Hari minggu 19 Februari 2012 kemarin, Tepat pukul
11.00 Handphone saya berbunyi. Seorang kawan mengirim SMS,
memberitahukan kabar duka, “Innalillahi Wainnaa Ilaihi Raaji’un,
Telah berpulang ke rahmatullah Bapak KH. Dudung Abdul Halim salah
seorang pimpinan pondok pesantren Cipasung Tasikmalaya“. Saya
tertegun barang sesaat. Sudah kesekian kalinya, kabar berpulangnya Ulama
besar, yang menjadi sesepuh di tempat bersemainya kader-kader penerus
sang Nabi, yaitu Pondok pesantren. Sebelumnya KH. Ilyas Ruhiyat, Mama
Oot Cikalong, Mama Maniis Gunungtanjung, Lalu KH Moh. Toha Cigalontang,
dan yang lainnya. Semuanya merupakan ulama-ulama sepuh yang dimiliki
oleh ummat Kabupaten Tasikmalaya khususnya, umumnya Jawa Barat dan
Indonesia.
Kita semua sangat mafhum, bahwa keberadaan para ulama di dunia ini,
dengan berbagai kapasitas keilmuan yang adiluhung, sikap wara dan
tawadlu nya, kesabaran mendidik ummat di lembaga pondok pesantren dan
dari majlis ke majlis, telah menjadi “paseuk” atau patok penguat
keberlangsungan kehidupan dunia ini. Berpulangnya para ulama pertanda
diangkatnya pula ilmu oleh Allah SWT. Dan jika merunut hadist Rasulullah
SAW, bahwa salah satu pertanda kiamat sudah dekat, adalah saat satu
demi satu Ulama yang menjadi pewaris nabi di panggil menghadapnya.
Sosok Ulama adalah sosok yang didalamnya menyatu antara kedalaman Ilmu
dan ketawadluan sikap. Ulama yang telah menyatu dengan ummat, pancaran
akhlak dan perilakunya menjadi cahaya yang menerangi kehidupan. Mereka
menyejukan, mendamaikan, dan menentramkan ummat. Keberadaannya menjadi
wakil sang Nabi yang mampu mengayomi dan membawa ummat dalam keadaan
hidup yang seimbang antara kehidupan duniawi dengan ukhrawi.
Memang menurut Imam Al-Ghozali, ulama itu terbagi dua. Ada ulama’ul
Akhirat dan Ada Ulama Suu’. Ulama’ul Akhirat benar-benar memegang
tanggungjawab diri sebagai pewaris perjuangan Nabi, yang membina,
mendidik dan membawa ummat pada jalan Islam yang lurus. Mereka tidak
kesengsem dengan perkara duniawi, tak terjebak dalam keributan perbedaan
paham dan kepentingan. Sementara Ulama Suu’ adalah ulama yang buruk,
yang suka menjual belikan ayat, yang jalan hidupnya selalu berhitung
karena kepentingan duniawi, terjebak oleh manisnya kekuasaan,
terperangkap oleh gebyarnya hingar bingar politik dan kemewahan dunia.
Senengnya memelihara perbedaan dan meributkannya, menyalahkan ulama yang
lain, gampang menyesatkan paham yang lain, menganggap dirinya paling
benar dan paling pertama mendapat tiket surga.
Tak banyak mereka yang tergolong ulama’ul akherat, karena mereka tak
suka menonjolkan diri, mereka khusyu menjalankan syari’at, tirakat
menggapai ma’rifat, hakikat dan mahabbah padaNya. Mereka sibuk mendidik
ummat, mengajarkan agama, dan ilmu-ilmu lainnya yang menjadi bekal
kehidupan ummat meraih kemaslahatan hidup di dunia dan kebahagiaan kelak
di akherat. Sementara ulama’ Suu’ sangat mudah terlihat, mereka
senengnya tampil, senengnya membanggakan diri, senengnya membesarkan
kelompoknya, senengnya bermewah-mewah. Anda juga pasti bisa
membedakannya. Dam jika lebih banyak tipikal ulama suu’ di dunia, maka
itu juga pertanda Kiamat sudah dekat.
Berpulangnya Alm. KH. Dudung Abdul Halim MA, bagi saya adalah
berpulangnya kembali sosok “Patok” dunia. yang akan semakin membuat
dunia ini limbung. Beliau sepanjang hidupnya benar-benar membawakan diri
sebagai sosok ulama santun yang istiqomah dengan jalan perjuangannya.
Tak menyenangi keributan, kegaduhan dan kehebohan. Bicaranya lembut dan
tenang, sama seperti Alm KH. Ilyas Ruhiyat mantan Ro’is ‘Am PBNU zaman
KH. Abdurrahman Wahid. Jama’ah Riyadloh dan pengajian rutinnya selalu
penuh dengan para ajengan dari berbagai pelosok.
Beliau tak pernah lelah berkeliling daerah, dari mimbar ke mimbar dengan
bahasanya yang menyejukan, bukan dengan gaya orator yang agitatif, dan
menyerang. Beliau selalu meneduhkan, menyegarkan jiwa para jama’ah dalam
menjalani kehidupan. Maka tak heran saat beliau pergi menghadapnya,
ummat berjejal di sekitar komplek pompes untuk melepas ke tempat
peristirahatannya terakhir dan berkirim do’a. Isak air mata selalu tak
dapat dibendung. Keharuan selalu membuncah. Rasa kehilangan yang teramat
mendalam.
Kini, Saat satu demi satu Ulama sepuh Alimul ‘Alamah, Ulama’ul Amiliin,
akan sangat terasa betapa limbungnya Dunia. Karena patok kekokohan dunia
semakin diambil oleh yang empunya Allah SWT. Ummat jadi kehilangan
induk nya, banyak terjebak pada sayap-sayap yang mengaku ulama, tapi tak
mencerminkan kesejatiannya. Ummat jadi tak lagi memiliki simpaty
karenanya. Ummat dan masyarakat seakan menempatkan mereka dalam menara
gading nan terasing, bahkan masyarakat berada dalam ketakutan, kebencian
dan keputus asaan. Mereka mencari jalannya sendiri. Tak lagi tersisa
rasa cinta, kagum dan khidmah pada Ulama, Kiai, Ustad atau ajengan.
Karena suasananya sudah sedemikian berjarak. Na’udzubillah.
Alm KH. Dudung Abdul Halim, Ulama santun dari Cipasung. Semoga Allah SWT
menempatkan Pangersa dalam seindah-indahnya tempat di sisiNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar