Selasa, 28 Februari 2012

Kultur Hybrid DPR Dan Upaya Mengatur Wartawan

DPR dan Wartawan itu sama-sama merupakan pilar demokrasi. Yang satu menjadi wakilnya rakyat, dipilih oleh rakyat, yang satunya lagi berperan sebagai mata, telinga dan corong rakyat. Dua-duanya memiliki tugas mulia. DPR dengan segala fasilitasnya yang disediakan dari uang rakyat, bagaimana menjalankan peran sebagai wakil rakyat dengan cara mengatur peran “Legislasi, Budgetig, dan Kontroling” terhadap tugas kenegaraannya, mengatur bangsa dan negara ini. Sementara wartawan dengan tanpa dibiayai uang rakyat menjadi “Anjing Penggonggong” jika apa yang dilakukan mereka yang menggunakan uang rakyat itu tak melakukan tugasnya dengan baik, tak mencerminkan kehendak dan keinginan rakyat yang diwakilinya.
Hal-hal yang positif yang dilakukan oleh mereka para wakil rakyat perlu diketahui oleh rakyat, disana peran wartawan hadir. Pun Jika hal-hal negatif yang dilakukan oleh para wakil rakyat, wartawan menjalankan tugasnya untuk memberitahu rakyat,  bahwa ternyata wakilnya itu lebih mementingkan gedung mewah tempanya bekerja, lebih membela kursi empuknya untuk duduk mengantuk dan bermain gadget dalam ademnya AC ruangan, lebih memilih jalan-jalannya ke luar negeri atas nama studi banding, lebih memilih jadi broker proyek anggaran negara untuk mendapatkan suap dan fee nya, dan wartawan harus menjadi suara rakyat yang berteriak sekeras-kerasnya agar mereka sadar diri bahwa segala apa yang Anggota DPR lakukan itu harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat menyangkut aspirasi dan realitas kehidupan rakyatnya.
Jangan sampai ada gap yang teramat jauh antara Rakyat dengan wakilnya dalam hal kesejahteraan dan kenyamanannya hidup dan tinggal di negeri kaya raya bernama Indonesia. Dan sekali lagi pihak yang akan mampu menghilangkan gap itu adalah wartawan. Wakil rakyat harus berada dalam seminim-minimnya jarak dengan rakyatnya, apa yag dilakukan, dibicarakan, bahkan kalo perlu nafas yang dihembuskannya pun rakyat harus tahu.
Lalu pada sisi mana pembenarannya jika faktanya seperti diatas, DPR mau mengatur peran dan fungsi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang notabene juga mewakili suara rakyat? Koq saya melihatnya hanya bagian dari keinginan DPR untuk tidak mau di awasi oleh rakyat melalui wartawan. Lalu oleh siapa mereka harus diawasi? Rakyat sudah jelas lemah dan dilemahkan. Mereka para wakil rakyat jika bertugas dengan baik dan amanah, serta berbuat sebaik-baiknya demi rakyat, pasti butuh kanal untuk menyampaikannya kepada publik. Rakyat akan senang tentunya, dan  mereka juga akan mendapatkan simpaty kembali dari rakyat pemilih dalam pemilu legislatif berikutnya.
Akan halnya mereka yang culas dan curang dalam menjalankan amanahnya sebagai wakil rakyat, yang tak memiliki kapasitas, kapabelitas dan integritas sebagai anggota DPR, yang hanya memikirkan hedonisme diri, setoran partai dan kepentingan kelompoknya semata, maka meskipun mereka tak ingin dan tak happy di sorot oleh wartawan, tapi kewajiban wartawanlah untuk memberitahu rakyat dan masyarakat Indonesia tentang karakter dan kelakuan wakilnya agar mereka tak terus menerus ber”onani” dengan predikat “yang terhormat” nya tersebut, dan kedepan rakyat akan menghukum dengan tidak memilihnya kembali.
Kultur Hybrid Anggota DPR yang ambigu, antara kebutuhan ekspresi tugas kenegaraannya, popularitas yang linier dengan tingkat elektabilitas kedepannya, ternyata menyisakan “paranoidisme” pada sisi yang lainnya, jika berhadapan dengan wartawan. Oleh karenanya, mereka sepertinya berharap bahwa wartawan itu hanya berperan sebagai “Anjing Penjaga” saja yang cukup diberi tulang dia nurut sama tuannya. Yang dituntut hanya karya jurnalistik “positif-positif saja” padahal tuannya kalangan wartawan adalah Rakyat juga, dan faktanya dalam bacaan kalangan wartawan, kinerja dan kelakuan DPR banyak juga yang “negatif-negatifnya”. Pada titik inilah Rakyat harus tahu.
Jadi Apa pentingnya mengatur tugas wartawan di rumah rakyat? Jangan karena ketakutan, karena buruk muka, malah cermin dibelah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar