Jika Malam minggu datang, sepanjang jalan Otista dan sekitarnya,
komplek ALun-Alun dan mesjid agung Tasikmalaya selalu dipenuhi berbagai
group tongkrongan berbagai jenis dan merk motor. Samping kiri kanan
jalan berjejer motor, sementara trotoarnya dipenuhi dengan para remaja
yang rata-rata usia sekolah, SMP dan mayoritas SMA, laki-laki perempuan
campur baur. Bahkan ada terselip juga anak-anak SD dengan tongkrongan
sepeda BMX nya. Jalur itu ramainya bukan main, karena disela-selanya
pedagang berbagai jajanan juga ikut mengadu peruntungan. Jika kita
membawa kendaraan roda 4 ke arah itu pasti merayap perlahan, karena
padatnya jalur jalan tersebut.
Saya sempat berfikir, gejala apa ini sebenarnya. Kota kecilku menjadi
tempat pajangan motor begini. Yang paling meresahkan adalah, bahwa jika
malam kian larut, group motor tersebut berkonvoi keliling kota. Mereka
meraung-raungkan suara bising knalpotnya yang sudah di variasi. Beberapa
tawuran antar gank motor maupun penyerangan gank motor terhadap
perkampungan warga kerap terjadi, dan sempat memakan korban jiwa dan
luka-luka. Aparat tinggal aparat, meski disiagakan pasukan dalmas di
dekat pos tugu Adipura, namun rentetan kejadian memilukan dan meresahkan
warga itu terus saja terjadi.
Inilah sepertinya gaya hidup remaja yang juga rata-rata anak sekolahan
zaman sekarang. Mereka, karena berbagai serbuan budaya modernisme,
tersedianya sokongan ekonomi keluarga, sementara perhatian keluarga yang
kurang karena kesibukan ibu bapaknya bekerja, ditambah lagi derasnya
perkembangan teknologi, karenanya mereka memiliki kesempatan untuk dapat
berkomunikasi dengan Handphone, internet, dan perangkat media sosial
lainnya. Mereka mudah berhimpun diri dalam sebuah ikatan kelompok,
saling mengidentifikasi diri, saling curhat dan mencari pelarian bersama
karena suasana broken home nya di keluarga.
Mereka senang bergerombol, mulai belajar merokok, berpakaian dan bergaya
rambut yang aneh-aneh, memakai tindik di telinga, hidung, bibir bahkan
lidah. Lebih jauhnya lagi mereka mulai coba-coba miras oplosan, narkoba,
seks bebas dll, Itulah gaya yang menurut mereka dianggap sebagai sebuah
model dan gaya hidup yang keren. Yang mencerminkan anak muda yang gaul
dan funky.
Gaya hidup nge-gank, nongkrong bergerombol, berkonvoi kendaraan dengan
raungan bising knalpot, seakan sudah menjadi trend umum di semua darah.
Baik Kota-kota besar maupun pinggirannya. Sangatlah jauh berbeda,
keadaan remaja kini dengan sepuluh tahun yang lalu misalnya, kalau dulu
mesjid dan tempat mengaji masih dipenuhi oleh para remaja, usia sekolah
SMP maupun SMA masih mau menuntut ilmu agama di malam hari, melalui
majlis taklim di pesnatren, madrasah atau mesjid di dekat tempat
tinggalnya. Kini perkembangan modernisme yang sedemikian pesat, derasnya
arus pengaruh budaya barat, bejibunnya pusat-pusat perbelanjaan, mall
dan supermarket, karaoke dan pusat keramaian publik lainnya, telah
menyihir mereka untuk lebih banyak di dunia arus budaya pop dibandingkan
melatih dan belajar diri dengan berbagai bekal keilmuan dan attitude
masa depan.
Pesatnya teknologi, telah membuat para remaja dan anak-anak sekolah kita
tercerabut dari dunia genuinitasnya sebagai anak bangsa. Facebook,
twitter, gameonline, tayangan di televisi telah menyihir mereka menjadi
anak muda dan remaja yang teralienasi dari keluhuran budaya orang
tuanya. Sekolah seakan hanya berperan mencerdaskan intelektualnya
semata, sementara moral, mental dan kecerdasan emosional serta
spiritualnya tak tersentuh dengan baik. Kita lebih bangga dengan teori
pengajaran dibanding dengan pendidikan. Mengajar membuat mereka pintar,
tapi mendidik membuat mereka benar.
Selain itu, orang tua juga berperan melahirkan situasa kegagapan budaya
seperti itu bagi anak-anak muda, mereka cenderung melupakan peran
mendidiknya sebagai seorang ibu ataupun ayah bagi anak-anaknya. Mereka
sekan berfikir bahwa tugas utamanya mencari nafkah, menyediakan
kebutuhan ekonomi bagi anak-anaknya. Sementara perannya dalam
berkomunikasi di rumah tidak mampu dilaksanakan secara maksimal. Mereka
susah berperan sebagai pendengar yang baik, dari keluh kesah dan curhat
anak-anaknya, mereka pembicara yang baik yang mengeluarkan banyak
perintah dan larangan bagi anak-anaknya. Tanpa sentuhan ketulusan cinta
dan kasih.
Anak Sekolah sekarang, gak gaul gak funky, gak nongkrong gak asyik, gak
bisingkan knalpot motor nggak keren. gak nyoba narkoba, ndeso, nggak
ngelakuin seks bebas, ketinggalan zaman. Apakah remaja tua kayak
kita-kita ini, dan para orang tuanya akan diam membisu sajja? SEPERTINYA
SEMUA KOMPONEN HARUS MELAKUKAN SESUATU. Pemerintah, aparat, orang tua,
tokoh agama, praktisi pendidikan, Tak bolah diam, sama sekali.!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar