Siapa sih yang menyangka Partai Demokrat akan menjadi pemenang pemilu
dan memimpin pemerintahan hampir dua periode? Sebagaimana umumnya
partai baru, prakiraan dan analisa banyak pengamat pasti meleset dengan
kenyataan, jika menyangkut Partai Demokrat.
Bayangkan, pada awal kelahirannya Demokrat langsung bertengger dalam 3
besar partai peserta pemilu, pemilu 2009 lebih gila lagi, mampu
memenangkan pemilu dengan prosentase diatas 20 persen. Mengalahkan 2
parta besar dan mapan lainnya yang sudah berumur lebih dari 3 dasawarsa
yaitu Partai Golkar dan PDI-P.
Sebagai masyarakat yang sedikit mengerti persoalan politik, saya
mengamati di tingkat bawah. Sebenarnya di Tingkat Kabupaten/Kota, tidak
ada kader yang dianggap menonjol pada awal-awal berdirinya Partai
demokrat. Pun pada periode kedua. berbeda dengan partai-partai lainnya
yang kebanyakan berangkat dari kaderisasi yang jelas baik di partai
maupun di organisasi kepemudaan dan Ormas.
Makanya coba teliti lebih detail, kapasitas dan jam terbang politisi
demokrat yang jadi anggota DPRD di Kabupaten/Kota, rata-rata mereka
tergagap-gagap dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai anggota
dewan, termasuk apabila berkaitan dengan manuver politik menyangkut
Pilkada. Banyak Kabupaten/kota di Indonesia, meskipun anggota legislatif
Demokrat jumlahnya signifikan, tapi tak mampu memainkan peran dan
mengatur permainan. Mereka kebanyakan larut dalam ritme permainan
partai-partai lain.
Salah satu contoh, saya tak bermaksud meledek. Tapi ini kejadian
sebenarnya. Ada Seorang anggota DPRD dari Partai Demokrat saat
kedatangan masyarakat, dia berbicara dengan kepercayaan diri yang tinggi
” Gaji saya mah habis oleh konsekwen..!”
katanya. Mungkin kata yang dia maksud Konstituen. Semua orang tahu
bagaimana kualitas personal dia, Dan semua orang tak ada yang menyangka
dia akan jadi anggota DPRD. Namun dia bisa menang bukan karena orang
mencontreng nama dia, tapi lambang mercy partai demokrat yang ternyata
meledak.
Kasus tersebut terjadi hampir di berbagai dapil yang ada, bahkan mungkin
merata di banyak Kabupaten/Kota. Sehingga kesimpulannya. Kebesaran dan
kemenangan Partai Demokrat dalam jagat politik republik ini disebabkan
faktor utama pesona dan kharisma Susilo Bambang Yudhoyono selaku Pendiri
dan saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina. Rakyat sungguh
terpesona dengan kegagahannya, gaya bicaranya, kesantunannya,
kecerdasannya, dan tragedi sinetron seolah-olah terdzalimi oleh presiden
Megawati saat dia jadi Menkopolhukam. Saat SBY disebut oleh Taufik
Kiemas sebagai Jenderal kayak anak TK, dan surat pengunduran diri SBY di
kiwir-kiwir oleh Mbak Mega.
Kini, setelah hampir sepuluh tahun berkuasa, memimpin negara dengan
anggaran 1400 Trilyun, memegang kebijakan pemerintahan eksekutif plus
menguasai legislatif, demokrat mulai terkena virus kekuasaan,
sebagaimana Lord Acton pernah berkata ” Power tends to corrupt, absolute
power corrupt absollutely” bahwa kekuasaan itu cenderung pada praktek
Korup, dan Kekuasaan yang Absolut akan membawa pada korupsi yang
absolute pula.
Hawa kekuasaan yang menjalar di seluruh lini kekuasaan, membawa sebagian
kader demokrat untuk terjebak pada kekuasaan yang terjerembab pada
tindak pidana korupsi. Kasus megaskandal M Nazarudin di 4 departemen
yang mencapai angka 6,7 T, kasus suap Wisma Atlet yang melibatkan
beberapa elit demokrat semisal M. Nazarudin, Angelina Sondakh, Mirwan
Amir, Andi Malarangeng, dan berkelitkelindan dengan dugaan Money Politik
dalam Kongres Demokrat Di Bandung yang kini menyeret Ketua Umumnya Anas
Urbaningrum dalam pusaran kuat yang akan mengancam kedudukannya, serta
telah dan sedang terus merontokan citra partai Demokrat hingga tinggal
tersisa di angka 13,7 persen, sebagaimana hasil survei yang dilansir
oleh Lingkaran Survei Indonesia baru-baru ini.
Jika pusaran kasus korupsi yang melibatkan beberapa kader demokrat
terbuka seluas-luasnya, hingga sampai mengakibatkan sang ketua umum
menjadi pesakitan misalnya, dan persoalan money politik saat kongres
terbukti kenyataannya, maka habislah partai demokrat.
Pada Saat Presiden SBY habis masa jabatannya, kewibawaan dan pesonanya
dicoreng oleh ulah sebagian kadernya, maka mau tidak mau, sudah menjadi
hukum alam, masyarakat juga memiliki model hukumannya sendiri. Berlaku
prinsip reward and punishmen. Saat periode awal kepemimpinan SBY dan
demokrat dianggap baik oleh rakyat, rakyat memberi penghargaan dengan
memilihnya, jika kondisi seperti saat ini hingga pemilu mendatang, maka
punishmen atau hukuman dari rakyat akan berlaku. Rakyat akan
meninggalkan SBY dan Partai Demokrat.
Jadi saya kira, Demokrat tidak akan heboh lagi. Cukup sudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar