DPR dan Wartawan itu sama-sama merupakan pilar demokrasi. Yang satu
menjadi wakilnya rakyat, dipilih oleh rakyat, yang satunya lagi berperan
sebagai mata, telinga dan corong rakyat. Dua-duanya memiliki tugas
mulia. DPR dengan segala fasilitasnya yang disediakan dari uang rakyat,
bagaimana menjalankan peran sebagai wakil rakyat dengan cara mengatur
peran “Legislasi, Budgetig, dan Kontroling” terhadap tugas
kenegaraannya, mengatur bangsa dan negara ini. Sementara wartawan dengan
tanpa dibiayai uang rakyat menjadi “Anjing Penggonggong” jika apa yang
dilakukan mereka yang menggunakan uang rakyat itu tak melakukan tugasnya
dengan baik, tak mencerminkan kehendak dan keinginan rakyat yang
diwakilinya.
Hal-hal yang positif yang dilakukan oleh mereka para wakil rakyat perlu
diketahui oleh rakyat, disana peran wartawan hadir. Pun Jika hal-hal
negatif yang dilakukan oleh para wakil rakyat, wartawan menjalankan
tugasnya untuk memberitahu rakyat, bahwa ternyata wakilnya itu lebih
mementingkan gedung mewah tempanya bekerja, lebih membela kursi empuknya
untuk duduk mengantuk dan bermain gadget dalam ademnya AC ruangan,
lebih memilih jalan-jalannya ke luar negeri atas nama studi banding,
lebih memilih jadi broker proyek anggaran negara untuk mendapatkan suap
dan fee nya, dan wartawan harus menjadi suara rakyat yang berteriak
sekeras-kerasnya agar mereka sadar diri bahwa segala apa yang Anggota
DPR lakukan itu harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat
menyangkut aspirasi dan realitas kehidupan rakyatnya.
Jangan sampai ada gap yang teramat jauh antara Rakyat dengan wakilnya
dalam hal kesejahteraan dan kenyamanannya hidup dan tinggal di negeri
kaya raya bernama Indonesia. Dan sekali lagi pihak yang akan mampu
menghilangkan gap itu adalah wartawan. Wakil rakyat harus berada dalam
seminim-minimnya jarak dengan rakyatnya, apa yag dilakukan, dibicarakan,
bahkan kalo perlu nafas yang dihembuskannya pun rakyat harus tahu.
Lalu pada sisi mana pembenarannya jika faktanya seperti diatas, DPR mau
mengatur peran dan fungsi wartawan dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya yang notabene juga mewakili suara rakyat? Koq saya
melihatnya hanya bagian dari keinginan DPR untuk tidak mau di awasi oleh
rakyat melalui wartawan. Lalu oleh siapa mereka harus diawasi? Rakyat
sudah jelas lemah dan dilemahkan. Mereka para wakil rakyat jika bertugas
dengan baik dan amanah, serta berbuat sebaik-baiknya demi rakyat, pasti
butuh kanal untuk menyampaikannya kepada publik. Rakyat akan senang
tentunya, dan mereka juga akan mendapatkan simpaty kembali dari rakyat
pemilih dalam pemilu legislatif berikutnya.
Akan halnya mereka yang culas dan curang dalam menjalankan amanahnya
sebagai wakil rakyat, yang tak memiliki kapasitas, kapabelitas dan
integritas sebagai anggota DPR, yang hanya memikirkan hedonisme diri,
setoran partai dan kepentingan kelompoknya semata, maka meskipun mereka
tak ingin dan tak happy di sorot oleh wartawan, tapi kewajiban
wartawanlah untuk memberitahu rakyat dan masyarakat Indonesia tentang
karakter dan kelakuan wakilnya agar mereka tak terus menerus ber”onani”
dengan predikat “yang terhormat” nya tersebut, dan kedepan rakyat akan
menghukum dengan tidak memilihnya kembali.
Kultur Hybrid Anggota DPR yang ambigu, antara kebutuhan ekspresi tugas
kenegaraannya, popularitas yang linier dengan tingkat elektabilitas
kedepannya, ternyata menyisakan “paranoidisme” pada sisi yang lainnya,
jika berhadapan dengan wartawan. Oleh karenanya, mereka sepertinya
berharap bahwa wartawan itu hanya berperan sebagai “Anjing Penjaga” saja
yang cukup diberi tulang dia nurut sama tuannya. Yang dituntut hanya
karya jurnalistik “positif-positif saja” padahal tuannya kalangan
wartawan adalah Rakyat juga, dan faktanya dalam bacaan kalangan
wartawan, kinerja dan kelakuan DPR banyak juga yang
“negatif-negatifnya”. Pada titik inilah Rakyat harus tahu.
Jadi Apa pentingnya mengatur tugas wartawan di rumah rakyat? Jangan karena ketakutan, karena buruk muka, malah cermin dibelah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar