Kehadiran
mantan Ketua Umum PBNU dua periode KH. Hasyim Muzadi di Kota
Tasikmalaya dalam rangka menghadiri sebuah acara dan memberikan ceramah
di Mesjid Agung, Kamis 19/1/2012 kemarin cukup memberikan pencerahan
bagi masyarakat Kota Tasikmalaya khususnya jama’ah Nahdlatul Ulama.
Dengan bernas Mbah Hasyim membedah seputar masalah Islam Rahmatan
Lil’alamiin dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia, sebuah tema khas yang menjadi trade mark NU. Jika orang
diluar NU membicarakan Islam itu penuh dengan slogan, jargon dan
teriakan, maka ulama dan kiai NU selalu dengan pespektif yang lain. Apa
sajakah pesan penting dengan kehadiran Mbah Hasyim ini bagi ummat Islam
dan NU pada khususnya serta masyarakat Kota Tasikmalaya, sayang rasanya
kalau tidak kita record dan sampaikan dalam bentuk analisis report lebih lanjut.
Pesan Islam Rahmatan Lil’Alamiin
Pesan
pertama yang penulis tangkap dari apa yang disampaikan oleh Mbah Hasyim
adalah pentingnya untuk terus menerus menjaga dan memelihara serta
membumikan Ajaran Islam Rahmatan Lil ‘Alamiin. Substansi ajaran Islam
sesuai dengan makna kata Islam itu sendiri adalah damai dan selamat.
Orang yang mengaku beragama Islam haruslah senantiasa menunjukan jiwanya
yang damai, damai dengan dirinya, damai dengan sesame ummat Islam dan
damai dengan sesame ummat manusia. Keadaan jiwanya yang damai tersebut
berasal dari makna islam itu sendiri yaitu menyerahkan sepenuhnya diri,
jasad dan pikirnya kepada dan dalam genggaman tangan Kuasa Tuhan. Bukan
berarti pasrah yang dimaknai tak berbuat apa-apa, tapi kepasrahan total
dalam bentuk keyakinan diri sebagaimana dalam setiap sholat kita baca “Inna Shalati wanusuki wamahyaya wa mamati lillaahi rabbil ‘alamiin,” sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata.
Manusia
yang mengaku Islam harus memiliki jiwa dan karakter pribadi yang
“pasrah”, damai dan mendamaikan, serta selamat dan menyelamatkan, bukan
karakter pribadi yang sombong, kasar, keras dan menyenangi kekerasan
serta keributan. Kebenaran yang bersumberkan dari ajaran utama Islam
adalah pesan kasih sayang bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamiin)
karena dalam diri Tuhan itu sendiri melekat asma Rahman dan Rahim yang
merangkum keseluruhan 99 asma nya Allah yang dikenal dengan al-asma’ul
khusna. Bagi kalangan Ulama dan Jama’ah NU, Ajaran Islam tersebut
terangkum dalam tiga hal yaitu Aqidah, Syari’at, Mu’amalah.
Dalam hal aqidah berpegang pada ajaran ahlussunah wal jama’ah dengan
mengikuti pemahaman Imam Asy’ari dan Imam Al-Maturidi. Sementara dalam
hal syari’at berpegang pada satu dari empat madzhab fiqh mu’tabarah
yaitu Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam syafi’ie, dan Imam Hambali.
Sedangkan untuk akhlaq tasawuf merujuk pada pemahaman ajaran sebagaimana
diajarkan oleh Syech Abdul Qadir Jaelani, Syech Junaed Al-Baghdadi
serta Imam Al-Ghazali. Kesemuanya merujuk pada sumber hukum pokok yaitu
Al-Qur’an, Sunnah/Hadist Rasul, Ijma dan Qiyas. Dengan itulah jama’ah NU
memahami dan menjalani dua relasi hubungan, yaitu hablum minallah, mengatur bagaimana relasi vertikalnya dengan Allah, dan Hablum Minannas mengatur bagaimana relasi secara horizontal dengan sesama manusia dan mahluk Tuhan lainnya.
Dalam
konteks mu’amalah inilah Mbah Hasyim Muzadi memberikan pencerahannya
bagi kita warga Kota Tasikmalaya dalam Tablig Akbar kemarin dengan Tema
“Mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamiin-Menolak Kekerasan’. Tentu dari
temanya saja kita sudah bisa menangkap angel yang menjadi
tujuan utama serta pesan inti dari Ceramahnya Mbah Hasyim tersebut,
yaitu bagaimana mewujudkan nilai-nilai Islam yang benar-benar menjadi
rahmat bagi seluruh alam dan menghindari setiap bentuk kekerasan. Hal
ini diimplementasikan dalam tiga konsep ukhuwah yang senantiasa harus
dijaga oleh ummat Islam di Indonesia. Yaitu ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathaniah, ukhuwah basyariah.
Dalam
ukhuwah Islamiah atau persaudaraan sesama ummat Islam, setiap ummat
Islam haruslah senantiasa menjaga persaudaraannya dengan sesama ummat
Islam lainnya. Jangan karena adanya perbedaan madzhab kalam, madzhab
fiqh, perbedaan sudut pandang atau tafsir terhadap ayat, memunculkan
pertentangan sengit yang saling meng kafirkan, saling memaksakan tafsir
kebenarannya sendiri. Seharusnya yang paling pokok adalah bagaimana kita
menjaga persaudaraan kita sebagai sesama muslim, dengan tidak saling
hujat, saling caci dan maki, apalagi mengancam keselamatan jiwa, harta
dan keluarganya. Dalam hal tafsir kebenaran, ada baiknya kita renungkan
ungkapan Imam Syafi’I yang mengatakan “Pendapat anda benar, tapi Mungkin saja mengandung kesalahan, Pendapat saya salah, tapi mungkin saja mengandung kebenaran”. Oleh
karenanya jangan sekali-kali meyakinkan diri bahwa pendapat kitalah
yang paling benar, karena hanya Milik Allah lah kebenaran sejati.
Sementara
itu ukhuwah wathaniyah mengatur persaudaraan kita sebagai muslim dan
sebagai warga bangsa Indonesia. Kita hidup bukan di dalam Negara agama,
kita hidup di dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila, didalamnya diakui keberadaan beberapa agama berikut
pengikutnya. NKRI menghormati kebebasan ummat beragama untuk menjalankan
ibadah sesuai dengan ajarannya masing-masing sebagaimana diatur dalam
konstitusi kenegaraan kita.
Pancasila
sebagai dasar Negara memang bukan ajaran Islam, Tapi ummat Islam
melalui tokoh-tokoh agamanya yang dulu termasuk founding fathers ikut
membidani Kelahiran Pancasila dan UUD’45. Pancasila menjadi produk
kesepakatan bersama para pendiri bangsa ini yang mampu mempersatukan
NKRI dalam bhineka tunggal ika. Dengan kenyataan inilah, dalam
kedudukannya sebagai warga Negara Indonesia tak ada istilah warga Negara
kelas satu atau kelas utama. Semua warga Negara sama kedudukannya
dimata hukum positif Negara, dari sinilah kita harus selalu menjaga dan
meningkatkan terus ukhuwah wathaniah atau persaudaraan sebagai sesama
warga bangsa, apapun agama, suku, bahasa dan budayanya.
Cerminan
Islam rahmatan lil alamin yang ketiga adalah menjaga ukhuwah basyariah,
persaudaraan sesama manusia. Hakikat paling dasar akan keberadaan ummat
manusia di muka bumi ini adalah semua ciptaanNya. Bukankah langit, bumi
beserta segala isinya baik manusia, hewan, tumbuhan dan merupakan
ciptaan Allah SWT? Sebagai manusia pun, bukankah semua manusia awal
penciptaannya dari satu orang Adam alaihissalam? Maka pada hakikatnya
tentu semua manusia, dibelahan bumi manapun dia hidup, sesungguhnya
mereka adalah saudara kita sesame manusia ciptaan Allah SWT. Oleh
karenanya jangan sampai antar sesama manusia kita saling mendzalimi,
saling merampas hak yang bukan sepatutnya, saling mengganggu keamanan,
dan keselamatan jiwanya. Al-Qur’an mengajarkan bahwa tidak layak satu
orang manusia membunuh satu nyawa manusia yang lain, karena hal itu
hakikatnya telah membunuh seluruh ummat manusia. Ini menunjukan betapa
Tuhan bertanggungjawab akan setiap ciptaannya, dan tak ada hak
sama-sekali sesame mahluk mengambil kehidupan atau nyawa mahluk yang
lain. Dari sinilah mengapa Islam disebut sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, Rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya rahmatan lil muslimin, ataupun rahmatan lil Arabiyyin, maupun rahmatan lil Indonesiyyin. Tapi Islam rahmat untuk seluruh alam semesta beserta isinya. Rahmat yang universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar