah berkesempatan mengenal secara baik dengan mereka. Dan
cerita tentang perjalanan hidup mereka sungguh memberi pembelajaran
tersendiri bagi saya. Tentu kini mereka juga melebarkan sayap dalam
usaha agrobisnis, pertanian dll.
Itulah, Kiarajangkung, Kampung Milyarder WC Umum.
Membaca “Nyanyian” Pendukung Anas Urbaningrum
Ibu Ismiati Saidi adalah salah satu mantan ketua DPC Partai Demokrat
yang sore tadi muncul dalam dialog di TV One. Terlepas dari pro kontra
seputar gaya pemberitaan dan siapa dibelakang TV One secara politik,
saya berpendapat bahwa TV One berhasil menyajuguhkan “Nyanyian” merdu
mereka yang menjadi pendukung Anas Urbaningrum dalam Pemilihan Ketua
Umum Partai Demokrat saat Kongres di Bandung.
Perempuan berkerudung dengan gayanya yang khas dan polos, terlihat
seperti bukan politisi yang pintar berkelit dan mengolah bahasa
sebagaimana umumnya kalangan politisi, Saya seperti melihat seorang
perempuan pedagang di pasar yang jujur dan tanpa beban, saya beberapa
kali dibuat tersenyum lucu, saat Bu Ismiati ini menjelaskan proses
penerimaan uang dari tim suksesnya Anas Urbaningrum.Salah satunya saat
menjelaskan seputar proses awal sosialisasi kandidat di daerahnya, yang
menurut Ibu Ismiati ketiganya datang dalam waktu yang berbeda, dan
ketiganya memberi uang transport. ” Kenapa Ibu memilih Anas Urbaningrum
saat kongres lalu?” tanya host TV itu. ” Kan uang dari calon lain diluar
pa Anas lebih kecil..” Ungkapnya dengan tertawa. Terus terang saya ikut
tertawa ngakak.
Sama seperti teman sejawatnya mantan Ketua DPC dari Manado, dan katanya
beberapa DPC lainnya di tingkat Kota/Kabupaten, kesediaan mereka
dilatarbelakangi suara hati nurani yang tanpa paksaan dan pesanan dari
siapapun dan pihak manapun. Karena mereka merasa sebagai manusia yang
beragama, beriman/percaya. Dengan kalimat dan bahasa yang berbeda mereka
mengungkapkan keprihatinannya terhadap apa yang menimpa demokrat dan
juga M Nazarudin yang menurut mereka justru mengungkapkan hal yang
benar, sepanjang menyangkut masalah gelontoran uang yang dialirkan pada
Kongres Partai Demokrat.
Hanya bedanya beberapa orang yang berani bersuara rata-rata sudah tidak
lagi menjabat sebagai ketua DPC atau menjadi anggota legislatif Partai
Demokrat, sementara para Ketua DPC lainnya bersedia membuka semua hal
menyangkut politik uang dalam kongres itu kalau dilakukan dalam
mekanisme internal partai. Mungkin maksudnya mereka akan berani membuka
kalau dimintai penjelasan oleh Dewan Kehormatan atau apalah, yang
penting internal partai.
Apa yang di “Nyanyikan” para pelaku sejarah peristiwa pembagian uang
dalam arena kongres Demokrat tersebut tentu semakin membuat posisi
partai demokrat, terutama kubu Anas Urbaningrum terpojok. Karena semakin
membuka kotak pandora aliran uang yang diduga (sebagaimana pengakuan M
Nazarudin) berasal dari PT DGI yang notabene tersangkut perkara suap
dalam proyek pembangunan wisma atlet.
Jika kita membaca secara sederhana “Nyanyian” para pendukung Anas
Urbaningrum tersebut, maka sebenarnya sangatlah terang benderang alur
ceritanya. Kira-kira begini :
” Demi memuluskan keinginannya untuk menjadi Ketua Umum Partai
Demokrat, Anas dan Tim suksesnya mulai konsolidasi dan sosialisasi ke
daerah-daerah. Mengumpulkan DPC-DPC tiap propinsi, menyampaikan
maksudnya untuk maju sebagai Kandidat Ketum, melobi mereka agar pada
waktunya mereka memilih bung Anas Urbaningrum. Pulang kedaerahnya
masing-masing diberi uang, entah untuk akomodasi, transport atau apapun.
Saat waktunya mereka terbang dan menginjakan kaki di Jakarta, mereka
juga di “karantina”, dikumpulkan, diberi lagi uang untuk bekal ke
Bandung, bahkan berangkat ke Bandungnya pun bersama. Saat di Bandung pun
mereka dikawal dan “diamankan” dihotel, diberi uang lagi sama Black
Bery. Pesannya tetap, Agar Ketua DPC memilih Anas Urbaningrum. Saat
selesai kongres, dan Anas pun menang, mereka dikumpulkan lagi, diberi
uang lagi, untuk transport pulang kembali ke daerahnya masing-masing.
Hingga Total setiap DPC memperoleh 100 Juta.
Nah yang menjadi persoalan dan membuat ribut jagat perpolitikan adalah,
tertangkap tangannya kasus suap Pembangunan Wisma Atlit Jakabaring
palembang yang melibatkan sesmenpora Wafid Muharam dan operator lapangan
PT DGI yaitu Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis yang menyeret
Petinggi Demokrat di dalamnya yaitu mantan Bendahara Umumnya M
Nazarudin, Andi Malarangeng, Mirwan Amir dan Angelina Sondakh.
“Nyanyian” M Nazarudin bahwa uang suap dari PT DGI itu mengalir ke arena
Kongres Partai Demokrat yang disinyalir digunakan sebagai biaya
pemenangan pencalonan Anas Urbaningrum.
Alurnya sangat simple sebenarnya, sumber uangnya sudah diketahui dan
sedang diselidiki oleh KPK, sebagian penerimanya sudah mulai ”
bernyanyi”, mengakui bahwa ada pemberian uang yang jumlahnya mencapai
100 Jt per DPC. Persoalan semua proses dan alur bagaimana pencairan uang
dari sumber pertama, baik yang menyangkut “Apel Malang”, “apel
Washington”, “Ketua Besar”, “Bos Besar”, hingga semua pengakuan para
saksi di persidangan, pengingkaran Angelina Sondakh dan lain-lainnya,
itu hanya tergantung bagaimana penyidik KPK mampu membuktikannya menjadi
sebuah BAP yang layak dibawa ke persidangan, serta disana dapat
terungkap fakta-faktanya secara terang benderang. Yang salah dihukum,
yang tidak bersalah ya dibebaskan. Gitu aja koq Repot!!
Lucunya Gaya dan Bahasa Komunikasi Soetan Batoegana
Diantara elit Partai Demokrat yang sering muncul di Televisi salah
satunya adalah Soetan Batoegana. Soetan yang menjabat Ketua DPP Partai
berlambang mercy ini termasuk sosok yang selalu siap menghadapi tawaran
dialog dari TV manapun yang membicarakan seputar kegaduhan di partainya.
Dia termasuk bagian dari bemper pertahanan komunikasi yang dimiliki
Demokrat dalam menghadapi serangan-serangan yang mendera partai ini
selama 8 bulan terakhir, selain tentu saja Bung Ruhut Sitompul, Benny
Kabur Harman, Ahmad Mubarok, Andi Nurpati dan Ketua Umumnya Anas
Urbaningrum sendiri. Semuanya memiliki kekhasan dalam gaya dan bahasa
komunikasinya. Dan Soetan Batoegana ini menurut saya termasuk orang yang
memiliki gaya dan bahasa komunikasi yang khas, yaitu “Lucu”.
Coba anda perhatikan apabila Soetan sedang berdialog dengan pengamat
politik, atau sedang diwawancarai oleh wartawan televisi, anda pasti
akan tersenyum sendiri. Entah karena melihat tampilan bulat wajahnya,
bening kepalanya, atau melotot matanya, hingga ungkapan kata “Barang”
terhadap seseorang. Saya terus terang menulis ini karena terinspirasi
saat menonton berita di salah satu televisi swasta, saat Soetan dimintai
komentar seputar dipindahkannya Angelina Sondakh dari Komisi IX ke
Komisi III yang menuai reaksi negatif.
Bung Soetan mengeluarkan ungkapan kurang lebih seperti ini ” Begini,
barusan saya sudah bilang sama pa Jafar sebagai ketua Fraksi, bahwa
dipindahkannya Anggi ke Komisi III jika menimbulkan hal-hal yang kurang
baik, ya di pindahkan saja lagi ini barang, kita taruh di Komisi X saja,
biar ini Barang tenang, karena disana dia akan mengurus bidang agama“.
Begitulah kira-kira substansi pembicaraannya, karena saya tak sempat
menulis lengkap kalimatnya. Tapi kurang lebih seperti itulah Bung Soetan
berkomentar.
Saya terus terang saat itu tertawa agak keras dan lama, hingga
dikomentari sang istri disamping. Sudah beberapa kali saya mendengar,
Soetan Batoegana menyebut kata “barang” terhadap seseorang. Dulu saat
mengomentari Nazarudin juga sama. Mengungkapkan kalimat dengan kata
“Barang” nya sendiri sangat khas. Saya nggak tahu apakah Bung Soetan ini
tadinya tukang jual beli barang lektronik, barang mebeulair, atau apa.
Tapi sungguh hal itu menjadi bagian kekhasan pola komunikasi yang
dimiliki oleh seorang Soetan Batoegana.
Dalam teori komunikasi, Tujuan utama komunikasi adalah bagaimana agar
pesan yang disampaikan oleh communicator sampai dengan baik pada
communican. Apa yang dilakukan oleh Soetan Batoegana lumayan berhasil,
gesture tubuh dan wajah, Gaya bicara, gaya bahasa, alur analisa
penyampaian Bung Soetan ini lumayan mampu mengimbangi serangan-serangan
pertanyaan host maupun pendapat para pengamat, terlepas apakah hal itu
dapat diterima atau tidak oleh masyarakat penonton TV. Bahkan tambahan
saya, pada diri Bung Soetan ini adalah kelucuannya. Silahkan Anda
menilai sendiri bagian mana titik kelucuannya tersebut.
Sebagai sebuah partai yang hari ini menjadi partai penguasa, meskipun
didera berbagai kasus korupsi para kadernya, Demokrat memang memerlukan
sosok kader yang mampu jadi corong komunikasi yang akan jadi penyeimbang
berkelebatnya pesan komunikasi dari berbagai pihak. dari lawan politik,
Pengamat hingga media. Terlepas dari pro kontra bagaimana tampilan
Soetan Batoegana dalam ILC di TV One tempo hari, maka menurut saya ” Ini
barang bermanfaat bagi Partai Demokrat..!”
Gunung Galunggung dan Aroma Mistis Para Pupuhu Agung
Berita meningkatnya status Gunung
Galunggung dari normal (level 1) menjadi waspada (level 2) cukup membuat
masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya terjaga.
Bahwa Gunung yang sudah lebih dari 30 Tahun tertidur dengan lelapnya,
kini mulai bangun dan mulai menunjukan aktifitas vulkaniknya sebagai
Gunung berapi yang masih aktif. Terjadi berbagai fenomena yang membuat
instansi terkait dalam hal ini Pusat Mitigasi Bencana Geologi
meningkatkan statusnya.
Diantara fenomena yang muncul sebagai
pertanda terjadinya aktifitas vulkanik Gunung Galunggung tersebut
adalah, Pertama, Suhu air danau kawah naik menjadi 40 derajat celcius
dari sebelumnya diangka 27 derajat celcius. Kedua, terjadi perubahan
warna air dari yang sebelumnya normal bening biru, menjadi berwarna
kuning kecoklatan. Ketiga, muncul bualan atau gelembung-gelembung air.
Keempat, Ikan-ikan didanau terlihat mulai lemas, Kelima, terdeteksi
dengan jelas melalui alat yang ada di pusat pemantauan aktifitas gunung
galunggung adanya getaran vulkanik, sejak tanggal 1-31 Januari 2012
terjadi hingga 16 kali gempa, dan sejak tanggal 1-11 Februari 2012
tercatat 11 kali gempa vulkanik. yang Keenam, Bau belerang tidak
tercium. Itulah informasi sebagaimana disampaikan oleh Heri Supartono
petugas pos pengamatan Gunung Api Galunggung PVMBG.
Sebagaimana di ketahui, Gunung
Galunggung merupakan salah satu gunung berapi yang ada di wilayah
Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Letaknya berada di Kecamatan
Sukaratu. Gunung ini tercatat telah mengalami erupsi sebanyak empat
kali, yakni tahun 1882, 1894, 1918 dan terakhir kali erupsi pada Tanggal
5 April 1982 hingga 8 Januari 1983, yang berlangsung selama 9 bulan.
Erupsi waktu itu sampai menghasilkan tinggi kolom asap hitam pekat
hingga mencapai setinggi 10 km, selain itu pula telah membentuk danau
kawah di puncak dengan luas 1000 m dan kedalaman 11 m, dengan volume air
lebih dari 750 meter kubik.
Saya sendiri saat meletus tahun 1982
tersebut masih berumur 6 tahun, tapi masih dapat mengingat bagaimana
rumah saya yang berjarak sekitar 30 Km dari Gunung Galunggung, atap
rumah penuh dengan abu vulkaniknya. Bahkan katanya abu vulkanik Gunung
Galunggung ini sampai juga ke Jakarta bahkan Australia. erupsi tahun
1982 tersebut memang termasuk erupsi paling dahsyat dalam sejarah
meletusnya Gunung Galunggung, hingga tidaklah heran jika masyarakat di
sekitarnya baik yang berada di wilayah Kecamatan Sukaratu, Padakembang
dan Cisayong merasakan betul penderitaannya, hujan batu, longsoran
lahar, yang meluluhlantakan tempat tinggal mereka. Meskipun sesudahnya
mereka juga mendapatkan berkah dari pasir galunggung yang menjadi sumber
ekonomi kehidupan mereka. Karena pasir galunggung memiliki kualitas
baik, hingga pemasarannya mencapai Jakarta.
Namun ada beberapa cerita spiritual dan
mistis yang terjadi dalam peristiwa meletusnya Gunung Galunggung waktu
itu, salah satunya terdapat sebuah mesjid di daerah Kikisik Sukaratu,
yang luput dari ganasnya aliran lahar Gunung Galunggung. Jika hampir
semua rumah penduduk di daerah itu tersapu oleh alira lahar panas, maka
saat melewati mesjid itu, aliran lahar berbelok, tak menimpa bangunan
mesjid tersebut. Termasuk menurut kabar seorang sesepuh agama didalamnya
juga ikut selamat. Kabar itu cukup populer di kalangan masyarakat
Tasikmalaya.
Selain itu, Tahukah anda bahwa di
sekitar wilayah Gunung Galunggung itu ada sebuah tempat yang biasa
digunakan ritual tertentu oleh para pupuhu agung. Ada kabar bahwa
petinggi daerah disini menjadikan kekuatan spiritual dan mistis Gunung
Galunggung ini sebagai back up kekuatan dirinya dalam memimpin daerah.
Bahkan saya pernah kedatangan bapak angkat saya yang orang Jakarta,
beliau memiliki link dengan istana, saat mampir ke gubuk saya, beliau
pernah mengungkap bahwa Mantan Presiden Suharto hingga SBY pun pernah
melakukan ritual mistis di tempat tertentu di sekitar Gunung Galunggung.
Meskipun katanya kedatangannya amat sangat rahasia dan tak pernah
diketahui publik. Tapi sebagian kalangan militer di daerah ini ada yang
tahu, karena mereka ikut mengkondisikan.
Saya terus terang cukup terperangah
mendengar informasi tersebut, tapi terlepas benar atau tidaknya, sebagai
orang asli daerah Tasikmalaya, saya cukup mengerti dan memahami seputar
sisi spiritual dan mistis gunung galunggung ini, karena memang selalu
ada sisi seperti itu dalam setiap perbincangan di tingkat penduduk
sekitarnya. Bahkan salah satu penyebab bahwa katanya orang Tasik suka
disegani jika datang ke tempat-tempat perantauan, karena ada pesona
mistis kejawaraan Galunggung itu. Tapi entahlah.
Kalaupun hal itu benar ada, maka
terjaganya Gunung Galunggung dari tidur panjangnya ini, hendaknya
disikapi secara wajar dan proporsional. Mungkin memang begitulah siklus
alamiah yang namanya gunung berapi yang memang berstatus aktif. Namun
hendaknya hal itu juga menjadi dasar bagi kita selaku manusia beriman,
bahwa dengan semakin menunjukan geliatnya gunung2 berapi di Indonesia,
akan semakin menyadarkan hakikat kehidupan kita. Bahwa
alam menunjukan tanda-tanda, Apakah ini berhubungan pula dengan
peringatan Tuhan agar kita senantiasa eling lan waspada, agar kita tak
terus menerus dalam gelimang maksiat dan dosa, serta melupakan kodrat
penghambaan kita pada sang Khalik?
Karena dalam salah satu ayatnya Tuhan
berfirman “ Dan dari Onta bagaimana Ia diciptakan, bagaimana langit
ditinggikan, bagaimana Gunung-gunung ditancapkan, bagaimana Bumi
dihamparkan…Fadzakkir..!!”
Kecelakaan Angkutan dan Pungli 25 Trilyun
Rentetan kecelakaan angkutan terus terjadi. Diawal tahun 2012 ini lebih
dari 10 kejadian kecelakaan armada angkutan bus yang mengakibatkan
puluhan nyawa melayang, dan ratusan korban lainnya luka dan berbagai
kerugian materi lainnya. Amatlah miris dan membuat kita merinding,
disaat angkutan publik harus dituntut menjadi pilihan. Apa yang
sebenarnya terjadi, apakah faktor armada? human error? ataukah
kesemrawutan manajemen angkutan yang dilakukan oleh pemerintah,
berkaitan dengan sarana dan prasarana jalan dan berbagai atribut
keselamatan jalan lainnya, semisal kurangnya sarana atraffic light
dijalan, atau lemahnya pengawasan dalam hal pemeriksaan kelaikan
jalannya armada angkutan.
Berikut ini beberapa kejaduian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan
angkutan bus yang saya peroleh dari beberapa sumber (beritasatu.com dan
tempo.com):
Tanggal 1 Januari 2012, Enam orang tewas seketika dalam kecelekaan Bus
Sumber Kencono yang terguling akibat menghindari sepeda motor. Selain
korban tewas, kecelekaan yang terjadi di Jalan Raya madiun-Surabaya (KM
155-156), desa Jeruk Gulung, Kecamatan Balarejo ini mengakibatkan lima
penumpang luka berat dan 18 luka ringan.
Tanggal 9 Januari 2012, Lima orang tewas dan dua luka-luka setelah mobil
Carry dengan nomor polisi H 9488 WY bertabrakan dengan Bus Rajawali di
jalur Semarang-Bawen.
Tanggal 1 Februari lalu, bus Maju Jaya, Z 7761 A, masuk jurang di
bagian kiri turunan jalan tanjakan Cae, Kabupaten Sumedang. Sebelum
masuk ke jurang, bus sempat menabrak bagian belakang truk colt diesel E 8705 YA. Kecelakaan yang terjadi sekitar pukul 16.15 itu menewaskan 12 orang dan 31 mengalami luka-luka.
Tanggal 1 Februari 2012, Dua orang tewas dalam kecelakaan Bus Sumber
Kencono yang bertabrakan dengan Honda Accord bernopol AG 1663 L di
jembatan Glodok, Karangrejo, Magetan, Jawa Timur. Kecelakaan ini
membuat bus terpental ke kali Glodok setelah menabrak beton pengaman
jembatan.
Tanggal 9 Februari 2012, Bus Karunia Bhakti diduga rem blong sehingga
menghantam 12 kendaraan di depannya termasuk satu bus Doa Ibu. Sebanyak
14 orang meninggal dunia, 47 orang luka-luka, 10 diantaranya kritis.
Korban meninggal dievakuasi di RS Paru Cisarua dan korban luka selain
dirawat di RS Paru juga di rujuk ke RS Ciawi dan RS PMI Bogor.
Rentetan peristiwa kecelakaan armada angkutan tersebut tentu menimbulkan
berbagai pertanyaan, kesedihan dan kerugian material dan immaterial
yang luar biasa, terutama bagi masyarakat pengguna yang menjadi
korbannya. Diantara mereka mungkin ada yang kehilangan ayah ibunya,
saudaranya, suami atau istrinya, atau anak tersayangnya. Mungkin juga
aada diantara mereka yang menjadi cacat seumur hidup, dan lebih jauhnya
lagi tak mampu bekerja dan mencari nafkah untuk anak istri kedepannya.
Minimnya Pemeliharaan Armada dan Pungli 25 T
Ternyata, ada sesuatu dibalik fakta rentetan kejadian kecelakaan
tersebut, pengakuan hasil survei yang dilakukan Himpunan Pengusaha Muda
(HIPMI) reseach center yang menunjukan potret besarnya pungli yang harus
dikeluarkan para pengusaha angkuta. Besarnya sungguh pantastis, 25
Trilyun setahun. Angka itu menunjukan prosentase pengeluaran yang
rata-rata harus dikeluarkan oleh pengusaha angkutan tersebut sebesar 25
persen dari pendapatannya.
Tingginya angka Pungli ini disinyalir berpengaruh terhadap anggaran
perbaikan armada yang dimiliki pengusaha tersebut, selain itu pula
membuat para sopir dituntut untuk mengejar setoran yang tinggi guna
mengimbangi beban pengusaha tersebut. Oleh karenanya hal ini berdampak
pula pada tingkat kebugaran supir dalam membawa kendaraan, mereka
terpaksa kurang tidur, dan menjalankan kendaraan dalam keadaan lelah.
wow lengkaplah sudah..! Disatu sisi anggaran pemeliharaan armada tidak
dikeluarkan maksimal, maka jangan heran banyak rem yang blong, atau stir
bus yang patah, atau berbagai kendala teknis lainnya yang ikut berperan
mengakibatkan terjadinya kecelakaan angkutan di jalan raya. Ditambah
lagi beban fisik dan setoran sang sopir yang terpaksa dan dipaksa
membawa kendaraan yang tidak prima, dan tekanan storan yang besar,
sehingga itu tadi berpengaruh pada tingkat kehati-hatian sang sopir
dalam menjalankan kendaraannya.
Bayangkan..! pengusaha angkutan dipunguti secara liar setahun 25
trilyun. Informasi yang dihimpun dari penelitian HIPMI research centre
tersebut, Pungli itu rata-rata dilakukan oleh Dinas terkait, Aparat, dan
Ormas yang bergaya ala preman. Sungguh mengerikan!.
Pantas kiranya jika kondisi angkutan kita saat ini begitu carut marut.
Seakan tak pernah berhenti kecelakaan terjadi, baik di darat, laut dan
udara. Disinilah letak pangkal masalahnya. Terlalu banyaknya cost pungli
!. Saatnya hasil survei itu dijadikan bahan oleh pemerintah agar
menertibkan semuanya. Jangan sampai rakyat harus terus jadi korban,
hanya gara-gara praktik korupsi berlabel Pungli…!
Menjadi Pribadi yang Bermanfaat dengan Menulis
Saya pernah menerima kritik dan komplain dari seorang sahabat, bahwa
saya terlalu lebay dan bawel dengan banyak membuat status di Facebook.
Namun tak sedikit pula teman di FB yang mengapresiasi percikan pemikiran
dan perasaan yang saya tuangkan melalui media tersebut, minimal
mendapat jempol atau tanggapan yang ikut menambah mozaiknya. Meski dalam
bentuk tulisan pendek, hanya satu dua kalimat atau paragraf saja. Namun
saya menyadari bahwa terkadang status FB saya merupakan inti dari ide
yang muncuk di kepala atau refleksi pemikiran dan perasaan terhadap apa
yang dijalani, apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.
Seiring Perjalanan waktu, saya mulai berfikir untuk lebih mengeksplorasi
ide dan gagasan dari pertemuan dengan peristiwa dan bacaan apapun dari
realitas yang saya lihat, saya dengar dan saya rasakan tersebut. Saya
mulai berfikir untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan yang lebih
panjang. Perkenalan dengan Kompasiana di penghujung bulan Januari 2012
lalu menjadi momentum awal bagi saya untuk membuat sebuah kanal aliran
ide dan gagasan tersebut melalui tulisan.
Saya beruntung dapat membaca dan berteman dengan para penulis hebat di
Kompasiana, yang menjadikan Kanal Kompasiana sebagai ajang mengasah
kemampuan menulisnya, hingga mereka telah berhasil menjadi para penulis
best seller, seperti Bung Julianto Simanjuntak, Mba Ira Oemar, dan
banyak lagi. Di Kompasiana juga kita banyak menemukan berbagai gaya
penulisan dan dzauqul lughoh atau rasa bahasanya. Ada yang renyah, ada
pula yang rigid. Ada yang mengalir, detail dan runtut. adapula yang
provokatif dan tajam. Semuanya merupakan cermin besar yang dapat menjadi
batu asah untuk mempertajam pisau analisis tulisan, memperindah bentuk
dan tampilan tulisan dari ide dan gagasan kita, sehingga menjadi
tulisan yang melekat khas sebagai karakter dan gaya menulis kita.
Satu hal yang saya yakini kebenarannya, Bahwa kegiatan menulis ini
bermanfaat. Menulis merupakan bagian dari ikhtiar diri untuk ikut
memberi kemanfaatan bagi teman sejawat dan manusia pada umumnya.
Cita-cita tertinggi saya bukan ingin jadi Presiden atau pun pejabat
negara yang berlimpah fasilitas mewah. cita-cita saya hanya ingin
menjadi pribadi yang banyak memberi manfaat, yang memenuhi kualifikasi
sebagai bentuk amal shaleh saya, yang akan menjadi bekal hakiki saya
dalam kehidupan abadi kelak di alam pasca kematian. Dan menulis adalah
salah satu sub divisi proyek kehidupan amaliah tersebut.
Jika dalam dakwah selama ini hanya identik dengan Speech, Pidato dan
tabligh Akbar, apalagi disertai teriakan-teriakan agitasi dalam
kerumunan jama’ah. Maka sebenarnya dakwah itu ada medium lain. bahwa ada
tiga model dakwah yang dapat difungsikan sebagai pencerahan. Pertama,
Pencerahan melalui komunikasi verbal, dalam podium dan mimbar-mimbar.
Kedua, Pencerahan melalui tulisan, dalam berbagai medianya, baik media
cetak, buku, media sosial dan sejenisnya, dan Ketiga, Pencerahan
melalui Tindakan, Aksi nyata yang menunjukan sebuah contoh tindakan baik
yang bermanfaat bagi skala umum masyarakat.
Menulis adalah merekam sejarah. Menulis merupakan tindakan merangkai
mozaik berbagai fenomena dan berseliwerannya gagasan, upaya memotret
realitas sosial agar dapat disuguhkan dalam bentuk keadaban ilmu.
Menulis akan memberi warisan peradaban dalam skala waktu yang panjang.
Bukankah apapun yang kita ketahui hari ini berawal dari ketersediaan
tulisan mereka kalangan ilmuwan tercerahkan? Meskipun ditulis dalam
medium lembaran dedaunan, media kulit binatang , hingga pahatan
bebatuan.
Khairunnaas Anfa’uhum Linnaas. Sebaik-baik manusia adalah Dia yang
paling banyak memberi manfaat bagi manusia yang lainnya. Menjadi pribadi
yang banyak memberi manfaat bukan pekerjaan mudah, kebanyakan dari kita
cenderung selalu ingin merasakan manfaat dari orang lain. Patologi
pribadi manusia adalah syahwatnya yang selalu ingin diberi, ingin
dipenuhi segala kebutuhannya, selalu ingin orang lain yang memberi
sesuatu pada dirinya. Selalu menempatkan tangannya dibawah. Padahal,
menjadi pribadi yang bermanfaat, selalu ingin memberi manfaat, selalu
menempatkan tangannya diatas, Meupakan pribadi yang akan dan telah
dipilih Tuhan untuk menjadi pengelola kehidupan alam semesta raya ini.
Karena pribadi manusia yang seperti itulah yang akan mampu mengungkap
berbagai rahasia maha luasnya anugrah dan karunia Tuhan di alam ini.
Karena pribadi seperti itulah yang telah dibekali oleh Tuhan kekayaan
ilmu dan hikmah serta kreatifitas, sehingga tangan dan kakinya, hati dan
akalnya, akan menjadi lentera kehidupan bagi sesama.
Selamat menulis, dan Semoga terus dapat memberi manfaat.
Langganan:
Postingan (Atom)