Selasa, 28 Februari 2012

Berpulangnya Ulama, Tanda Dekatnya Kiamat ? In Memoriam KH. Dudung Ulama Santun Dari Cipasung

Hari minggu 19 Februari 2012 kemarin, Tepat pukul 11.00 Handphone saya berbunyi. Seorang kawan  mengirim SMS, memberitahukan kabar duka, “Innalillahi Wainnaa Ilaihi Raaji’un, Telah berpulang ke rahmatullah Bapak KH. Dudung Abdul Halim salah seorang pimpinan pondok pesantren Cipasung Tasikmalaya“. Saya tertegun barang sesaat. Sudah kesekian kalinya, kabar berpulangnya Ulama besar, yang menjadi sesepuh di tempat bersemainya kader-kader penerus sang Nabi, yaitu Pondok pesantren. Sebelumnya KH. Ilyas Ruhiyat, Mama Oot Cikalong, Mama Maniis Gunungtanjung, Lalu KH Moh. Toha Cigalontang, dan yang lainnya. Semuanya merupakan ulama-ulama sepuh yang dimiliki oleh ummat Kabupaten Tasikmalaya khususnya, umumnya Jawa Barat dan Indonesia.
Kita semua sangat mafhum, bahwa keberadaan para ulama di dunia ini, dengan berbagai kapasitas keilmuan yang adiluhung, sikap wara dan tawadlu nya, kesabaran mendidik ummat di lembaga pondok pesantren dan dari majlis ke majlis, telah menjadi “paseuk” atau patok penguat keberlangsungan kehidupan dunia ini. Berpulangnya para ulama pertanda diangkatnya pula ilmu oleh Allah SWT. Dan jika merunut hadist Rasulullah SAW, bahwa salah satu pertanda kiamat sudah dekat, adalah saat satu  demi satu Ulama yang menjadi pewaris nabi di panggil menghadapnya.
Sosok Ulama adalah sosok yang didalamnya menyatu antara kedalaman Ilmu dan ketawadluan sikap. Ulama yang telah menyatu dengan ummat, pancaran akhlak dan perilakunya menjadi cahaya yang menerangi kehidupan. Mereka menyejukan, mendamaikan, dan menentramkan ummat. Keberadaannya menjadi wakil sang Nabi yang mampu mengayomi dan membawa ummat dalam keadaan hidup yang seimbang antara kehidupan duniawi dengan ukhrawi.
Memang menurut Imam Al-Ghozali, ulama itu terbagi dua. Ada ulama’ul Akhirat dan Ada Ulama Suu’. Ulama’ul Akhirat benar-benar memegang tanggungjawab diri sebagai pewaris perjuangan Nabi, yang membina, mendidik dan membawa ummat pada jalan Islam yang lurus. Mereka tidak kesengsem dengan perkara duniawi, tak terjebak dalam keributan perbedaan paham dan kepentingan. Sementara Ulama Suu’ adalah ulama yang buruk, yang suka menjual belikan ayat, yang jalan hidupnya selalu berhitung karena kepentingan duniawi, terjebak oleh manisnya kekuasaan, terperangkap oleh gebyarnya hingar bingar politik dan kemewahan dunia. Senengnya memelihara perbedaan dan meributkannya, menyalahkan ulama yang lain, gampang menyesatkan paham yang lain, menganggap dirinya paling benar dan paling pertama mendapat tiket surga.
Tak banyak mereka yang tergolong ulama’ul akherat, karena mereka tak suka menonjolkan diri, mereka khusyu menjalankan syari’at, tirakat menggapai ma’rifat, hakikat dan mahabbah padaNya. Mereka sibuk mendidik ummat, mengajarkan agama, dan ilmu-ilmu lainnya yang menjadi bekal kehidupan ummat meraih kemaslahatan hidup di dunia dan kebahagiaan kelak di akherat. Sementara ulama’ Suu’ sangat mudah terlihat, mereka senengnya tampil, senengnya membanggakan diri, senengnya membesarkan kelompoknya, senengnya bermewah-mewah. Anda juga pasti bisa membedakannya. Dam jika lebih banyak tipikal ulama suu’ di dunia, maka itu juga pertanda Kiamat sudah dekat.
Berpulangnya Alm. KH. Dudung Abdul Halim MA, bagi saya adalah berpulangnya kembali sosok “Patok” dunia. yang akan semakin membuat dunia ini limbung. Beliau sepanjang hidupnya benar-benar membawakan diri sebagai sosok ulama santun yang istiqomah dengan jalan perjuangannya. Tak menyenangi keributan, kegaduhan dan kehebohan. Bicaranya lembut dan tenang, sama seperti Alm KH. Ilyas Ruhiyat mantan Ro’is ‘Am PBNU zaman KH. Abdurrahman Wahid. Jama’ah Riyadloh dan pengajian rutinnya selalu penuh dengan para ajengan dari berbagai pelosok.
Beliau tak pernah lelah berkeliling daerah, dari mimbar ke mimbar dengan bahasanya yang menyejukan, bukan dengan gaya orator yang agitatif, dan menyerang. Beliau selalu meneduhkan, menyegarkan jiwa para jama’ah dalam menjalani kehidupan. Maka tak heran saat beliau pergi menghadapnya, ummat berjejal di sekitar komplek pompes untuk melepas ke tempat peristirahatannya terakhir  dan berkirim do’a. Isak air mata selalu tak dapat dibendung. Keharuan selalu membuncah. Rasa kehilangan yang teramat mendalam.
Kini, Saat satu demi satu Ulama sepuh Alimul ‘Alamah, Ulama’ul Amiliin, akan sangat terasa betapa limbungnya Dunia. Karena patok kekokohan dunia semakin diambil oleh yang empunya Allah SWT. Ummat jadi kehilangan induk nya, banyak terjebak pada sayap-sayap yang mengaku ulama, tapi tak mencerminkan kesejatiannya. Ummat jadi tak lagi memiliki simpaty karenanya. Ummat dan masyarakat seakan menempatkan mereka dalam menara gading nan terasing, bahkan masyarakat berada dalam ketakutan, kebencian dan keputus asaan.  Mereka mencari jalannya sendiri. Tak lagi tersisa rasa cinta, kagum dan khidmah pada Ulama, Kiai, Ustad atau ajengan. Karena suasananya sudah sedemikian berjarak. Na’udzubillah.
Alm KH. Dudung Abdul Halim, Ulama santun dari Cipasung. Semoga Allah SWT menempatkan Pangersa dalam seindah-indahnya tempat di sisiNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar