Ini pengalaman masalaluku saat merasakan tugas pertama kali
dipemerintahan. Kala itu Aku mendapatkan penugasan di suatu daerah
perbatasan kabupaten, boleh dibilang ujung pelosok daerah, yang jarak
tempuhnya sangat jauh dari tempat tinggalku, sekitar 40 km lebih, jika
menuju ke sana harus melewati jalan rusak berkelok, naik turun, sebagian
beraspal seulas, selebihnya berbatu, selain itu pula harus melalui
bentangan hutan pinus yang panjang. Ada banyak jurang di kanan kiri
jalan. Jika hujan deras turun, maka kita harus ekstra hati-hati, karena
jalanan menjadi licin oleh air bercampur tanah merah dari perbukitan
diatasnya. Untuk sampai ke kantorku, setidaknya melewati dua jembatan
sisa peninggalan zaman perang, dengan alas kayu gunung sebagai
penyangganya.
Awalnya aku melewati hari-hari pekerjaanku dengan tiap hari pergi pulang
naik kendaraan motor, dengan durasi waktu perjalanan sekitar 1,5 jam,
sekali-kali naik kendaraan umum, naik turun sebanyak 4 kali, dan
angkutan terakhirnya ke lokasi naik bak terbuka, duduk pada sanggaan
mobil di kiri kanannya, bersama orang-orang yang pulang belanja barang
dagangan warungan, dari pasar tempat mobil bak merangkap angkutan itu
mangkal. Maka tak heran, jika naik angkutan bak itu, disekitar kita ada
kambing, ikatan petai, jengkol, salak, sayuran, ikan asin, dan makanan
jajanan anak. Hmmm..segala bau-bauan ada, bercampur farfum murah dari
bajuku yang ku beli dari kios minyak wangi di pinggir jalan.
Lama kelamaan aku berasa capek juga, jika berangkat kerja harus setiap
hari pulang pergi. Akhirnya aku berfikir untuk mencoba cara lain. Suatu
hari aku nggak pulang ke rumah, aku nyoba tidur di kantor. Awalnya kaget
dan serem. Karena kantorku berada di daerah pegunungan, yang meski di
sekitar kantorku terang dengan sinar cahaya lampu, namun di sekitarnya
banyak titik-titik kegelapan, suara-suara binatang malam yang membentuk
orkestra mistis. Satu-satunya teman yang menemaniku adalah Komputer,
sementara Mang Asep penjaga kantor kadang keluar masuk, nengok anak
istrinya dirumah dan hewan peliharaannya yang berjarak sekitar 500 meter
dari kantor.
Di Kantorku tak ada kasur empuk, yang ada hanya meja-meja kerja dari
para karyawan sekitar 6 buah. termasuk di dalamnya mejaku. Oleh
karenanya jika malam sudah larut, dalam cuaca dingin pegunungan, aku
paling menggabungkan dua meja sebagai alas tidurku. Ya meja itu menjadi
kasur terempukku jika aku menjadi “Doktor” alias mondok di Kantor,
dengan tas ranselku sebagai bantalnya.
Akhirnya, karena jika moment-moment tertentu aku harus dinas malam hari,
mengunjungi kegiatan-kegiatan masyarakat, maka mau tak mau aku jadi
setiap hari tidur di kantor. pulang jam 12 sampai jam 1 malam. selain
itu pula semakin banyak teman dari warga di sekitar kantor atau pelosok
yang ingin menemani aku jadi “doktor”. maka jadilah Meja kerjaku, yang
jika siang aku pakai untuk menulis dan membereskan berbagai laporan,
berkas bertumpuk, maka kalau malam semuanya bersih masuk laci. karena
berfungsi sebagai springbed empuk yang membuat tidurku lelap.
Tak ada istilah susah tidur, walau meja kerja kayu tersebut secara fisik
keras, tapi pikiran dan hatilah yang membuat jiwa nyaman dalam
berkompromi dengan mata. Jika fisik lelah saat siang bekerja, maka mata
tak banyak bertanya pada pikiran. Tak butuh waktu lama, tak peduli di
luar raungan truk pengangkut kayu-kayu hutan tak berhenti bersuara, tak
peduli teman yang lain berjaga di depan gerbang, menunggu lemparan 10
hingga 20 ribunya. tahu-tahu adzan subuh sudah berkumandang.
Selama setahun itu, Aku benar-benar merasakan betapa nikmatnya jadi
“Doktor”, selalu mondok di Kantor, dengan ditemani meja kerjaku, yang
tentunya terbebas dari permainan dibawah meja, apalagi permainan di atas
meja yang hari ini sudah menjadi penyakit umum yang katanya era
reformasi. Karena prinsipku apa yang bisa dipermudah kenapa dipersulit,
apa yang bisa dipercepat kenapa harus diperlambat, Apa yang bisa
dipermurah kenapa harus dibuat mahal. Sebuah prinsip yang begitu berat
tantangannya, karena lingkungan kerjaku terbiasa dengan budaya
sebaliknya. Oleh karenanya, apa yang ku lihat, ku dengar, ku rasakan
telah mempengaruhi perjalanan hidupku, sehingga aku harus mengambil
keputusan. Yang menurut banyak orang dianggap “gila”. Tapi Memori
tentang meja kerjaku telah menambah file-file indah perjalanan hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar