Presiden SBY sudah menyampaikan kabar saat dilangsungkannya Sidang
Kabinet Paripurna kemarin perihal rencana kenaikan harga BBM. Besaran
kenaikannya sekitar 500-1500 rupiah. Kebijakan ini dilakukan karena
harga minyak mentah dunia yang mencapai angka 130 dollar per barrel,
akibat dampak krisis di Suriah, Iran dan Timur Tengah pada umumnya serta
krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika. Dan faktor meroketnya
harga minyak dunia ini berakibat sangat memberatkan keuangan negara,
karena dengan sendirinya beban subsidi menjadi sangat besar, dan tentu
akan membuat postur APBN menjadi tidak sehat.
Menaikan harga BBM dipastikan bukanlah kebijakan yang populer secara
politik, dan itu disadari betul oleh pemerintah termasuk oleh Presiden
SBY, karena hal tersebut pasti akan menimbulkan penolakan serta
serangkaian aksi protes. Demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat
lainnya akan pecah di berbagai daerah. Namun jika hal itu sudah di
putuskan oleh pemerintah, rakyat hanya bisa pasrah. Menerima saja,
sambil memikirkan cara untuk bisa menambah pendapatan, demi menyesuaikan
diri dengan dampak ikutannya. Pengeluaran untuk resiko rumah tangga
pasti bertambah, karena harga-harga sembako tanpa dikomando pasti aka
ikut terkerek. Biaya transportasi pasti bertambah, karena ongkos
angkutan otomatis naik juga.
Jika tak mampu menambah penghasilan, maka bentuk penyesuaian dirinya
paling menurunkan kadar makanan yang kita makan. Apakah dengan
mengurangi porsi makan atau merubah menu. Jika biasanya kita makan
sehari 3 kali, maka jadi dua kali saja. Jika menu selama ini dengan
daging dan telur, maka cukup saja dengan tahu tempe tiap hari, Jika
selama ini pagi-pagi disuguhi susu hangat atau teh manis. Ya sekarang
cukup segelas teh hangat saja tanpa gula. Jika sebelumnya kalau sakit
bisa langsung ke dokter, ya sesudah kenaikan harga BBM cukup beli obat
di warung saja.
Kenaikan BBM dan Pemberian BLT
Sebagaimana biasa, bahwa jika pemerintah berencana menaikan harga BBM,
maka disiapkan pula skema penanggulangan dampak ikutannya, dan SBY juga
sudah menyampaikan bahwa, anggaran yang tadinya digunakan untuk subsidi
harga BBM, akan dialokasikan dalam bentuk pemberian Bantuan Langsung
Tunai (BLT) atau semisalnya. Hal ini untuk mengurangi dampak langsung
bagi masyarakat kecil di tingkat bawah. Maka show up kemiskinan pun akan
kembali dimulai. Rakyat akan kembali berbondong-bondong mengantri di
kantor pos dan kantor Kecamatan. Rakyat akan berpesta dengan angka 300
rb per bulan, akan terjadi lagi saling tegang diantara masyarakat,
akibat adanya yang diberi BLT dan yang tak mendapatkan.
Memang ada kriteria yang telah ditetapkan untuk menentukan siapa yang
layak menerima BLT, namun kenyataan di lapangan terdapat juga hal-hal
yang menimbulkan kerawanan sosial. Termasuk adanya permainan di tingkat
RT, seperti banyak yang memasukan sanak keluarga RT yang sebenarnya
tidak layak, tapi dimasukan oleh RT tersebut. Sementara warga yang
sebenarnya layak menerima, malah tak mendapatkannya.
Selain itu, pemberian BLT juga menimbulkan kelonggaran ikatan “keguyuban
dan gotong royong” warga, karena sering terjadi saat RT atau Kepala
Dusun mengumumkan gerakan gotong royong membersihkan jalan atau selokan,
banyak muncul komentar ” Suruh saja tuh warga yang dapat BLT..!”.
Pemberian BLT memang membantu menghilangkan rasa sakit untuk sesaat,
ibarat insulin. Rasa “sakit” yang diderita rakyat akibat naiknya harga
BBM, mencoba untuk dibiaskan, Padahal hal itu seakan menanamkan
benih-benih kangker ganas dalam budaya sosial ekonomi masyarakat
Indonesia. Masyarakat seakan di didik untuk berjiwa tangan dibawah,
senang diberi sesuatu yang instan dan pragmatis. Lebih senang di beri
ikan, daripada diberi pancing. Tapi mau gimana lagi, tokh pola
penanggulangan dampak kenaikan harga BBM itu dalam benak pemerintah
salah satunya dengan pemberian BLT.
Pemberian BLT dan Upaya Recovery Demokrat?
Lalu, apakah pemberian BLT ini akan memberi dampak secara politis bagi
Partai Demokrat sebagai the ruling party saat ini? Diakui atau tidak,
bahwa kemunculan Demokrat, serta pergerakan dramatisnya pada pemilu 2009
sehingga berhasil menjadi pemenang, adalah tak dapat dilepaskan dari
politik charity model BLT ini. Kombinasi pencitraan sosok SBY yang
begitu gagah dan santun, dan terkesan di dzalimi oleh Megawati. Pada
periode pertama Kepemimpinan SBY yaitu tahun 2004-2009, gerakan
pemberian “IKAN” ini dilakukan secara massif dan effektif. Jualan
pencitraan di media televisi dan surat kabar seputar klaim keberhasilan
pembangunan ekonomi, dan sentuhan BLT dan sejenisnya, berhasil “membeli”
rakyat di tingkat bawah. Sehingga meskipun secara faktual mesin partai
Demokrat tak kelihatan, bahkan mungkin tidak ada, namun ternyata secara
dramatis demokrat berhasil memenangkan pemilu baik legislatif maupun
pilpres.
Kini setelah kondisi partai demokrat sedang meluncur ke level bawah,
karena perilaku beberapa elitnya yang terindikasi tersangku dalam
berbagai kasus korupsi dengan kualifikasi megaskandal. Bahkan beberapa
petingginya sudah berstatus tersangka, yaitu mantan Bendahara Umumnya M.
Nazarudin, dan Waseksen yang mantan puteri Indonesia Anggelina Sondakh
dalam kasus suap pembangunan wisma atlet. sementara status tersangka
mereka dikaitkan pula dengan dugaan keterlibatan peran Ketum Demokrat
Anas Urbaningrum dalam hal penggelontoran dana suap proyek tersebut yang
digunakan untuk pensuksesan AU dalam Kongres Partai Demokrat di
Bandung.
Hasil survei dari berbagai lembaga penelitian sudah menunjukan
prosentase kehilangan suara partai Demokrat sekitar 7 persen. Posisinya
kini di rebut oleh Partai Golkar dan PDIP di urutan pertama dan kedua,
sementara Demokrat melorot ke posisi ketiga. bahkan jika pemberitaan
kasus-kasus korupsi yang melanda Demokrat terus diangkat oleh media
cetak maupun elektronok serta media sosial lainnya, maka tak mustahil
Demokrat akan habis dan tamat.
Oleh karena itulah, bagi saya kenaikan harga BBM itu disamping memang
memiliki alasan-alasan yang rasional secara ekonomi, namun juga akan
berdampak pula secara politik. SBY mungkin sudah kadong tidak populer
dengan kondisi partai yang di binanya, Tapi SBY memiliki keyakinan
bahwa Rakyat Indonesia mudah lupa. meskipun harga BBM naik, harga-harga
kebutuhan dasar lainnya ikut naik, ongkos angkutan naik, segalanya akan
ikut naik, meskipun Demokrat sedang didera persoalan korupsi, namun
dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) semuanya akan gone with the
wind…rakyat Indonesia akan melupakannya.
Masyarakat Indonesia akan mengingat charity 300 ribu nya, apalagi jika
program BLT ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, 1 tahun
kedepan misalnya, maka memori dan perhatian rakyat akan tertuju pada
kalimat ” Saya akan menerima uang 300 ribu sebulan, tanpa harus bekerja, dan itu karena kebaikan SBY“.
Saya meyakini, bahwa saat kenaikan harga BBM diumumkan, saat program
kompensasinya digulirkan, media televisi, dan koran akan dibombardir
dengan iklan dari SBY. Karena hanya SBY yang mampu menaikan Partai
Demokrat dalam singgasana pemenang pemilu. Sesudah berakhir pesona SBY,
maka berakhirlah Demokrat.
Nggak percaya? Mari sama-sama kita buktikan..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar