Minggu, 29 Januari 2012

Kasus Tugu Tani, Memaafkan Memang Sulit, Tapi Mulia

Kasus Tugu Tani dengan Afriani Susanti sebagai aktor utamanya telah menyentuh amarah siapapun di republik ini. Dan itu manusiawi. Sembilan nyawa, kehilangan orang-orang tercinta. Penanggung hidup keluarga, serta mereka yang menjadi harapan masa depan keluarga, harus pulang menghadap-Nya, pada waktu yang menurut keinginan dan fikirannya belum saatnya.
Padahal hidup mati itu ibarat buah kelapa, yang tua dan yang muda kalau memang harus jatuh, ya jatuh. begitu pula kematian seseorang. Tak peduli apakah dia tua, muda, dewasa dan anak-anak, kalau memang sudah waktunya, ya manusia tak akan bisa berbuat apa-apa. Hanya mungkin cara bagaimana mereka orang-orang tercinta itu harus menghembuskan nafas terakhirnya yang bagi mereka yang ditinggalkan dan kehilangan tak mampu menerimanya.
Kini, Kenyataan buruk itu sudah terjadi, kekuasaan manusia manakah yang mampu menahan takdir dan kuasa Tuhan. Darah sudah berceceran dijalan, air mata tak lagi tersisa, Jiwa orang-orang tercinta itu juga sudah tenang di sisiNya, sang maha pencipta, pemilik sejati jiwa kita. Mungkin mereka sudah berada dalam ketenangan dan kenyamanan dalam keberlimpahan kasih sayang Allah SWT.
Lalu, Bagaimana halnya dengan sang pelaku, Afriani Susanti. Dia secara pribadi melalui keluarganya telah menyampaikan surat pernyataan yang mengungkapkan permohonan maaf yang ditujukan pada keluarga korban yang meninggal karena perbuatannya mengendarai kendaraan dalam keadaan pengaruh narkoba. Mungkin kita mengatakan, Minta maaf memang mudah. Banyak orang menyikapinya dengan bumbu amarah. Menurut saya, tanpa bermaksud mengecilkan kesedihan dan derita para korban, Jika kita sebagai orang yang menonton dan mengetahui semata, tak perlu mengotori kita dengan umpatan dan cacian, yang justru akan menjadikan kita dimata Tuhan berdosa.
Jika kita melihat dari sisi Bahasa Agama, Al-Ustadz Abu Muhammad Abdulmu’thi, Lc, dalam artikelnya Berjudul Memaafkan Kesalahan Dan Mengubur Dendam,  menyatakan Adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal ia mampu untuk membalasnya. Gangguan itu bermacam-macam bentuknya. Adakalanya berupa cercaan, pukulan, perampasan hak, dan semisalnya. Memang sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Dan dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Allah l berfirman:
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40)
Ayat ini menyebutkan bahwa tingkat pembalasan ada tiga:
  • Pertama: Adil, yaitu membalas kejelekan dengan kejelekan serupa, tanpa menambahi atau mengurangi. Misalnya jiwa dibalas dengan jiwa, anggota tubuh dengan anggota tubuh yang sepadan, dan harta diganti dengan yang sebanding.1
  • Kedua: Kemuliaan, yaitu memaafkan orang yang berbuat jelek kepadanya bila dirasa ada perbaikan bagi orang yang berbuat jelek. Ditekankan dalam pemaafan, adanya perbaikan dan membuahkan maslahat yang besar. Bila seorang tidak pantas untuk dimaafkan dan maslahat yang sesuai syariat menuntut untuk dihukum, maka dalam kondisi seperti ini tidak dianjurkan untuk dimaafkan.
  • Ketiga: Zalim yaitu berbuat jahat kepada orang dan membalas orang yang berbuat jahat dengan pembalasan yang melebihi kejahatannya. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 760, cet. Ar-Risalah
Dalam kasus Afriani ini, Pihak korban mau mengambil poin yang mana, Apakah Keadilan, Kemuliaan atau Kedzaliman? Lalu masyarakat, termasuk kita semua yang menjadi penonton dan penilai, mau mengambil sikap yang mana? Hanya saja jika mengacu pada Firman Tuhan diatas, Menahan amarah dan memaafkan merupakan kemuliaan yang balasannya hanya antara sang hamba dengan Tuhannya. Sementara, Hukum Dunia, Berapa tahun pun Afriani dkk dihukum, biarlah para aparat penegak hukum yang bertanggungjawab mengurusnya.
Kasus Tugu Tani, Nona Afriani, Memaafkan memang Sulit.!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar