"If a problem doesn't kill you, it will make you stronger." Seorang
kawan mengeluh, "Pak, saya kok sering kena masalah ya? Padahal saya ini
sudah rajin berdoa, selalu positive thinking, tidak pernah bikin susah
orang lain, suka menolong orang lain, jujur dalam bekerja, dan nggak
neko-neko. Kenapa ya Pak? Apa masalah saya? Saya sudah bosan kena
masalah terus."
"Wah, selamat ya," balas saya. "Lho, bagaimana sih Pak
Adi ini. Saya punya banyak masalah kok malah diberi selamat. Senang ya
Pak kalau lihat orang susah?" kawan saya balik bertanya dan agak
jengkel. "Sabar...sabar. .. bukan begitu maksud saya. Jangan
tersinggung dong," jawab saya cepat sambil berusaha menenangkan kawan
saya ini.
Nah, pembaca, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan
hasil obrolan saya dan kawan saya. Masalah. Setiap orang pasti punya
masalah. Setiap hari kita pasti berhadapan dengan masalah. Kita berusan
dengan masalah. Kita mendapat masalah. Kita membuat masalah. Kita bahkan
bisa jadi sumber masalah. Masalah terbesar adalah kalau kita tidak tahu
bahwa masalah kita adalah kita merasa tidak punya masalah. Pembaca,
waktu Anda mengalami masalah, bagaimana reaksi Anda? Apakah Anda marah?
Jengkel? Sakit hati? Frustrasi? Takut? Menyalahkan diri sendiri? Atau
Anda cenderung untuk menyalahkan orang lain?
Anda mungkin
bertanya-tanya mengapa saya menggunakan judul "Bersahabat Dengan
Masalah". Apa nggak salah, nih? Kita kok diminta bersahabat dengan
masalah? Benar. "Masalah" sebenarnya adalah hal yang sangat positif.
Mari kita bahas terlebih dahulu makna di balik kata "masalah". Masalah,
yang dalam bahasa Inggris adalah "problem", ternyata mempunyai akar kata
yang maknanya sangat berbeda dengan yang kita pahami selama ini. Akar
kata "problem" berasal dari bahasa Yunani, proballein, yang bila
ditelusuri lebih jauh mengandung makna yang sangat positif. Pro berarti
forward atau maju. Sedangkan ballein berarti to drive atau to throw.
Jadi, problem berarti bergerak maju.
Problem berarti kesempatan untuk
maju dan berkembang. Sewaktu pertama kali mengetahui bahwa akar kata
problem, proballein, artinya bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan
perasaan kaget dan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Coba
kita renungkan bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simtom yang
menunjukkan adanya suatu penyebab atau akar masalah. Justru dengan
seringnya seseorang mendapat "masalah", bila orang ini cukup bijak dan
jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan bisa lebih maju.
Lha, kok bisa begini? Pernahkah Anda, atau mungkin orang yang Anda
kenal, mendapat atau mengalami masalah? Jawabannya, "Sudah tentu
pernah."
Pertanyaan saya selanjutnya, "Apakah masalah yang dialami Anda
mirip dengan masalah sebelumnya?" Jika kita mau bersikap jujur dan
jeli dalam mengamati maka seringkali masalah yang kita alami sifatnya
"mengulang" masalah sebelumnya. Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk
masalahnya bisa berbeda namun polanya sama. Satu contoh. Ada seorang
wanita yang putus dengan pacarnya. Ia marah, kecewa, sakit hati, dendam,
dan bersumpah akan mencari pasangan yang jauh lebih baik. Namun
kenyataannya? Ia mendapatkan pacar baru yang mempunyai karakter yang
serupa dengan mantan pacarnya. Ada lagi seorang pengusaha besar, kawan
saya, berulang kali kena tipu. Sekali kena tipu jumlahnya nggak
main-main. Bukan puluhan juta tapi ratusan juta. Dan ini terjadi
berulang kali. Seorang kawan yang lain seringkali ribut dengan istrinya
hanya karena hal-hal sepele. Misalnya hanya karena si istri memencet
pasta gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, ia marah besar.
Sebaliknya si istri walaupun telah diberitahu suaminya tetap mengulangi
pola perilaku yang sama. Masalah yang kita hadapi sebenarnya
menunjukkan "level" kita. Siapa diri kita sebanding dengan masalah yang
kita hadapi. Bukankah ada tertulis bahwa Tuhan tidak akan membiarkan
kita dicobai melampaui kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap
masalah pasti ada jalan keluarnya?
Masalah atau problem sebenarnya guru
sejati yang seringkali kita abaikan. Kebanyakan orang mengalami masalah
yang serupa atau berulang karena mereka tidak belajar dari masalah yang
pernah mereka alami. Ibarat anak sekolah bila kita tidak naik kelas,
karena nilai ujian kita jelek, maka kita akan mengulang di level atau
kelas yang sama. Tidak mungkin guru akan menaikkan kita ke kelas
berikutnya. Mengapa? Lha, soal ujian di level ini saja kita nggak lulus
apalagi kalau diberi soal ujian level di atasnya. Kita harus mengulang,
tidak naik kelas, dengan harapan kita akan belajar, meningkatkan diri,
dan akhirnya mampu mengerjakan soal ujian dengan benar. Dengan demikian
kita "lulus" ke kelas berikutnya.
Saat tidak naik kelas, bukannya
belajar dari "masalah" ini, banyak yang malah membuat masalah baru
dengan menjadi marah, frustrasi, dan menyalahkan guru atau sekolah. Anda
pernah bertemu dengan orang seperti ini? "Ah, itu kan anak sekolah.
Memang harusnya begitu," ujar kawan saya. Lho, kita ini kan juga anak
sekolah. Kita sekolah di Sekolah Kehidupan. Kehidupan adalah tempat kita
belajar. Untuk maju kita harus menjadi pembelajar seumur hidup atau
life long learner. Ada yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru
yang paling baik. Saya kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya
pengalaman adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain.
Jadi,
kita belajar dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah
dan mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk kemajuan
hidup kita. Lha, lebih baik mana, Anda kena tipu Rp 1 miliar atau Anda
belajar dari pengalaman orang lain yang tertipu Rp 1 miliar dan Anda
gunakan pengetahuan ini untuk melindungi diri Anda agar tidak mengalami
masalah yang sama? Pengalaman adalah guru yang terbaik bila kita dapat
memetik pelajaran berharga dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang
mengalami "pengalaman" hanya sekadar mengalami. Mereka tidak memetik
pelajaran atau manfaat apa pun dari pengalaman (baca: masalah) mereka.
OK. Sekarang sudah jelas bahwa kita bisa belajar dari masalah. Tapi
bagaimana caranya? Ada empat langkah mujarab untuk mengatasi setiap
masalah dalam hidup: 1. Mengakui adanya masalah 2. Setiap masalah pasti
ada sumber atau akar masalahnya 3. Bila akar masalah ditemukan maka
masalah dapat dipecahkan 4. Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
Contoh konkritnya?
Mari kita analisis kasus yang dialami kawan saya.
Itu lho, yang bolak-balik kena tipu ratusan juta rupiah. Langkah
pertama adalah mengakui atau menerima bahwa ia punya masalah. Ia harus
berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal ini. Masalahnya adalah
ia berkali-kali kena tipu. Banyak orang yang bila mendapat masalah,
hanya bisa berdoa, pasrah, nrimo, dan berkata bahwa masalah mereka
adalah bentuk cobaan dari Tuhan. Mereka meyakini bahwa masalah yang
mereka alami, karena merupakan cobaan dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang
harus mengubah keadaan ini. Saya tidak setuju dengan pandangan ini.
Bukankah ada tertulis bahwa Allah tidak akan membantu mengubah nasib
umat-Nya apabila umat-Nya tidak bersedia mengubah nasib mereka sendiri.
Langkah kedua adalah memahami bahwa masalah (simtom) yang ia alami
pasti ada sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan terletak
di luar dirinya, misalnya ia tertipu karena kelihaian si penipu dalam
meyakinkan dirinya sehingga mau meminjami uang, tapi akar masalahnya
terletak di dalam dirinya. Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada
di dalam dirinya berhasil ditemukan, maka ia dapat mengatasi masalahnya.
Langkah keempat adalah memilih solusi terbaik yang akan digunakan
dalam mengatasi masalah. Setelah sukses melakukan empat langkah di atas
maka ia dapat memetik hikmah dari apa yang ia alami. Sekarang akan saya
uraikan langkah demi langkah yang dilakukan kawan saya.
Langkah 1.
Masalah: Saya tertipu ratusan juta berkali kali. Langkah 2. Saya
menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya. Langkah 3.
Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa saya adalah
kasirnya Tuhan. Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya
Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang
dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus
mempertanggungjawab kan uang ini setiap akhir tahun buku.
Hikmah yang
didapat dari masalah ini adalah bahwa apa yang ia alami dipengaruhi oleh
belief-nya. Setiap belief mengakibatkan konsekuensi tertentu. Cara
paling tepat untuk mengevaluasi apakah suatu belief bermanfaat atau
justru merugikan diri kita bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan
oleh belief-belief itu terhadap hidup kita. Selama seseorang masih
tetap memegang belief yang sama maka ia akan mendapat hasil yang sama.
Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat hasil yang berbeda dengan
belief yang sama.
Einstein menjelaskan dengan sangat tepat saat ia
berkata, "Insanity is doing the same thing over and over but expecting
different result."[awg] Sumber: Bersahabat Dengan Masalah oleh Adi W.
Gunawan. Adi W. Gunawan lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind
Navigator, adalah pakar pendidikan dan mind technology, pembicara
publik, dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam
dan luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar