Ibu Ismiati Saidi adalah salah satu mantan ketua DPC Partai Demokrat
yang sore tadi muncul dalam dialog di TV One. Terlepas dari pro kontra
seputar gaya pemberitaan dan siapa dibelakang TV One secara politik,
saya berpendapat bahwa TV One berhasil menyajuguhkan “Nyanyian” merdu
mereka yang menjadi pendukung Anas Urbaningrum dalam Pemilihan Ketua
Umum Partai Demokrat saat Kongres di Bandung.
Perempuan berkerudung dengan gayanya yang khas dan polos, terlihat
seperti bukan politisi yang pintar berkelit dan mengolah bahasa
sebagaimana umumnya kalangan politisi, Saya seperti melihat seorang
perempuan pedagang di pasar yang jujur dan tanpa beban, saya beberapa
kali dibuat tersenyum lucu, saat Bu Ismiati ini menjelaskan proses
penerimaan uang dari tim suksesnya Anas Urbaningrum.Salah satunya saat
menjelaskan seputar proses awal sosialisasi kandidat di daerahnya, yang
menurut Ibu Ismiati ketiganya datang dalam waktu yang berbeda, dan
ketiganya memberi uang transport. ” Kenapa Ibu memilih Anas Urbaningrum
saat kongres lalu?” tanya host TV itu. ” Kan uang dari calon lain diluar
pa Anas lebih kecil..” Ungkapnya dengan tertawa. Terus terang saya ikut
tertawa ngakak.
Sama seperti teman sejawatnya mantan Ketua DPC dari Manado, dan katanya
beberapa DPC lainnya di tingkat Kota/Kabupaten, kesediaan mereka
dilatarbelakangi suara hati nurani yang tanpa paksaan dan pesanan dari
siapapun dan pihak manapun. Karena mereka merasa sebagai manusia yang
beragama, beriman/percaya. Dengan kalimat dan bahasa yang berbeda mereka
mengungkapkan keprihatinannya terhadap apa yang menimpa demokrat dan
juga M Nazarudin yang menurut mereka justru mengungkapkan hal yang
benar, sepanjang menyangkut masalah gelontoran uang yang dialirkan pada
Kongres Partai Demokrat.
Hanya bedanya beberapa orang yang berani bersuara rata-rata sudah tidak
lagi menjabat sebagai ketua DPC atau menjadi anggota legislatif Partai
Demokrat, sementara para Ketua DPC lainnya bersedia membuka semua hal
menyangkut politik uang dalam kongres itu kalau dilakukan dalam
mekanisme internal partai. Mungkin maksudnya mereka akan berani membuka
kalau dimintai penjelasan oleh Dewan Kehormatan atau apalah, yang
penting internal partai.
Apa yang di “Nyanyikan” para pelaku sejarah peristiwa pembagian uang
dalam arena kongres Demokrat tersebut tentu semakin membuat posisi
partai demokrat, terutama kubu Anas Urbaningrum terpojok. Karena semakin
membuka kotak pandora aliran uang yang diduga (sebagaimana pengakuan M
Nazarudin) berasal dari PT DGI yang notabene tersangkut perkara suap
dalam proyek pembangunan wisma atlet.
Jika kita membaca secara sederhana “Nyanyian” para pendukung Anas
Urbaningrum tersebut, maka sebenarnya sangatlah terang benderang alur
ceritanya. Kira-kira begini :
” Demi memuluskan keinginannya untuk menjadi Ketua Umum Partai
Demokrat, Anas dan Tim suksesnya mulai konsolidasi dan sosialisasi ke
daerah-daerah. Mengumpulkan DPC-DPC tiap propinsi, menyampaikan
maksudnya untuk maju sebagai Kandidat Ketum, melobi mereka agar pada
waktunya mereka memilih bung Anas Urbaningrum. Pulang kedaerahnya
masing-masing diberi uang, entah untuk akomodasi, transport atau apapun.
Saat waktunya mereka terbang dan menginjakan kaki di Jakarta, mereka
juga di “karantina”, dikumpulkan, diberi lagi uang untuk bekal ke
Bandung, bahkan berangkat ke Bandungnya pun bersama. Saat di Bandung pun
mereka dikawal dan “diamankan” dihotel, diberi uang lagi sama Black
Bery. Pesannya tetap, Agar Ketua DPC memilih Anas Urbaningrum. Saat
selesai kongres, dan Anas pun menang, mereka dikumpulkan lagi, diberi
uang lagi, untuk transport pulang kembali ke daerahnya masing-masing.
Hingga Total setiap DPC memperoleh 100 Juta.
Nah yang menjadi persoalan dan membuat ribut jagat perpolitikan adalah,
tertangkap tangannya kasus suap Pembangunan Wisma Atlit Jakabaring
palembang yang melibatkan sesmenpora Wafid Muharam dan operator lapangan
PT DGI yaitu Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis yang menyeret
Petinggi Demokrat di dalamnya yaitu mantan Bendahara Umumnya M
Nazarudin, Andi Malarangeng, Mirwan Amir dan Angelina Sondakh.
“Nyanyian” M Nazarudin bahwa uang suap dari PT DGI itu mengalir ke arena
Kongres Partai Demokrat yang disinyalir digunakan sebagai biaya
pemenangan pencalonan Anas Urbaningrum.
Alurnya sangat simple sebenarnya, sumber uangnya sudah diketahui dan
sedang diselidiki oleh KPK, sebagian penerimanya sudah mulai ”
bernyanyi”, mengakui bahwa ada pemberian uang yang jumlahnya mencapai
100 Jt per DPC. Persoalan semua proses dan alur bagaimana pencairan uang
dari sumber pertama, baik yang menyangkut “Apel Malang”, “apel
Washington”, “Ketua Besar”, “Bos Besar”, hingga semua pengakuan para
saksi di persidangan, pengingkaran Angelina Sondakh dan lain-lainnya,
itu hanya tergantung bagaimana penyidik KPK mampu membuktikannya menjadi
sebuah BAP yang layak dibawa ke persidangan, serta disana dapat
terungkap fakta-faktanya secara terang benderang. Yang salah dihukum,
yang tidak bersalah ya dibebaskan. Gitu aja koq Repot!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar